Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bagaimana Arak Bali Dibuat?

Kompas.com - 23/02/2020, 22:05 WIB
Nabilla Ramadhian,
Kahfi Dirga Cahya

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Sekilas, pembeda dari berbagai label arak bali hanyalah kemasan. Namun, jika ditelusuri lebih jauh, ada perbedaan lain--salah satunya bahan baku.

Perbekel Desa Tri Eka Buana I Ketut Derka mengatakan, setiap arak bali yang dihasilkan memiliki perbedaan dalam pemilihan bahan dasar sebelum proses pengolahan.

"Walau arak bali tidak ada jenis, tapi ada perbedaan dari pemilihan pohon yang digunakan," katanya saat dihubungi Kompas.com, Senin (10/2/2020).

"Ada beberapa daerah yang tidak menggunakan pohon kelapa, tetapi pakai pohon enau (aren)," lanjutnya.

Baca juga: Legalisasi Arak dan Brem Bali Diharap Dongkrak Ekonomi Kreatif Karangasem

Derka mengatakan, Bali memiliki beberapa tempat yang terkenal akan pembuatan arak yang nikmat.

Beberapa tempat tersebut seperti Desa Tri Eka Buana, Desa Bebandem, dan Desa Abang di Kabupaten Karangasem. Kemudian di daerah Kabupaten Buleleng.

Dari setiap daerah tersebut, masing-masing memiliki pilihan jenis pohon berbeda. Bahkan, ada juga daerah yang menyadap nira dari pohon ental (lontar).

Kendati demikian, Derka mengatakan, arak Bali paling populer dan diminati wisatawan serta masyarakat lokal adalah arak dari nira pohon kelapa.

Baca juga: Festival Arak Diharap Dapat Kenalkan Rasa dan Aroma Minuman Khas Bali

Arak dari Buleleng dan Karangasem memiliki perbedaan

Dewi Sri, salah satu produsen arak Bali.DOK. DEWI SRI Dewi Sri, salah satu produsen arak Bali.
Di Desa Les Kabupaten Buleleng, bahan baku arak bali berasal dari nira pohon lontar, sekalipun juga terdapat pohon kelapa dan pohon aren di daerah tersebut.

Alasannya, masyarakat setempat lebih sering memanfaatkan nira pohon lontar. Untuk proses pengambilan nira biasanya dipanen hanya 1 x 24 jam.

Sebab, fermentasi nira yang lebih lama saat di pohon dapat menghasilkan alkohol alami.

"Media yang dipakai dalam penyadapan itu serabut kelapa. Fermentasinya cukup lama, sehingga wayah (matang/tua), beralkohol," tutur Chef Gede Yudiawan, Sabtu (15/2/2020).

Setelah nira turun dan difermentasi di atas, lanjut Yudiawan, di bawah juga ada proses fermentasi selama 6 – 12 jam.

Baca juga: Promosikan Minuman Khas Bali, Gubernur Adakan Festival Arak

Nira yang baru diturunkan akan ditempatkan di dalam sebuah panci besar yang nantinya dapat menghasilkan 20 botol arak kecil berukuran 600 ml.

Panci tersebut akan diletakkan penutup yang memiliki lubang sebesar bambu penyuling. Kemudian bagian pinggirnya ditutup menggunakan lem.

Lem yang digunakan terbuat dari buah lontar. Adapun lem tersebut berfungsi agar uap yang keluar saat nira direbus tidak tersebar.

Baca juga: Arak, Tuak, dan Brem di Bali Kini Legal, Ini Aturannya...

Proses penyulingan disarankan menggunakan bambu, bukan pipa plastik. Sebab, proses penyulingan akan memengaruhi rasa arak.

Penyulingan menggunakan bambu akan memberi arak rasa lebih halus dan enak. Sementara penggunaan pipa plastik, maka menghasilkan rasa plastik.

Bambu yang digunakan juga harus memiliki panjang minimal 8 meter.

"Apinya harus rendah, (bambu) penyulingannya panjang. Kalau di sini (Desa Les) pakai kayu bakar, tidak pakai kompor," tutur Yudiawan.

