Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Izin Pendakian Gunung Everest Ditangguhkan, Sherpa Tidak Punya Pendapatan

Kompas.com - 09/04/2020, 23:02 WIB
Nabilla Ramadhian,
Silvita Agmasari

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Kebijakan lockdown karena pandemi virus corona bagai dua sisi mata uang. Di satu sisi kualitas lingkungan membaik, tetapi di sisi lain ekonomi masyarakat terancam. 

Hal ini yang terjadi dengan para sherpa, sebutan bagi pemandu dan porter Gunung Everest yang tak memiliki pendapatan. 

Dikutip dari News.com.au, saat ini, kota di bukit Pegunungan Himalaya bernama Khumjung seharusnya ramai menjelang musim pendakian Gunung Everest. 

Namun aktivitas pendakian Himalaya ditutup sementara waktu. Didukung dengan oleh penutupan perbatasan negara dan perjalanan udara.

Baca juga: Nepal Tutup Pendakian Gunung Everest karena Virus Corona

Salah satu pintu masuk Gunung Everest, Nepal menangguhkan izinan untuk seluruh ekspedisi gunung pada 12 Maret 2020.

Para sherpa mengatakan mereka menghadapi masalah yang ruit, yakni menghidupi keluarga mereka. 

“Kami pergi ke gunung bukan karena kami mau, namun karena itu adalah pilihan satu-satunya bagi kami untuk bekerja,” kata seorang sherpa kepada AFP dikutip dari News.com.au.

Musim pendakian Gunung Everest yang dimulai pada awal April hingga akhir Mei, merupakan waktu sherpa mencari nafkah.

Dari hasil kerja dua bulan tersebut, mereka mampu memberi makan keluarga sepanjang tahun.

Pendaki dalam perjalanan menuju puncak Gunung Everest di Khumbu, Nepal, 18 Mei 2013.AP PHOTO / ALPENGLOW EXPEDITIONS, Adrian Ballinger Pendaki dalam perjalanan menuju puncak Gunung Everest di Khumbu, Nepal, 18 Mei 2013.

Para pemandu biasanya mendapatkan penghasilan antara 5.000 – 10.000 dollar AS setara Rp 79-160 juta sepanjang musim pendakian Gunung Everest.

Sherpa berusia 31 tahun ini merupakan seorang ayah dengan putra berusia enam tahun. Dia telah mencapai puncak Gunung Everest delapan kali.

Selama ini dia bertugas membantu puluhan pendaki mencapai puncak gung tertinggi di dunia tersebut.

“Saya rasa semua orang menderita dari hal yang sama,” katanya.

Baca juga: Imbas Wabah Corona, Kucing dan Rakun di Kafe Hewan Seoul Kesepian

Dia juga menambahkan bahwa biasanya saat ini dia berada di Everet base camp dan bersiap-bersama ratusan pendaki gunung untuk menunggu cuaca yang tepat menujuke Puncak Everest.

Virus corona telah membuat Everest base camp menjadi terbengkalai. Namche Bazaar sebagai kota terakhir sebelum mencapai markas tersebut juga terlihat kosong.

Para pemandu, kuli angkut, juru masak, dan staf pendukung lainnya harus kembali ke rumah dengan tangan kosong.

“Dengan batalnya musim, tidak ada orang yang mendapatkan pekerjaan. Mulai dari penerbangan, pertokoan, hingga kuli angkut. Benar-benar tidak ada pekerjaan,” katanya.

Lhakpa Sherpa memecahkan rekor sebagai perempuan yang paling banyak mencapai puncak gunung tertinggi di dunia.Michael Kodas via http://www.outsideonline.com Lhakpa Sherpa memecahkan rekor sebagai perempuan yang paling banyak mencapai puncak gunung tertinggi di dunia.

Sementara itu, Damian Benegas yang pernah memandu beberapa tim di Everest selama hampir dua dekade mengatakan bahwa terdapat beberapa pekerja yang paling terpukul.

Adapun pekerja yang dimaksud Benegas adalah para kuli angkut dan juru masak yang membuat ekspedisi tetap berjalan.

“Mereka tidak memiliki penghasilan cadangan atau kontrak apapun yang harus dijaga oleh para penyelenggara ekspedisi,” kata Benegas.

Baca juga: Pendaki Nepal, Nimsdai Berhasil Daki 14 Gunung Tertinggi dalam 6 Bulan 6 Hari

Akibat penangguhan pendakian Gunung Everest tersebut setidaknya ada potensi kehilangan 4 juta dollar AS atau setara dengan Rp 63,8 miliyar. Uang tersebut berasal dari pendapatan izin pendakian.

Izin untuk mendaki Gunung Everest dikenakan 11.000 dolar AS atau setara dengan Rp 175 juta per satu orang pendaki. Nilai tersebut belum termasuk perputaran ekonomi karena para pendaki.

Virus corona berdampak pada pendapatan masyarakta Nepal

Tidak hanya para Sherpa yang tengah terluka. Pariwisata menyumbang hampir 8 persen dari pendapatan domestik bruto Nepal.

Menurut World Travel and Tourism Council, industri pariwsata juga menyumbang lebih dari 1 juta pekerjaan di Nepal.

Baca juga: 1.266 Hotel Tutup karena Corona, Ini Usulan Asosiasi untuk Pemerintah

Nepal yang masih berusaha pulih dari gempa bumi besar pada tahun 2015 berharap dapat menarik 2 juta wisatawan pada tahun 2020. Namun, rencana tersebut kini hancur berantakan.

Meski begitu, penduduk wilayah Everest setuju dengan keputusan pemerintah. Risiko dari infeksi virus corona nyata.

Ilustrasi Nepal.shutterstock.com/lindrik Ilustrasi Nepal.

Musim semi mengundang ratusan pendaki mancanegara. Mereka juga melewati desa-desa penduduk setempat.

Sementara itu, di Everest base camp para pendaki dan staf pendukung dari Nepal harus tinggal dalam jarak yang dekat.

Baca juga: Menengok Masjid Shah Cheragh di Iran yang Jadi Tempat Produksi Masker Virus Corona

Seorang sherpa terkenal bernama Phurba Tashi mengatakan bahwa virus corona mampu mendatangkan malapetaka jika virus tersebut memasuk desa-desa setempat.

Tashi merupakan pendaki yang telah mendaki gunung Everest sebanyak 21 kali.

“Itu membuat kami kehilangan pekerjaan, namun itu adalah keputusan yang tepat. Di Khumjung, kami memiliki satu rumah sakit kecil dan sumber daya yang tidak mencukupi," kata Tashi.

"Bayangkan saja jika orang-orang di sini mulai sakit,” lanjutnya.

“Jika penyakit tersebut tiba, maka uang tidak bisa melakukan apapun. Bahkan orang-orang di negara berkembang pun tengah sekarat, bagaimana jadinya kalau itu terjadi pada kami di Nepal?” kata Phurba Namgyal.

Baca juga: Mulai Rp 8 Juta, Ini Kisaran Harga Wisata di Nepal Ala Backpacker

Saat ini terdapat seruan bagi pemerintah untuk memberikan paket bantuan ekonomi.

Presiden untuk Nepal Mountaineering Association, Santa Bir Lama, mengatakan bahwa pemerintah perlu mencari cara untuk mendukung orang-orang yang masih belum mendapatkan pekerjaan.

“Tidak hanya di gunung, namun juga di sektor lain,” kata Lama.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com