Pasalnya, saat itu Jalan Diponegoro yang jadi lokasi kawasan Megaria masih merupakan jalan dua arah. Berbeda dengan kondisi saat ini yang jalannya hanya satu arah.
“Dulu dua arah, berarti expose-nya tinggi. Apalagi dulu masih zamannya bus dua tingkat. Saya ingat dulu ada nomor 14A dari Senen ke Blok M. Dulu manusianya juga banyak banget sampai bergelantungan gitu di bus,” kenang Rudi.
“Saya pikir expose-nya tinggi. Jadi kalau dagang dengan kualitas yang oke ya bisa jalan lancar,” lanjutnya.
Rudi pun memulai bisnisnya. Pertama kali, Rudi sampai mendatangkan pembuat pempek langsung dari Palembang.
Hal ini untuk memastikan rasa Pempek Megaria otentik dengan rasa pempek di kampung halamannya.
Baca juga: Perjalanan Bubur Cikini yang Legendaris, Sering Kucing-kucingan dengan Petugas Keamanan
Menurut Rudi, ia sendiri tak tahu pasti mengapa Pempek Megaria bisa bertahan hingga kini.
Selain dari rasa yang ia pertahankan sejak dulu, Rudi mengungkapkan mungkin para pelanggan setianya tetap datang karena harga yang ia patok tak terlalu tinggi.
Rudi mengaku tak pernah menaikkan harga pempek yang ia jual begitu tinggi.
Terkecuali ketika bahan-bahan sedang mahal, pasti akan ada sedikit perubahan tetapi tak pernah banyak.
“Saya malah heran ya ada yang jual pempek sampai Rp 30.000. Jual dengan harga segini aja sudah untung kok,” tutur Rudi.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.