"Setelah tuak mendidih, diatur api dari kayu bakarnya hingga mengecil supaya rasa dari arak bagus,” kata Derka.
Sama seperti Desa Les, proses penyulingan arak di Desa Tri Eka Buana juga masih mengedepankan cara tradisional, yakni dengan memanfaatkan bambu.
Meski begitu, Derka mengatakan, di desanya penggunaan bambu tidak memiliki aturan khusus terkait ukuran panjang.
Sebab, bambu tidak terlalu berpengaruh dengan rasa arak, melainkan memperpanjang proses penguapan.
Baca juga: Mengenal Karangasem, “The Spirit Of Bali”
Pemilihan pohon dengan ciri khusus
Yudiawan mengatakan, pohon lontar yang hidup di daerah tandus lebih disukai. Sebab, pohon lontar di daerah kering kadar airnya lebih rendah dan memudahkan proses fermentasi.
Selain itu, pohon lontar yang memiliki tinggi 15–20 meter menjadi primadona para petani nira.
"Pohon lontar yang tinggi-tinggi menghasilkan kuantitas lebih banyak dan kualitas yang bagus. Cuma perjuangannya cukup berat," kata Yudiawan.
Baca juga: Lima Pantai Cantik di Karangasem Bali
Sementara untuk pohon kelapa, Derka mengatakan, yang akan menghasilkan nira bagus adalah yang memiliki daun sedikit elastis. Bunga pohon kelapa juga tidak besar atau kecil.
"Tinggi pohon kelapa tidak berpengaruh dengan rasa tuak yang dihasilkan," tutur Derka.
Selain dikonsumsi oleh beberapa petani di Bali saat pagi hari sebelum pergi ke sawah, arak juga dapat diminum di malam hari untuk menghangatkan dan menyegarkan tubuh.
"Makanan yang bisa dikonsumsi bersama arak itu biasanya orang minum sehabis makan daging," Kepala Dinas Pariwisata Kabupaten Karangasem I Ketut Sedana Merta, Minggu (9/2/2020).
Baca juga: Tips Wisata ke Karangasem
Arak bali kini sudah dilegalkan melalui Peraturan Gubernur Bali Nomor 1 Tahun 2020 tentang Tata Kelola Minuman Fermentasi Dan/Atau Destilasi Khas Bali.
Aturan tersebut dikeluarkan oleh Gubernur Bali I Wayan Koster pada Kamis (6/2/2020). Peraturan yang telah disetujui oleh Kementerian Dalam Negeri tersebut.
Koster berharap, minuman fermentasi khas Bali seperti arak, tuak, dan brem dapat dijadikan sebagai kekuatan ekonomi baru berbasis kerakyatan dan kearifan lokal.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.