JAKARTA, KOMPAS.com - Industri pariwisata menjadi salah satu yang paling terdampak akan pandemi virus corona.
Pekerja pariwisata banyak yang kehilangan pekerjaan karena tidak ada kegiatan wisata. Kondisi ini tampak nyata di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).
Ketua Himpunan Pramuwisata Indonesia (HPI) Yogyakarta Imam Widodo mengatakan, hingga kini pemandu wisata tidak memiliki pemasukan sama sekali.
Mereka sudah berusaha bertahan hidup semampunya.
Baca juga: Pemandu Wisata di Manado Sambung Hidup Jadi Pengemudi Online dan Jualan Masker
"Ya akhirnya menganggur, karena mau coba usaha lain ya sulit. Saya saja coba jualan makanan, masker juga enggak jalan. Mungkin bukan bidangnya karena kami berpuluh-puluh tahun di bidang pemandu," kata Imam saat dihubungi Kompas.com, Minggu (19/4/2020).
Imam melanjutkan, pemerintah seolah-olah tidak melihat atau meniadakan pemandu wisata karena hingga kini tidak ada bantuan sama sekali yang diterima.
"Kami pramuwisata yang selalu dikatakan pemerintah ujung tombak pariwisata, saat ini tidak ada pemasukan sama sekali," jelas Imam.
"Kenyataannya sampai sekarang belum ada bantuan dari pemerintah bahkan ngaruhke (mempengaruhi bahasa Jawa) saja tidak. Seolah kami tidak ada," lanjutnya.
Ungkapan duka pramuwisata tersebut disampaikan Imam kendati sudah memenuhi syarat untuk melengkapi data anggota penerima bantuan.
Baca juga: 5.000 Pemandu Wisata di Bali Tak Punya Pekerjaan, Mau Banting Setir Tak Ada Lowongan
Kata dia, data tersebut sudah dikumpulkan HPI Yogyakarta ke Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf).
Data pemandu wisata juga sudah diberikan ke Pemerintah Daerah DIY melalui Dinas Tenaga Kerja dan Dinas Pariwisata. Namun sampai sekarang bantuan tak kunjung tiba.
"Belum ada kejelasannya," ujar Imam.
Ia melanjutkan HPI Yogyakarta mendapat respon dari pemerintah untuk mendaftar Kartu Pra Kerja masing-masing.
Namun diakuinya, pendaftaran tersebut juga mengalami kesulitan hingga sekarang. Ia sebagai ketua hingga kini tidak bisa melakukan proses pendaftaran Kartu Pra Kerja.
Ia juga menyinggung soal unsur pelatihan dalam Kartu Pra Kerja yang tidak sesuai dengan kondisi saat ini.
Baca juga: HPI Bali Soal Kartu Pra Kerja: Saat Ini Lebih Butuh Uang daripada Pelatihan