JAKARTA, KOMPAS.com - "Bubur telurnya empat bang," teriak pengujung seakan menyambut saya datang di Bubur Ayam Cikini H.R. Suleman.
Terlihat karyawan kedai yang tenar dengan nama Bubur Cikini mondar-mandir melayani keinginan pengunjung.
Ada yang membuat martabak, ada yang membuat canai, ada yang membuat nasi goreng dan yang paling sibuk ada dibagian bubur.
Saat tutup penanak bubur diangkat, asap dan aroma wangi memikat hidung saya. Seakan memanggil untuk segara menyantap bubur.
Baca juga: Bubur Cikini H.R. Suleman, Kedai Bubur Legendaris Jakarta Sejak 1960-an
Namun siapa sangka, tempat bubur yang legendaris di Jakarta Pusat ini dulunya masih berjualan dengan gerobak.
"Dulu enggak punya tempat sendiri. Jadi bingung, kalau dagang itu uber-uberan sama kamtib," jelas Jhony salah satu karyawan Bubur Cikini, ditemui di Bubur Ayam Cikini H.R. Suleman, Jakarta, Minggu (29/2/2020).
Ia mendapat cerita dari generasi ke tiga H.R. Suleman yang kini memegang kendali atas Bubur Ayam Cikini H.R. Suleman.
Saat awal merintis usaha bubur pada 1960an, H.R. Suleman kesulitan mencari tempat kondusif tanpa harus dikejar-kejar petugas keamanan dan ketertiban (kamtib).
Bahkan dulu gerobak dagangan Bubur Cikini sering diangkut paksa oleh petugas kamtib karena ketahuan berjualan di trotoar pinggir jalan.
Baca juga: Nostalgia Tiga Generasi di Soto Betawi Haji Maruf, Berdiri Sejak 1940
Sebelum dapat tempat permanen, karyawan Bubur Cikini harus mendorong dua gerobak. Satu geronak untuk bubur dan satu gerobak untuk martabak.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.