KOMPAS.com - Kebijakan lockdown karena pandemi virus corona bagai dua sisi mata uang. Di satu sisi kualitas lingkungan membaik, tetapi di sisi lain ekonomi masyarakat terancam.
Hal ini yang terjadi dengan para sherpa, sebutan bagi pemandu dan porter Gunung Everest yang tak memiliki pendapatan.
Dikutip dari News.com.au, saat ini, kota di bukit Pegunungan Himalaya bernama Khumjung seharusnya ramai menjelang musim pendakian Gunung Everest.
Namun aktivitas pendakian Himalaya ditutup sementara waktu. Didukung dengan oleh penutupan perbatasan negara dan perjalanan udara.
Baca juga: Nepal Tutup Pendakian Gunung Everest karena Virus Corona
Salah satu pintu masuk Gunung Everest, Nepal menangguhkan izinan untuk seluruh ekspedisi gunung pada 12 Maret 2020.
Para sherpa mengatakan mereka menghadapi masalah yang ruit, yakni menghidupi keluarga mereka.
“Kami pergi ke gunung bukan karena kami mau, namun karena itu adalah pilihan satu-satunya bagi kami untuk bekerja,” kata seorang sherpa kepada AFP dikutip dari News.com.au.
Musim pendakian Gunung Everest yang dimulai pada awal April hingga akhir Mei, merupakan waktu sherpa mencari nafkah.
Dari hasil kerja dua bulan tersebut, mereka mampu memberi makan keluarga sepanjang tahun.
Para pemandu biasanya mendapatkan penghasilan antara 5.000 – 10.000 dollar AS setara Rp 79-160 juta sepanjang musim pendakian Gunung Everest.
Tulis komentar dengan menyertakan tagar #JernihBerkomentar dan #MelihatHarapan di kolom komentar artikel Kompas.com. Menangkan E-Voucher senilai Jutaan Rupiah dan 1 unit Smartphone.
Syarat & Ketentuan