Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tradisi Ngelawar, Cerminan Eratnya Masyarakat Bali

Kompas.com - 18/02/2020, 08:50 WIB
Nabilla Ramadhian,
Kahfi Dirga Cahya

Tim Redaksi

"Putih lambang kesucian, merah lambang keberanian, kuning lambang kebijaksanaan, hitam lambang kasih sayang, dan warna campuran adalah lambang persatuan atau terpusatkan,” tuturnya.

Baca juga: Arak, Tuak, dan Brem di Bali Kini Legal, Ini Aturannya...

Bahan makanan lain dalam lawar

Sementara itu, Pitana mengatakan, isi dari lawar adalah daging yang dicampur dengan sayuran. Bumbu yang dipakai juga bukan bumbu masak yang dipakai sehari-hari, melainkan bumbu khas Bali.

"Pakai kencur, bawang putih, bawang merah, isen, jahe, sereh, cabe, dan merica. Segala yang ada itu dipakai dan dicampur. Segala bumbu jadi satu,” tutur Pitana.

Kepala Dinas Kebudayaan Provinsi Bali, I Wayan ‘Kun’ Adnyana, saat dihubungi Kompas.com Senin (17/2/2020), mengatakan, lawar juga berisi parutan kelapa, daging, kacang panjang, dan nangka muda yang sudah direbus dan dipotong kecil-kecil.

Baca juga: Apa Itu Arak, Minuman Beralkohol Khas Bali yang Kini Legal?

Lawar adalah makanan khas Bali. Oleh karena itu, lawar wajib ada di setiap upacara keagamaan.

Tidak hanya itu, kamu juga dapat menemui lawar di dalam pura dan rumah masyarakat Bali, acara pernikahan, potong gigi, upacara kematian, dan beberapa upacara lain.

Menurut Pitana, yang menjadikan lawar sebagai makanan khas adalah penggunaan darah mentah dari daging hewan yang dijadikan sebagai bahan dasar lawar.

Baca juga: Sate Lilit Ikan dari Pantai Lebih

Jika daging yang digunakan berasal dari babi, maka darah yang digunakan adalah darah babi. Sama halnya dengan penggunaan daging ayam dan daging hewan lainnya.

"Biasanya darah akan direbus terlebih dahulu. Tapi tentu tidak bagus bagi kesehatan makanya belakangan ini sudah tidak pakai darah seperti itu," kata Pitana.

Kendati demikian, Pitana tidak menampik masih ada sebagian masyarakat yang menggunakan darah dalam lawar demi menjaga keaslian lawar. Tradisi ngelawar adalah acara pembuatan makanan.

Baca juga: Dibuai Kelezatan Sate Lilit Asal Bali

Jika beberapa masyarakat Bali sudah ngelawar, hal yang selanjutnya terjadi adalah mereka akan berpesta dan bersenang-senang. Tradisi tersebut sudah sangat melekat pada orang Bali dan tidak dapat dilepas.

Ngelawar dan megibung

MegibungShutterstock.com Megibung
Di beberapa daerah Bali seperti Kabupaten Karangasem dan Kabupaten Bangli, biasanya masyarakat memakan lawar dengan cara unik bernama megibung.

Megibung adalah cara memakan suatu makanan bersama-sama dengan menggunakan satu piring besar yang terbuat dari anyaman bambu dan beralaskan daun pisang.

Baca juga: Saat Nyepi, Tamu Hotel Disuguhi Nasi Megibung

Biasanya, makanan yang disajikan selain lawar adalah berbagai macam daging, sate, sayur, dan nasi putih. Hidangan dalam satu piring tersebut akan dimakan oleh lima orang.

"Kita mengelilingi piring anyaman bambu itu dengan makan makanan yang sama. Kita makan bareng-bareng pakai tangan. Siapa pun mereka, entah itu elit atau petani, pokoknya mereka duduk bersama dan makan bersama. Itulah orang Bali," kata Pitana.

Terkait kebersamaan, Adnyana menuturkan, bahwa di beberapa desa hanya proses pembuatan lawar saja yang dilakukan bersama-sama. Selebihnya pada saat memakan lawar mereka melakukannya sendiri-sendiri.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com