Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tradisi Ngelawar, Cerminan Eratnya Masyarakat Bali

Kompas.com - 18/02/2020, 08:50 WIB
Nabilla Ramadhian,
Kahfi Dirga Cahya

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Berbagi makanan antar sesama manusia dalam tradisi ngelawar di Bali memiliki makna lebih dalam dari sekadar kedekatan.

Guru besar pariwisata Universitas Udayana I Gede Pitana mengatakan, tradisi lawar erat dengan Hari Raya Galungan, namun juga bisa dilakukan saat berkumpul bersama teman dan keluarga.

"(Tradisi lawar) nilainya sangat tinggi dan mengakrabkan. Sebenarnya, saat kumpul bisa tidak usah lawar dan beli makanan cepat saji, tapi nilainya bagi kami beda," kata Pitana saat dihubungi Kompas.com, Jakarta, Jumat (14/2/2020).

 

Baca juga: Susah tetapi Seru, Belajar Masak Lawar dan Sate Lilit

Pitana menambahkan, tradisi tersebut memiliki makna tersendiri, yakni kedekatan, kebersamaan dan kesetaraan antar-manusia yang berpartisipasi dalam lawar.

Asal-usul tradisi ngelawar

Lawar Ayam khas Bali di Warung Legian pada Bazar Indonesia, di Brussel, Belgia, Minggu (30/8/2015).MADE AGUS WARDANA Lawar Ayam khas Bali di Warung Legian pada Bazar Indonesia, di Brussel, Belgia, Minggu (30/8/2015).
Tradisi lawar, kerap disebut ngelawar artinya adalah membuat sayuran dan makanan yang berbahan daging dan sayur khas Bali.

Ketua Parisadha Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Bali I Gusti Ngurah Sudiana mengatakan, ngelawar memiliki asal kata dari lawar yang artinya adalah campuran bumbu makanan.

Sementara ngelawar artinya adalah tradisi meracik bumbu masakan Bali.

Baca juga: Nikmatnya Sate Lilit dan Lawar Bali di Bazar Belgia

"Ngelawar ini berkembang sejak zaman kerajaan Bali. Biasanya ngelawar ini berkembang secara merata di sekitar kerajaan, karena Raja Bali senang sekali menikmati lawar," kata Sudiana saat dihubungi Kompas.com, Senin (17/2/2020).

Beberapa bahan lawar secara umum terdiri dari daging dan kulit yang direbus dan dibumbui gede atau bumbu lengkap.

Selain itu, lawar juga biasanya akan disertai dengan berbagai macam sate, balung dan daging lainnya.

Baca juga: Pelesir ke Sangeh? Mampir dan Cicipi Lawar Sapi Men Daging

Dalam tradisi Bali, lawar biasa dilakukan saat ada upacara Panca Yadnya sebagai persembahan dan juga untuk dimakan.

Untuk persembahan, lawar yang sudah matang akan diletakkan sesuai arah mata angin.

"Lawar putih arah timur, Dewa Iswara. Lawar merah arah selatan, Dewa Brahma. Lawar kuning arah barat, Dewa Mahadewa. Kemudian lawar hitam atau jejeruk diletakkan di arah utara, Dewa Wisnu. Lawar juga diletakkan di tengah dengan lima warna campuran, Dewa Siwa,” tutur Sudiana.

Baca juga: Legalisasi Arak dan Brem Bali Diharap Dongkrak Ekonomi Kreatif Karangasem

Sudiana mengatakan, seluruh rangkaian ngelawar dimuat dalam lontar dharma caruban. Untuk pelaksanaannya, ngelawar akan dipimpin oleh seorang ahli masak Bali. Ahli masak ini harus pintar dan ahli dalam mengolah bumbu makanan.

Terkait warna dalam bahan makanan yang dipilih sebagai bahan pembuat lawar, Sudiana mengatakan, setiap warna memiliki makna tersendiri.

"Putih lambang kesucian, merah lambang keberanian, kuning lambang kebijaksanaan, hitam lambang kasih sayang, dan warna campuran adalah lambang persatuan atau terpusatkan,” tuturnya.

Baca juga: Arak, Tuak, dan Brem di Bali Kini Legal, Ini Aturannya...

Bahan makanan lain dalam lawar

Lawar, makanan khas BaliShutterstock.com Lawar, makanan khas Bali
Sementara itu, Pitana mengatakan, isi dari lawar adalah daging yang dicampur dengan sayuran. Bumbu yang dipakai juga bukan bumbu masak yang dipakai sehari-hari, melainkan bumbu khas Bali.

"Pakai kencur, bawang putih, bawang merah, isen, jahe, sereh, cabe, dan merica. Segala yang ada itu dipakai dan dicampur. Segala bumbu jadi satu,” tutur Pitana.

Kepala Dinas Kebudayaan Provinsi Bali, I Wayan ‘Kun’ Adnyana, saat dihubungi Kompas.com Senin (17/2/2020), mengatakan, lawar juga berisi parutan kelapa, daging, kacang panjang, dan nangka muda yang sudah direbus dan dipotong kecil-kecil.

Baca juga: Apa Itu Arak, Minuman Beralkohol Khas Bali yang Kini Legal?

Lawar adalah makanan khas Bali. Oleh karena itu, lawar wajib ada di setiap upacara keagamaan.

Tidak hanya itu, kamu juga dapat menemui lawar di dalam pura dan rumah masyarakat Bali, acara pernikahan, potong gigi, upacara kematian, dan beberapa upacara lain.

Menurut Pitana, yang menjadikan lawar sebagai makanan khas adalah penggunaan darah mentah dari daging hewan yang dijadikan sebagai bahan dasar lawar.

