Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Dua Pelancong WNI yang Terjebak di Nepal Sebulan Lebih karena Lockdown

Kompas.com - 25/04/2020, 18:47 WIB
Silvita Agmasari

Penulis

KOMPAS.com - Dua orang warga Banjarmasin, Kalimantan Selatan, terkatung-katung di Nepal selama sebulan terakhir akibat karantina wilayah (lockdown) yang diberlakukan di negeri itu. 

Nepal menerapkan lockdown sejak 24 Maret 2020 dan hingga kini dua pelancong Indoneisa masih berjuang untuk bisa pulang ke Tanah Air.

Dari Nepal, Kamis (23/4/2020) menghubungi ANTARA

Mereka berharap dapat segera mendapatkan bantuan dari berbagai pihak agar bisa segera kembali ke Tanah Air.

Adi mengaku sudah berupaya menghubungi KBRI untuk bisa difasilitasi kembali ke Tanah Air, namun hingga kini juga belum mendapatkan kabar baik dan kepastian kapan bisa kembali.

Baca juga: Cerita Turis Asing yang Terjebak di Bali karena Pandemi Global Virus Corona

Selain itu, dia juga menempuh berbagai cara agar bisa kembali ke Indonesia, termasuk upaya ikut pesawat evakuasi berbayar dari pemerintah Jepang, karena waktu itu ada penerbangan langsung dari Tokyo ke Jakarta, namun upaya tersebut tidak berhasil.

Dia berharap Pemerintah Indonesia memperhatikan nasibnya dengan menyediakan pesawat evakuasi, baik itu dari dana negara ataupun bayar sendiri.

"Semakin lama di sini, semakin banyak biaya hidup yang kami keluarkan, ditambah kondisi psikis yang terus memburuk," katanya.

Annapurna Circuit trek di Nepal.Dok. Shutterstock/ Mazur Travel Annapurna Circuit trek di Nepal.

Ia menceriterakan berawal pada 7 Maret 2020, Adi, Teddy, dan Fauzan warga Banjarmasin, berangkat dari Banjarmasin menuju Nepal untuk melakukan pendakian.

Awalnya, perjalanan ketiganya berjalan lancar, tidak ada permasalahan berarti. Begitu sampai di Nepal, ketiganya melakukan perjalanan ke Poon Hiil.

Usai dari lokasi pendakian, pada 15 Maret Fauzan kembali ke Tanah Air. Sedangkan Adi dan Teddy melanjutkan perjalanan ke Annapurna Circuit dan 19 Maret mereka menerima kabar bahwa Nepal akan menerapkan karantina wilayah.

"Saat Pemerintah Nepal berencana memberlakukan karantina wilayah, saya berada di kawasan Annapurna Circuit Trek. Kondisi cuaca di ACT kurang bagus karena sering hujan salju dan berkabut," cerita Adi.

Baca juga: Maladewa Lockdown, Wisatawan yang Terjebak Malah Senang dan Tak Mau Pulang

Kondisi tersebut diakui Adi membuat jaringan seluler sering hilang, sehingga agak susah untuk mendapatkan informasi.

"Pada 19 Maret, saya dapat kabar bahwa Nepal akan dikarantina, hari itu juga saya memutuskan untuk menghentikan pendakian dan mencari mobil jeep yang berangkat keesokan harinya, untuk turun ke starting point," katanya.

Selanjutnya, 20 Maret, mereka berdua menempuh perjalanan menggunakan jeep selama 8 jam.

Lalu menyambung perjalanan lagi selama 4 jam menggunakan mikro bus ke kota Pokhara.

Suasana di Thamel, Kathmandu, NepalKompas.com/Wisnubrata Suasana di Thamel, Kathmandu, Nepal

 

Saat itu, Adi dan rekannya langsung mencari tiket pesawat terakhir tujuan Indonesia, tetapi semua pemesanan tiket daring statusnya no flight atau tidak tersedia penerbangan. 

Selanjutnya, 21 Maret mereka menuju kota Kathmandu menggunakan bus selama 8 jam.

