Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Legalisasi Arak dan Brem Bali Diharap Dongkrak Ekonomi Kreatif Karangasem

Kompas.com - 10/02/2020, 23:02 WIB
Nabilla Ramadhian,
Silvita Agmasari

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Kabupaten Karangasem di Bali, terkenal sebagai salah satu tempat penghasil arak terbaik di Bali. Kini secara legal wisatawan bisa membeli arak langsung dari para pengrajin di sana.

“Arak Karangasem berasal langsung dari pengrajin tanpa ada campuran bahan macam-macam. Dari sisi pariwisata, adanya minuman tersebut dapat mendorong pariwisata dan ekonomi masyarakat lokal,” tutur Kepala Dinas Pariwisata Kabupaten Karangasem I Ketut Sedana Merta saat dihubungi Kompas.com Minggu (9/2/2020) lalu.

Sedana Merta mengatakan bahwa arak yang dibeli di Karangasem tidak perlu diminum jika kamu tidak menyukai minuman beralkohol.

Kamu bisa membelinya sebagai oleh-oleh untuk kerabat lain atau dijadikan sebagai pajangan di rumah.

Kemasan dari arak Karangasem sudah dipercantik. Oleh karena itu, Sedana Merta menuturkan bahwa botol arak Bali tersebut akan menjadi pajangan yang unik dan menandakan bahwa kamu pernah berkunjung ke Karangasem.

Baca juga: Arak, Tuak, dan Brem di Bali Kini Legal, Ini Aturannya...

Terkait kadar alkohol, arak buatan Karangasem memiliki kadar alkohol yang tidak terlalu tinggi.

“Saat ini di Desa Tri Eka Bhuana kadar alkohol arak Bali adalah 15 – 20 persen. Sementara brem lebih kecil kadar alkoholnya. Kalau tuak sekitar 10 – 15 persen,” kata Perbekel Desa Tri Eka Buana I Ketut Derka saat dihubungi Kompas.com, Senin (10/2/2020).

“Kadar alkohol arak di Bali bermacam-macam. Tapi dengan adanya Pergub 1/2020 nanti akan ada standar alkoholnya, tapi belum ada kabar berapa,” tambahnya.

Para pengrajin di Bali yang sudah memiliki izin jual dan distribusi disebutkan Sedana Merta mengikuti standarisasi kadar alkohol yang berlaku. Sebab, kadar alkohol yang terlalu tinggi juga tidak boleh dan tidak baik untuk kesehatan.

Dengan adanya Pergub 1/2020, Sedana Merta berharap para pengrajin dapat dikelola dengan baik. Selain itu juga membuat distrubusi minuman semakin terkoordinasi dan terawasi dengan baik.

Seperti yang diketahui, Gubernur Bali I Wayan Koster baru saja mengeluarkan Peraturan Gubernur Bali Nomor 1 Tahun 2020 tentang Tata Kelola Minuman Fermentasi Dan/Atau Destilasi Khas Bali yang dikeluarkan secara resmi Kamis (6/2/2020) lalu.

Dalam peraturan disebutkan bahwa minuman fermentasi dan/atau destilasi khas Bali adalah salah satu sumber daya keragaman budaya Bali.

Cara pembuatan arak Bali secara tradisional.SHUTTERSTOCK/PANDA HAVING FUN Cara pembuatan arak Bali secara tradisional.

 

Maka dari itu, minuman seperti arak, tuak, dan brem khas Bali perlu dilindungi, dikembangkan, dan dimanfaatkan demi mendukung peningkatan ekonomi berbasis budaya sesuai dengan visi Nangun Sat Kerthi Loka Bali.

“Mereka (wisatawan asing yang berkunjung ke Bali) minum kan juga alkohol impor, rasanya sudah pasti sama saja dan tidak berubah. Tapi saat mereka mencoba arak Bali (yang kini dapat dikonsumsi secara aman dan legal), mereka akan mencoba minuman dengan rasa yang unik dan berbeda (dari alkohol impor),” kata Sedana Merta.

Baca juga: Arak-arak Bondowoso, Menikmati Pemandangan Indah Bareng Puluhan Monyet

Akhir kata, Sedana Merta menuturkan bahwa harapan dari sektor pariwisata adalah para wisatawan mancanegara yang berkunjung ke Bali akan memborong banyak arak Bali untuk oleh-oleh.

Pelegalan yang dapat menumbuhkan ekonomi kreatif dan pariwisata juga dinilai dapat menarik perhatian penikmat minuman.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com