Baca juga: Sate Lilit Ikan dari Pantai Lebih

Jika daging yang digunakan berasal dari babi, maka darah yang digunakan adalah darah babi. Sama halnya dengan penggunaan daging ayam dan daging hewan lainnya.

"Biasanya darah akan direbus terlebih dahulu. Tapi tentu tidak bagus bagi kesehatan makanya belakangan ini sudah tidak pakai darah seperti itu," kata Pitana.

Kendati demikian, Pitana tidak menampik masih ada sebagian masyarakat yang menggunakan darah dalam lawar demi menjaga keaslian lawar. Tradisi ngelawar adalah acara pembuatan makanan.

Baca juga: Dibuai Kelezatan Sate Lilit Asal Bali

Jika beberapa masyarakat Bali sudah ngelawar, hal yang selanjutnya terjadi adalah mereka akan berpesta dan bersenang-senang. Tradisi tersebut sudah sangat melekat pada orang Bali dan tidak dapat dilepas.

Ngelawar dan megibung

MegibungShutterstock.com Megibung
Di beberapa daerah Bali seperti Kabupaten Karangasem dan Kabupaten Bangli, biasanya masyarakat memakan lawar dengan cara unik bernama megibung.

Megibung adalah cara memakan suatu makanan bersama-sama dengan menggunakan satu piring besar yang terbuat dari anyaman bambu dan beralaskan daun pisang.

Baca juga: Saat Nyepi, Tamu Hotel Disuguhi Nasi Megibung

Biasanya, makanan yang disajikan selain lawar adalah berbagai macam daging, sate, sayur, dan nasi putih. Hidangan dalam satu piring tersebut akan dimakan oleh lima orang.

"Kita mengelilingi piring anyaman bambu itu dengan makan makanan yang sama. Kita makan bareng-bareng pakai tangan. Siapa pun mereka, entah itu elit atau petani, pokoknya mereka duduk bersama dan makan bersama. Itulah orang Bali," kata Pitana.

Terkait kebersamaan, Adnyana menuturkan, bahwa di beberapa desa hanya proses pembuatan lawar saja yang dilakukan bersama-sama. Selebihnya pada saat memakan lawar mereka melakukannya sendiri-sendiri.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

4 Tips Berkunjung ke Desa Wisata Koto Kaciak, Datang Pagi Hari

4 Tips Berkunjung ke Desa Wisata Koto Kaciak, Datang Pagi Hari

Travel Tips
Cara Menuju ke Desa Wisata Lerep Kabupaten Semarang

Cara Menuju ke Desa Wisata Lerep Kabupaten Semarang

Jalan Jalan
4 Oleh-Oleh Desa Wisata Koto Kaciak, Ada Rinuak dan Celana Gadebong

4 Oleh-Oleh Desa Wisata Koto Kaciak, Ada Rinuak dan Celana Gadebong

Travel Tips
Istana Gyeongbokgung di Korea Akan Buka Tur Malam Hari mulai Mei 2024

Istana Gyeongbokgung di Korea Akan Buka Tur Malam Hari mulai Mei 2024

Travel Update
Desa Wisata Lerep, Tawarkan Paket Wisata Alam Mulai dari Rp 60.000

Desa Wisata Lerep, Tawarkan Paket Wisata Alam Mulai dari Rp 60.000

Jalan Jalan
Itinerary Seharian Sekitar Museum Mpu Tantular Sidoarjo, Ngapain Saja?

Itinerary Seharian Sekitar Museum Mpu Tantular Sidoarjo, Ngapain Saja?

Jalan Jalan
 7 Olahraga Tradisional Unik Indonesia, Ada Bentengan

7 Olahraga Tradisional Unik Indonesia, Ada Bentengan

Jalan Jalan
5 Tips Liburan dengan Anak-anak Menggunakan Kereta Api Jarak Jauh

5 Tips Liburan dengan Anak-anak Menggunakan Kereta Api Jarak Jauh

Travel Tips
Mengenal Desa Wisata Koto Kaciak, Surga Budaya di Kaki Bukit Barisan

Mengenal Desa Wisata Koto Kaciak, Surga Budaya di Kaki Bukit Barisan

Jalan Jalan
Aktivitas Wisata di Bromo Ditutup mulai 25 April 2024, Ini Alasannya

Aktivitas Wisata di Bromo Ditutup mulai 25 April 2024, Ini Alasannya

Travel Update
Bali Jadi Tuan Rumah Acara UN Tourism tentang Pemberdayaan Perempuan

Bali Jadi Tuan Rumah Acara UN Tourism tentang Pemberdayaan Perempuan

Travel Update
Hari Kartini, Pelita Air Luncurkan Penerbangan dengan Pilot dan Awak Kabin Perempuan

Hari Kartini, Pelita Air Luncurkan Penerbangan dengan Pilot dan Awak Kabin Perempuan

Travel Update
Usung Konsep Eco Friendly, Hotel Qubika Bakal Beroperasi Jelang HUT Kemerdekaan RI di IKN

Usung Konsep Eco Friendly, Hotel Qubika Bakal Beroperasi Jelang HUT Kemerdekaan RI di IKN

Hotel Story
Ada Women Half Marathon 2024 di TMII Pekan Ini, Pesertanya dari 14 Negara

Ada Women Half Marathon 2024 di TMII Pekan Ini, Pesertanya dari 14 Negara

Travel Update
5 Tempat Wisata di Tangerang yang Bersejarah, Ada Pintu Air dan Makam

5 Tempat Wisata di Tangerang yang Bersejarah, Ada Pintu Air dan Makam

Jalan Jalan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com