"Jadi kalau kita punya daging, kita ngelawar. Lalu kita ngejot ke tetangga. Tetapi ngejot terutama pada waktu kita punya pesta besar seperti Galungan,” tutur Pitana.
Satu hal yang unik di Bali adalah di samping tradisi ngejot dilakukan untuk berbagi makanan kepada mereka yang tidak memilikinya, juga pemberian kebahagiaan tersebut juga dilakukan antar sesama.
Baca juga: Dibuai Kelezatan Sate Lilit Asal Bali
Apabila kamu membuat lawar daging dan ada tetanggamu yang juga membuat lawar daging, Pitana mengatakan, maka bisa ngejot dengan saling bertukar makanan.
Lebih dari pertukaran makanan
Menurut Pitana, tradisi ngejot bukanlah sekadar pertukaran makanan, melainkan sudah tentang keakraban.
"Dalam kepercayaan di Bali, keakraban itu bisa ditunjukkan dengan makanan. Kalau orang kasih makanan kemudian kita tidak mau makan, itu bisa jadi petaka. Konflik besar," kata Pitana.
"Kalau kita kasih makan kemudian dimakan, segala permusuhan akan hilang karena sudah berani makan makanan yang diberikan orang lain," lanjutnya.
Baca juga: Wisata ke Bali saat Galungan dan Kuningan, Jangan Lupakan 4 Hal Berikut
Dia melanjutkan, dengan saling memakan makanan yang diberikan, hal tersebut juga menunjukkan saling percaya bahwa dalam makanan yang ditukar tersebut tidak akan mencelakai.
Tulis komentar dengan menyertakan tagar #JernihBerkomentar dan #MelihatHarapan di kolom komentar artikel Kompas.com. Menangkan E-Voucher senilai Jutaan Rupiah dan 1 unit Smartphone.
Syarat & Ketentuan