Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sejarah Cokelat Bisa Ada di Indonesia

Kompas.com - 14/02/2020, 12:01 WIB
Syifa Nuri Khairunnisa,
Silvita Agmasari

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Cokelat di Indonesia memiliki sejarah panjang. Perkebunan kakao telah ada sejak zaman Hindia Belanda. Tepatnya sejak tahun 1880, pemerintah Hindia Belanda mulai fokus untuk membudidayakan kakao di Indonesia.

Menurut sejarawan kuliner sekaligus dosen Departemen Sejarah Universitas Padjadjaran, Fadly Rahman, peralihan fokus Belanda tersebut karena tanaman kopi dan teh yang sebelumnya mereka budidayakan mulai rusak akibat penyakit.

Namun begitu, bukan Belanda yang pertama kali membawa kako ke Indonesia. Melainkan Spanyol lewat negara koloninya, Filipina.

“Walaupun cokelat berkembang pesat dari abad 19 sampai 20, sebenarnya budidaya kakao di Indonesia sudah ada dari tahun 1560. Spanyol membawa ke Filipina, negeri koloninya, kemudian dari Filipina menyebar sampai ke Minahasa (Sulawesi Utara),” jelas Fadly di acara Diskusi Media “Serba Serbi Cokelat” dari Mondelez International Jakarta, Kamis (02/08/2018).

Baca juga: Apa Bedanya Cokelat Compound dan Couverture? Pencinta Cokelat Harus Tahu

Jenis kakao yang masuk pertama kali ke Indonesia adalah Kakao Criollo dari Venezuela.

Venezuela yang saat itu juga jadi koloni Spanyol adalah penghasil kakao terbesar di dunia. Venezuela memasok setengah dari biji kakao yang ada di dunia.

Semenjak fokus membudidayakan kakao dengan jenis Kakao Forastero dari Venezuela, perkebunan kakao di Indonesia semakin berkembang.

Pada 1938, ada 29 perkebunan kakao di Hindia Belanda. Perkebunan itu kemudian dinasionalisasi menjadi milik Indonesia pasca kemerdekaan.

Perkembangan Cokelat di Indonesia

Biji kakao jenis Edel yang diekspor dan dihargai 100 rupiah per bijiKOMPAS.COM/Ira Rachmawati Biji kakao jenis Edel yang diekspor dan dihargai 100 rupiah per biji

Budidaya kakao dan budaya cokelat di Indonesia berkembang begitu pesat pada abad 19 dan 20. Pada abad ke-20, menurut Fadly, masyarakat Hindia Belanda sangat percaya bahwa minum cokelat bisa meningkatkan kesehatan.

“Kalau dilihat dari iklan-iklan zaman dulu, cokelat lebih identik sebagai minuman daripada camilan seperti sekarang. Cokelat juga menjadi simbol dari status sosial,” ujar Fadly.

Fadly pun memperlihatkan iklan dari merek cokelat produksi Amsterdam bernama “Tjoklat”. Dalam iklan tersebut, terlihat perempuan Melayu menggunakan kemben dan sanggul yang duduk bersimpuh sambil mempersembahkan sebakul buah kakao.

Baca juga: 8 Merek Cokelat Khas Daerah Indonesia, Cocok untuk Jadi Oleh-oleh

Iklan tersebut menurut Fadly, menunjukkan cokelat sebagai simbol status sosial. Merek “Tjoklat” sendiri diambil dari bahasa Melayu, asal dari kakao Hindia Belanda.

Industri cokelat di Indonesia sempat begitu kuat. Indonesia pernah jadi salah satu pemasok kakao terbesar di dunia. Ada sekitar 63 juta cokelat batangan yang diproduksi per tahun atas nama merek “Tjoklat” saja.

Pasca kemerdekaan, cokelat pun semakin berkembang dengan aneka merek lokal. Sehingga cokelat bisa mulai dikonsumsi oleh semua kalangan masyarakat, tak hanya kaum elit saja. Sekarang ini cokelat yang beredar memiliki berbagai varian rasa dan harga yang berbeda.

Indonesia hingga kini selalu masuk dalam tiga besar pemasok biji kakao terbesar di dunia. Sayangnya, konsumsi cokelat masyarakat Indonesia bisa dibilang rendah. Hanya sekitar 500 gram per kapita per tahun.

Baca juga: Ramen Cokelat ala Jepang, Sajian Khusus Valentine

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com