KOMPAS.com – Turut dikenal sebagai “Afghan Chapel”, Masjid Adelaide merupakan masjid tertua di Australia yang masih berfungsi hingga kini.
Masjid tersebut memiliki makna nasional. Bahkan, menurut situs resminya, juga dianggap sebagai salah satu dari sedikit peninggalan imigrasi warga Afghanistan ke Australia Selatan.
Hal tersebut yang menciptakan adanya budaya Afghanistan dan Islam di sana.
Awalnya, Masjid Adelaide didirikan oleh sekelompok penunggang unta dari Afghanistan dan India Utara. Masjid tersebut didirikan pada sekitar tahun 1888 – 1889.
Baca juga: Masjid Huaisheng, Masjid Tertua di China yang Terkenal dengan Menara Mercusuarnya
Menurut laman adelaidia.sa.gov.au, awalnya masjid tersebut didahului oleh dua masjid yang dibangun dengan tanah yang dimampatkan.
View this post on Instagram???? ???? ? ??. . #adelaide #adelaidemosque #adelaidecentralmarket #chinatown #lunayearsstreetparty
Atapnya pun dibuat dari jerami oleh para penunggang unta di Hergott Springs. Bangunan terbuka ini terletak tepat di sebelah kolam untuk berwudhu.
Gaya arsitekturnya mencerminkan gaya bangunan tempat asal para penunggang unta tersebut yaitu Afghanistan, Baluchistan, dan India Barat Laut yang kini merupakan bagian dari Pakistan.
Selanjutnya, dua masjid tersebut dibangun menjadi Masjid Adelaide yang dipimpin oleh Haji Mullah. Mullah merupakan bagian dari penunggang unta pertama yang tiba di selatan Australia pada 1865.
Pembangunan masjid tersebut berawal dari keinginan Mullah akan tempat bagi para pedagang untuk mempraktikkan keyakinan mereka.
Baca juga: Masjid Kobe, Masjid Pertama dan Tertua di Jepang yang Selamat dari Perang Dunia II
Seorang warga Afghanistan asal Distrik Quetta bernama Abdul Wahid menjadi wali dan juga pembangun masjid tersebut.
Sebelum dibangunnya Masjid Adelaide, mereka yang terkait dalam pembangunan tersebut mengumpulkan sumbangan dari sebuah komunitas Muslim kecil.
Rencana pembangunan disetujui oleh Dewan Kota Adelaide pada 1887. Tahap pembangunan pertama hanya membutuhkan waktu dua tahun untuk diselesaikan.
Baca juga: Pengalaman WNI Puasa di Australia, Rindu Kumandang Azan Masjid
Bangunan dibangun menggunakan batu dan batu bata sederhana seharga 450 poundsterling, setara dengan Rp 8 juta berdasarkan kurs 2020.
Empat menara masjid ditambahkan ke masjid tersebut pada 1903. Taman di sekitarnya membuat suasana untuk beribadah menjadi menyejukkan.
Taman tersebut dipenuhi oleh berbagai macam bunga warna-warni yang menghiasi hijaunya pepohonan di sana. Ada juga tanaman rambat yang terlihat indah.
Masjid Adelaide memiliki sebuah lapangan besar terbuka yang terletak di sisi timur. Lapangan tersebut berisi sebuah tanki dan air mancur yang dijadikan tempat mengambil wudhu.
Sisi timur masjid juga dijadikan sebagai pintu masuk yang dipenuhi dengan kolom melengkung. Sebelum masuk ada baiknya melepas alas kaki terlebih dahulu.
Baca juga: Menengok Masjid Shah Cheragh di Iran yang Jadi Tempat Produksi Masker Virus Corona
Di sepanjang jalan masuk tidak terlihat dekorasi apa pun. Namun, terdapat beberapa jendela dan dinding yang melengkung yang dijadikan sebagai tempat untuk menaruh Al-Quran.
Pada tahun-tahun berikutnya saat jumlah penunggah unta berkurang dan kembali ke negara masing-masing, Masjid Adelaide menjadi terbengkalai.
Kendati demikian, para migran asal Eropa dan Indonesia mengembalikan kejayaan populasi masjid tersebut setelah Perang Dunia II. Ada juga migran Bosnia yang pada 1952 turut membantu pemulihan masjid.
Baca juga: Puasa di Islandia Saat Corona: Tidak Ada Ibadah di Masjid dan Buka Bersama Makanan Khas Nusantara
Masjid Adelaide pun selanjutnya menjadi tempat beribadah para migran Muslim asal Lebanon, Pakistan, Indonesia, Malaysia, dan beberapa area bekas Yugoslavia.
Masjid Adelaide terletak di 28/20 Little Gilbert St, Adelaide SA 5000 dan selalu buka 24 jam.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.