Akibat penangguhan pendakian Gunung Everest tersebut setidaknya ada potensi kehilangan 4 juta dollar AS atau setara dengan Rp 63,8 miliyar. Uang tersebut berasal dari pendapatan izin pendakian.
Izin untuk mendaki Gunung Everest dikenakan 11.000 dolar AS atau setara dengan Rp 175 juta per satu orang pendaki. Nilai tersebut belum termasuk perputaran ekonomi karena para pendaki.
Tidak hanya para Sherpa yang tengah terluka. Pariwisata menyumbang hampir 8 persen dari pendapatan domestik bruto Nepal.
Menurut World Travel and Tourism Council, industri pariwsata juga menyumbang lebih dari 1 juta pekerjaan di Nepal.
Baca juga: 1.266 Hotel Tutup karena Corona, Ini Usulan Asosiasi untuk Pemerintah
Nepal yang masih berusaha pulih dari gempa bumi besar pada tahun 2015 berharap dapat menarik 2 juta wisatawan pada tahun 2020. Namun, rencana tersebut kini hancur berantakan.
Meski begitu, penduduk wilayah Everest setuju dengan keputusan pemerintah. Risiko dari infeksi virus corona nyata.
Musim semi mengundang ratusan pendaki mancanegara. Mereka juga melewati desa-desa penduduk setempat.
Sementara itu, di Everest base camp para pendaki dan staf pendukung dari Nepal harus tinggal dalam jarak yang dekat.
Baca juga: Menengok Masjid Shah Cheragh di Iran yang Jadi Tempat Produksi Masker Virus Corona
Seorang sherpa terkenal bernama Phurba Tashi mengatakan bahwa virus corona mampu mendatangkan malapetaka jika virus tersebut memasuk desa-desa setempat.
Tashi merupakan pendaki yang telah mendaki gunung Everest sebanyak 21 kali.
Tulis komentar dengan menyertakan tagar #JernihBerkomentar dan #MelihatHarapan di kolom komentar artikel Kompas.com. Menangkan E-Voucher senilai Jutaan Rupiah dan 1 unit Smartphone.
Syarat & Ketentuan