Baca juga: Ini Alasan Gubernur Legalkan Arak, Tuak, dan Brem Bali

Cara pembuatan arak Bali secara tradisional.SHUTTERSTOCK/PANDA HAVING FUN Cara pembuatan arak Bali secara tradisional.
Sementara itu, di Desa Tri Eka Buana, arak bali memiliki bahan baku pohon kelapa. Pembuatannya pun tidak jauh berbeda dari pembuatan arak di Desa Les.

Namun, para petani biasanya melakukan sadapan nira pohon kelapa sehari dua kali dalam satu pohon.

Baca juga: Museum Arak Bali akan Dibangun di Karangasem Pertengahan 2020

"Petani arak mencari tuak (nira), lalu saat turun dikumpulkan dalam gentong sebesar 80–90 liter," tutur Derka.

"Setelah terkumpul, dikasih serabut kelapa dan dimasukkan ke dalam tuak untuk proses fermentasi selama 2–3 hari," lanjutnya.

Kendati menggunakan serbuk kelapa, Derka mengatakan, petani arak juga kerap menggunakan kulit kayu bayur atau kutat.

Dari ketiga media fermentasi tersebut, ada proses yang harus dilewati sebelum dimasukkan ke dalam nira.

Baca juga: Melihat Cara Pembuatan Arak Bali di Karangasem

Baik serabut kelapa, kulit kayu bayur, dan kutat harus dikeringkan terlebih dahulu selama 14–20 hari.

Setelah kering, ketiganya akan dihaluskan dengan cara dipukul menggunakan sebongkah kayu di atas batu. Setelah lembut, kemudian digunakan sebagai media fermentasi.

Seusai masa fermentasi selama 2–3 hari, nira akan berubah rasanya dari manis hingga sedikit keras, karena kadar alkoholnya meningkat.

Baca juga: Catat, Tips Wisata di Bali Saat Galungan dan Kuningan

"Penyulingan dari pagi jam 5–5 sore. Apinya juga tidak boleh besar. Kalau pertama, karena air tuak dingin, bisa lebih besar apinya," kata Derka.

"Setelah tuak mendidih, diatur api dari kayu bakarnya hingga mengecil supaya rasa dari arak bagus,” kata Derka.

Sama seperti Desa Les, proses penyulingan arak di Desa Tri Eka Buana juga masih mengedepankan cara tradisional, yakni dengan memanfaatkan bambu.

Meski begitu, Derka mengatakan, di desanya penggunaan bambu tidak memiliki aturan khusus terkait ukuran panjang.

Sebab, bambu tidak terlalu berpengaruh dengan rasa arak, melainkan memperpanjang proses penguapan.

Baca juga: Mengenal Karangasem, “The Spirit Of Bali”

Pemilihan pohon dengan ciri khusus

Ilustrasi tuak pohon lontar.shutterstock.com/Rahul+Mahato Ilustrasi tuak pohon lontar.
Yudiawan mengatakan, pohon lontar yang hidup di daerah tandus lebih disukai. Sebab, pohon lontar di daerah kering kadar airnya lebih rendah dan memudahkan proses fermentasi.

Selain itu, pohon lontar yang memiliki tinggi 15–20 meter menjadi primadona para petani nira.

"Pohon lontar yang tinggi-tinggi menghasilkan kuantitas lebih banyak dan kualitas yang bagus. Cuma perjuangannya cukup berat," kata Yudiawan.

Baca juga: Lima Pantai Cantik di Karangasem Bali

Sementara untuk pohon kelapa, Derka mengatakan, yang akan menghasilkan nira bagus adalah yang memiliki daun sedikit elastis. Bunga pohon kelapa juga tidak besar atau kecil.

"Tinggi pohon kelapa tidak berpengaruh dengan rasa tuak yang dihasilkan," tutur Derka.

Penyajian arak bali

Arak bali, salah satu produk Indonesia yang dijajakan di Wine and Cheese Expo di Mal Kelapa Gading, Jakarta Utara.KOMPAS.COM/Ardito Ramadhan D Arak bali, salah satu produk Indonesia yang dijajakan di Wine and Cheese Expo di Mal Kelapa Gading, Jakarta Utara.
Biasanya, minuman hasil penyulingan nira pohon kelapa dan lontar tersebut akan disajikan dalam satu sloki kecil.

Selain dikonsumsi oleh beberapa petani di Bali saat pagi hari sebelum pergi ke sawah, arak juga dapat diminum di malam hari untuk menghangatkan dan menyegarkan tubuh.

