JAKARTA, KOMPAS.com – Rempah merupakan bagian dari tumbuhan yang kerap digunakan sebagai bumbu pelengkap makanan.
Di Indonesia sendiri rempah sangat beragam. Mulai dari lada, kayu manis, cengkeh, pala, jahe, hingga kapulaga.
Rempah biasa digunakan sebagai bumbu makanan. Namun, ternyata dahulu rempah tidak identik digunakan sebagai bumbu pelengkap makanan melainkan untuk pengobatan.
Baca juga: Rempah, Penyebab Awal Kolonialisme di Tanah Air
Bahkan, menurut Sejarawan dan Pengajar Sejarah Program Studi Sejarah Universitas Padjadjaran, Fadly Rahman, kamper digunakan untuk membalsem mayat.
Di antaranya adalah kamper asal Jazirah Arab dan Afrika bernama Commiphora Myrrha, dan kamper asal kepulauan Nusantara bernama Cinnamomum-Camphora.
Ilustrasi cinnamomum camphora atau kayu manis, salah satu kampor.
Fadly menuturkan bahwa rempah tersebut merupakan salah satu dari komoditas yang paling diburu oleh masyarakat zaman dulu.
Lebih tepatnya pada “abad rempah” yang merupakan periode maraknya penelusuran kepulauan Nusantara guna mencari rempah-rempah.
“Selain kamper, komoditas rempah yang sangat diburu adalah pala, cengkeh, dan kayu manis,” kata Fadly dalam sesi webinar bertajuk Goyang Lidah Dengan Rempah-rempah, Senin (11/5/2020).
Baca juga: Apa itu Pala? Asal Usul, Penggunaan, Hingga Cara Menyimpannya
“Tapi kalau dilacak manfaatnya apakah benar rempah untuk menggoyang lidah para leluhur, untuk kebutuhan kuliner, namun pada zaman dulu rempah-rempah tidak lebih dari sekadar simbol eksotisme, kekayaan, prestise, dan sarat dengan kesakralan,” lanjutnya.
Ilustrasi cengkeh, rempah yang dulu digunakan sebagai pengharum mulut.
Fadly turut menceritakan bahwa menurut seorang filsuf bernama Theophrastus (sekitar 372 – 287 masehi), rempah seperti lada justru lebih banyak digunakan oleh tabib ketimbang juru masak.
Sementara di China pada periode Dinasti Han, cengkeh digunakan sebagai pengharum mulut. Digunakan saat berbicara dengan seorang kaisar atau pejabat tinggi lainnya.
“Rempah orientasinya memang bukan untuk selera masak. Di Eropa pada abad pertengahan, rempah digunakan untuk mengawetkan daging atau untuk menutupi bau amis daging walaupun khasiat tidak optimal,” kata Fadly.
Jejak penggunaan rempah dalam kuliner Indonesia kuno terletak pada sebagian prasasti dan naskah yang tersebar di Pulau Jawa.
Menurut penelitian H.I.R. Hinzler dalam Eten en drinken in het Oude Java (2005), terdapat beberapa relif candi yang menunjukkan penggunaan rempah dalam seni boga kuno.
Kendati cengkeh dan pala merupakan rempah yang mungkin hampir selalu digunakan oleh banyak orang, tetapi keduanya tidak terlalu sering digunakan dalam kuliner Jawa kuno.
Ilustrasi beragam rempah.
Rempah yang digunakan di antaranya adalah asem, jahe, bawang merah, bawang putih, cabai jawa, serai, dan daun salam.
Kemudian merica, lengkuas, kemiri, keluak, kapulaga, jinten, kencur, kunyit, dan kayu manis.
“Ini yang sering digunakan oleh leluhur Jawa kuno. Rempah juga dulu banyak digunakan sebagai bahan pemberi rasa pedas dan penghangat,” kata Fadly.
Penggunaan tersebut sudah ada sebelum tahun 1600-an. Periode tersebut disebut Fadly sebagai “era pra-sambal”.
Sebab, makanan yang ada pada saat itu didominasi oleh warna kuning dan bukan warna merah.
Rempah yang digunakan sebagai bumbu untuk menambah cita rasa pedas dan penghangat di antaranya adalah jahe, cabai jawa (piper retrofractum), lada, dan cabai (capsicum).
Dalam sebuah buku masak kuno Bali bernama Dharma Caruban, terdapat tiga olahan pedas yang dibuat menggunakan rempah.
Tiga olahan tersebut berbeda dan bahkan tidak disebutkan dalam naskah kuliner Jawa kuno.
“Seperti jahe, laos, kencur, dan ketumbar (untuk basa). Lalu ada bawang merah, bawang putih, lada, terasi, garam, kencur, dan gula (untuk sambel). Ada juga yang menggunakan cabai Jawa yang sekarang hanya digunakan untuk jamu oleh masyarakat Jawa kuno,” kata Fadly.
Ilustrasi biji pala
Dalam catatan Jan Huygen van Linschoten, Fadly menuturkan bahwa di Kepulauan Maluku dulunya cengkeh dijadikan sebagai alat barter.
“Cengkeh kemudian ditukar dengan beras, jagung, bawang merah, bawang putih, dan lain-lain. Artinya, komoditas bukan untuk konsumsi melainkan kebutuha niaga,” tutur Fadly.
Selanjutnya, rempah seperti cengkeh, pala, dan lada kerap digunakan sebagai kebutuhan medis dan meningkatkan gairah seksual.
Tulis komentar dengan menyertakan tagar #JernihBerkomentar dan #MelihatHarapan di kolom komentar artikel Kompas.com. Menangkan E-Voucher senilai Jutaan Rupiah dan 1 unit Smartphone.
Syarat & Ketentuan