JAKARTA, KOMPAS.com - Siapa yang bisa menolak nikmatnya hidangan ini? Dawet dan cendol cocok sebagai hidangan berbuka puasa. Sekilas kedua kudapan ini tidak ada bedanya.
Baca juga: Beda Cendol Indonesia dengan Cendol di Negara Lain
Cendol dan dawet memiliki bentuk yang sama. Keduanya sama-sama dihidangkan dengan larutan gula merah sebagai pemanis dan diguyur dengan santan.
Lantas apa yang membedakan kedua hidangan ini? Hidangan ini ternyata memiliki beberapa perbedaan yang menonjol, berikut beberapa perbedaan dawet dan cendol.
Perbedaan yang menonjol antara cendol dan dawet yakni bahan bakunya. Cendol dan dawet sama-sama terbuat dari tepung, tetapi meggunakan jenis tepung yang berbeda.
Baca juga: Dawet Kok Pakai Sambal, Apa Enaknya...
"Kalau dawet itu dari masa lalu, sebut dalam Kakawin Kresnayana, menggunakan bahan baku tepung beras. Sementara sampingannya seperti santan dan cairan gula merah sudah umum dari dulu," jelas Sejarawan Kuliner, Fadly Rahman kepada Kompas.com, Rabu (5/12/2018).
Sementara cendol menggunakan tepung kacang hijau atau hunkwe.
Sumber lain dari buku Bukan Sekedar Es Cendol dan Es Dawet Biasa, karya Dewi Untari, Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama, juga menjabarkan perbedaan cendol dawet.
Cendol ada yang dibuat dari sagu aren, tepung beras, dan hunkwe. Sementara itu, dawet umumnya dibuat hunkwe dan tepung beras saja.
Namun, biasanya dawet merupakan rebusan tepung beras. Warna hijau diperoleh dari perasan daun pandan.
Sementara itu, pemanisnya menggunakan gula kelapa. Santan yang digunakan sebaiknya alami dari perasan buah kelapa segar.
Sejarawan Kuliner, Fadly Rahman juga mengatakan cendol dan dawet secara historis sama. Namun daerah penyebarannya saja yang berbeda.
Baca juga: Dari Manakah Cendol Berasal?
"Cendol dan dawet historisnya sama cuma penyebarannya saja berbeda," kata Fadly kepada Kompas.com.
Sebutan cendol dekat dengan masyarakat Jawa Barat. Sementara dawet merupakan sebutan di wilayah Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Namun Fadly menekanan, secara rasa dan wujud dari cendol maupun dawet itu tidak ada bedanya.
Cendol dan dawet juga menyebar ke negara-negara lain seperti Singapura, Malaysia, hingga Thailand. Namun dawet diduga kuat berasal dari Indonesia.
Hal itu dibuktikkan dengan maraknya dawet di wilayah pedesaan tempo dulu sampai detik ini. Dawet sendiri produk pedesaan agraris. Sebab dawet terbuat dari tepung beras.
Awalnya, prang-orang Banjarnegara dan Banyumas membuat dawet di daerah mereka. Namun kemudian dawet versi kedua daerah ini menyebar luas.
Dari situlah dawet ayu khas Banjarnegara dikenal. Pedagangnya juga belum tentu warga asli Banjarnegara, tetapi nama dawetnya tetap dawet ayu khas Banjarnegara.
Baca juga: Dawet Ayu, Segarnya Urbanisasi Nusantara
Seperti dikutip dari sebuah artikel di Harian Kompas, keterkenalan dawet ayu awalnya masih di seputar Banyumas. Namun, belakangan pada tahun 2.000-an dawet ayu khas Banjarnegara bisa ditemukan di Medan, Bali, Lombok, bahkan di depan sebuah mal di Abepura, Papua.
Persebaran dawet ayu juga didorong adanya mobilisasi massa yang terjadi pada tahun 1980-an.
Buku "Bukan Sekedar Es Cendol dan Es Dawet Biasa", karya Dewi Untari, Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama bisa dibeli di Gramedia.com.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.