"Makanan yang bisa dikonsumsi bersama arak itu biasanya orang minum sehabis makan daging," Kepala Dinas Pariwisata Kabupaten Karangasem I Ketut Sedana Merta, Minggu (9/2/2020).

Baca juga: Tips Wisata ke Karangasem

Arak bali kini sudah dilegalkan melalui Peraturan Gubernur Bali Nomor 1 Tahun 2020 tentang Tata Kelola Minuman Fermentasi Dan/Atau Destilasi Khas Bali.

Aturan tersebut dikeluarkan oleh Gubernur Bali I Wayan Koster pada Kamis (6/2/2020). Peraturan yang telah disetujui oleh Kementerian Dalam Negeri tersebut.

Koster berharap, minuman fermentasi khas Bali seperti arak, tuak, dan brem dapat dijadikan sebagai kekuatan ekonomi baru berbasis kerakyatan dan kearifan lokal.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Aktivitas Wisata di Bromo Ditutup mulai 25 April 2024, Ini Alasannya

Aktivitas Wisata di Bromo Ditutup mulai 25 April 2024, Ini Alasannya

Travel Update
Bali Jadi Tuan Rumah Acara UN Tourism tentang Pemberdayaan Perempuan

Bali Jadi Tuan Rumah Acara UN Tourism tentang Pemberdayaan Perempuan

Travel Update
Hari Kartini, Pelita Air Luncurkan Penerbangan dengan Pilot dan Awak Kabin Perempuan

Hari Kartini, Pelita Air Luncurkan Penerbangan dengan Pilot dan Awak Kabin Perempuan

Travel Update
Usung Konsep Eco Friendly, Hotel Qubika Bakal Beroperasi Jelang HUT Kemerdekaan RI di IKN

Usung Konsep Eco Friendly, Hotel Qubika Bakal Beroperasi Jelang HUT Kemerdekaan RI di IKN

Hotel Story
Ada Women Half Marathon 2024 di TMII Pekan Ini, Pesertanya dari 14 Negara

Ada Women Half Marathon 2024 di TMII Pekan Ini, Pesertanya dari 14 Negara

Travel Update
5 Tempat Wisata di Tangerang yang Bersejarah, Ada Pintu Air dan Makam

5 Tempat Wisata di Tangerang yang Bersejarah, Ada Pintu Air dan Makam

Jalan Jalan
Dampak Rupiah Melemah pada Pariwisata Indonesia, Tiket Pesawat Mahal

Dampak Rupiah Melemah pada Pariwisata Indonesia, Tiket Pesawat Mahal

Travel Update
4 Tempat Wisata di Rumpin Bogor Jawa Barat, Ada Curug dan Taman

4 Tempat Wisata di Rumpin Bogor Jawa Barat, Ada Curug dan Taman

Jalan Jalan
Rusa Jadi Ancaman di Beberapa Negara Bagian AS, Tewaskan Ratusan Orang

Rusa Jadi Ancaman di Beberapa Negara Bagian AS, Tewaskan Ratusan Orang

Travel Update
5 Rekomendasi Playground Indoor di Surabaya untuk Isi Liburan Anak

5 Rekomendasi Playground Indoor di Surabaya untuk Isi Liburan Anak

Jalan Jalan
Pilot dan Pramugari Ternyata Tidur pada Penerbangan Jarak Jauh

Pilot dan Pramugari Ternyata Tidur pada Penerbangan Jarak Jauh

Travel Update
Desa Wisata Tabek Patah: Sejarah dan Daya Tarik

Desa Wisata Tabek Patah: Sejarah dan Daya Tarik

Jalan Jalan
Komodo Travel Mart Digelar Juni 2024, Ajang Promosi NTT ke Kancah Dunia

Komodo Travel Mart Digelar Juni 2024, Ajang Promosi NTT ke Kancah Dunia

Travel Update
Tips Pilih Makanan yang Cocok untuk Penerbangan Panjang

Tips Pilih Makanan yang Cocok untuk Penerbangan Panjang

Travel Tips
Harapan Pariwisata Hijau Indonesia pada Hari Bumi 2024 dan Realisasinya

Harapan Pariwisata Hijau Indonesia pada Hari Bumi 2024 dan Realisasinya

Travel Update
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com