Survei informal IATA terhadap 18 maskapai penerbangan besar pada Januari – Maret 2020 hanya mengidentifikasi tiga cara dugaan transmisi virus corona saja. Semuanya berasal dari penumpang ke kru.
Sementara empat cara lain merupakan laporan transmisi jelas dari pilot ke pilot yang bisa saja terjadi saat sebelum, dalam, atau sesudah penerbangan termasuk saat pemberhentian en route (layover).
Tidak ada perumpamaan dugaan transmisi virus corona dari penumpang ke penumpang.
Pemeriksaan yang lebih terperinci oleh IATA dalam pelacakan kontak 1.100 penumpang dalam periode yang sama. Para penumpang tersebut terkonfirmasi virus corona setelah melakukan perjalanan udara.
Namun, pemeriksaan tersebut juga tidak menemukan transmisi sekunder di antara lebih dari 100.000 penumpang dalam penerbangan yang sama. Hanya dua kemungkinan kasus yang ditemukan di antara anggota kru.
Baca juga: Syarat Penumpang Pesawat dan Rute yang Dilayani Garuda Indonesia Saat Ini
Terdapat beberapa alasan yang masuk akal mengapa virus corona yang terutama disebarkan melalui tetesan pernapasan (droplet respitory) tidak menghasilkan transmisi dalam pesawat yang lebih banyak.
Ada juga alasan mengapa perjalanan udara berbeda dengan moda transportasi umum lainnya yaitu sebagai berikut:
Filter High Efficiency Particulate Air (HEPA) dalam pesawat modern membersihkan udara kabin menjadi seperti kualitas dalam ruang operasi di rumah sakit. Filter tersebut juga selanjutnya dibantu dengan sirkulasi udara segar yang tinggi.
Terkait kursi tengah yang dikosongkan, jika dilakukan, hal tersebut tidak akan mencapai pemisahan yang direkomendasikan untuk jaga jarak sosial yang efektif.
Sebab, sebagian besar otoritas merekomendasikan jarak 1–2 meter, sementara jarak rata-rata kursi pesawat kurang dari 50 cm.
“Kami membutuhkan vaksin, paspor imunitas, atau tes Covid-19 efektif yang bisa diberikan dalam skala yang besar. Semua hal itu sangat menjanjikan. Namun, tidak ada yang akan direalisasikan sebelum kami harus memulai kembali industri penerbangan,” kata Juniac.
“Maka dari itu, kami harus siap dengan beberapa langkah. Kombinasi yang akan mengurangi risiko penularan dalam pesawat yang sudah rendah," lanjutnya.
Baca juga: Rute Domestik yang Dilayani Lion Air Saat Ini dan Syarat Penumpang Pesawat
Seruan akan langkah jaga jarak sosial dalam pesawat disebut akan menggeser ekonomi penerbangan dengan memotong faktor muatan maksimum menjadi 62 persen.
Hal tersebut berada jauh di bawah rata-rata yaitu 77 persen. Dengan sedikitnya kursi yang dijual, biaya akan meningkat dengan tajam.
Dibandingkan dengan tahun 2019, tarif pesawat harus naik secara dramatis hanya untuk menutup biaya. Tarif naik antara 43–54 persen tergantung wilayah.
“Maskapai penerbangan berjuang untuk kelangsungan hidup mereka. Menghilangkan kursi tengah akan meningkatkan biaya. Jika itu bisa diimbangi dengan tarif yang lebih tinggi, maka era perjalanan dengan biaya terjangkau akan selesai,” kata Juniac.
“Di sisi lain, apabila maskapai tidak bisa menutup biaya dengan tarif yang lebih tinggi, maka maskapai akan bangkrut,” lanjutnya.
Juniac menuturkan, tidak ada pilihan yang baik saat dunia akan membutuhkan konektivitas yang kuat untuk membantu dalam pemulihan ekonomi setelah dihancurkan oleh virus corona.
Baca juga: Astindo Keberatan Pemerintah Tak Libatkan Travel Agent dalam Penjualan Tiket Pesawat