Sampai di Park Pada, langsung naik taksi ke bandara berharap masih ada seat yang tersisa di kantor maskapai. Situasi di bandara waktu itu padat oleh banyak turis yang mencari tiket pulang.

Baca juga: Kisah Turis Asing di India Terpaksa Isolasi Diri di Goa, Kehabisan Uang untuk Hotel

"Tapi semua kantor maskapai yang ada di sana sudah tutup. Begitu pula dengan kantor maskapai di pusat kota. Hasilnya nihil tidak mendapatkan tiket pesawat," katanya.

Pada 22 dan 23 Maret masih semi karantina, hanya ada pembatasan jam malam. Kemudian 24 Maret hingga sekarang karantina wilayah total.

"Seharusnya, pada 26 Maret saya telah kembali ke Indonesia, tetapi hingga sekarang saya masih terkatung-katung di sini, tidak jelas kapan bisa kembali," katanya.

Sempat dikejar polisi karena beli bahan makanan

Saat ini, Adi dan rekannya tinggal di hotel Yala Peak di Kathmandu. Di tempat tersebut, dia bersama rekannya membantu karyawan hotel memasak makanan.

Beberapa hari sekali, dia harus keluar hotel untuk membeli persediaan logistik, walaupun harus dengan sembunyi-sembunyi.

"Situasinya sulit karena semua serba tutup termasuk supermarket, yang paling dikhawatirkan banyak orang adalah stok makanan. Untungnya, 1 April bandara sudah dibuka. Para turis masih bisa bernafas lega, meskipun akhirnya karantina wilayah diperpanjang," tuturnya.

Karantina wilayah kedua diperpanjang hingga 7 April dan bandara ditutup hingga 15 April dan baru dibuka sepekan setelah karantina wilayah #stayhome berakhir. 

Baca juga: Bagaimana Tren Wisatawan Setelah Pandemi Corona Berakhir?

Saat karantina wilayah itu supermarket maupun warung-warung warga ada yang buka dengan sembunyi-sembunyi.

"Saya masih bisa kabur ke warung-warung itu pada jam yang kemungkinan tidak ada polisi, yang bikin sedih harga kebutuhan lebih mahal. Apalagi status saya di sini warga negara asing, selalu dapat harga bule kalau belanja," katanya.

Karantina wilayah ketiga diperpanjang hingga 15 April dan bandara ditutup hingga 30 April atau 2 pekan setelah karantina wilayah #stayhome berakhir, baru bandara dibuka.

Namun, supermarket dan warung diperbolehkan buka antara pukul 16.00-18.00 waktu setempat dan sudah tidak sembunyi-sembunyi lagi kalau mau belanja.

Adi Murdani warga Banjarmasin di Nepal mendapatkan bantuan berupa uang tunai dari KBRI yang diwakilkan oleh Konsultan Kehormatan di Kathmandu, untuk dibelikan logistik selama dia terlockdown di Nepal, Kamis (23/4) 2020. (Antaranews Kalsel/HO/Adi Murdani).Dok. Antaranews Kalsel/HO/Adi Murdani Adi Murdani warga Banjarmasin di Nepal mendapatkan bantuan berupa uang tunai dari KBRI yang diwakilkan oleh Konsultan Kehormatan di Kathmandu, untuk dibelikan logistik selama dia terlockdown di Nepal, Kamis (23/4) 2020. (Antaranews Kalsel/HO/Adi Murdani).

Karantina wilayah diperpanjang lagi dari 16-27 April. Kali ini lebih ketat kembali seperti karantina wilayah pertama.

"Saya pernah diusir polisi dan disuruh pulang ke hotel saat mau ke supermarket," katanya.

Pernah juga, dia harus lari dari razia polisi saat mau belanja ke toko bahan makanan. Terakhir  pada 19 April, saat antre membeli roti di warung dibubarkan polisi dan tokonya langsung tutup.

"Alhamdulilah, hari ke 31 terkarantina, pada Kamis (24/4) saya mendapatkan bantuan berupa uang tunai dari KBRI yang diwakilkan oleh Konsultan Kehormatan di Kathmandu, untuk dibelikan logistik," katanya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com