Salah satu bait prasasti itu menuliskan sebuah narasi tentang pembuatan candi dan gapura yang dikerjakan oleh ratusan pekerja.
Selain itu, Candi Prambanan juga merupakan sebuah kompleks bangunan yang terbagi menjadi tiga halaman dan dipisahkan oleh pagar keliling.
Dulunya, ada aliran sungai yang melintasi halaman, tetapi akhirnya aliran dipindahkan.
Tercatat pula adanya rumah Dewa Siwa yang menjadi simbol masa keemasan kerajaan Mataram Kuno kala itu.
Namun, suatu waktu terjadi bencana gempa, peperangan, atau kondisi politik ekonomi sosial yang pada akhirnya menyebabkan Prambanan tenggelam dalam sejarah selama belasan abad.
Alhasil, sejarah yang diterima oleh masyarakat hingga kini tentang kondisi candi tua setelah ditinggalkan dapat dilihat dari Kakawin Siwarartrikalpa karya Mpu Tanakung pada abad ke-15.
Benda-benda Candi Prambanan sempat jadi korban jarahan
Lanjut penjelasan dari buku "Membangun Kembali Prambanan", dituliskan bahwa selama berabad-abad sejak ditinggalkan, pusaka peradaban candi mengalami penjarahan.
Bahkan, jumlah arca dewa-dewi yang hilang tak terhitung.
Selain itu, perigi-perigi dibongkar untuk diambil hartanya, dan batu-batu candi dijadikan pondasi jalan serta bangunan oleh penjarah.
Hingga akhirnya, bangunan candi yang sudah rusak dan runtuh akibat berbagai hal itu disebut dengan nama Brambanan oleh para penjelajah Eropa.
Gugusan Candi Prambanan untuk pertama kali disebut dalam catatan seorang Belanda bernama C.A Lons tahun 1733.
C.A. Lons menyebut Candi Prambanan sebagai sebuah bukit besar yang puncaknya menyeruak dengan atap-atap reruntuhan bangunan batu.
Ia memotret sebuah candi yang terkubur tanah lebih dari enam meter.
Baca juga: Spot Riyadi, Tempat Terbaik Memotret Gagahnya Candi Prambanan
Selang puluhan tahun, barulah pada tahun 1802, Gubernur Pantai Utara-Timur Nicolaus Engelhard berinisiatif untuk membersihkan dan meneliti Candi Prambanan.