Tradisi roti yang ditangguhkan ini berbeda dari yang lain karena sangat terkait dengan kebudayaan lokal dan agama.
Pemberian ekmek (roti) merupakan sesuatu yang penting di Turki. Berdasarkan kepercayaan Islam, roti menopang kehidupan. Perlindungan terhadap kehidupan merupakan sesuatu yang suci.
“Roti sangatlah penting untuk dimakan, dan mewakilkan kelaparan-kekenyangan, atau kelaparan-keputusasaan,” kata Febe Armanios mengutip BBC.
Febe Armanios sendiri merupakan profesor sejarah di Middlebury College, Vermont, Amerika Serikat yang berfokus pada hubungan Kristen-Muslim di Timur Tengah dan sejarah kuliner.
Di Turki, roti putih biasa dipanggang dua kali sehari. Setiap hidangan selalu disertai dengan sekeranjang penuh roti segar yang sudah diiris.
Sisa roti yang tidak termakan dan sudah basi pun tidak dibuang. Mereka membuatnya menjadi French toast dan remah roti.
Bahkan sering kali terlihat di beberapa jalan di Turki kantung plastik berisikan roti lama bagi mereka yang ingin memakannya, atau dijadikan sebagai makanan hewan.
Tidak diketahui secara pasti kapan dan bagaimana askida ekmek bermula. Namun Febe Armanios mengatakan konon tradisi berbagi roti berakar dari zaman Ottoman.
“Tradisi ini terkait dengan konsep zakat, pilar iman Muslim yang berfokus pada berbagai tindakan amal,” kata Armanios.
Dulu para sultan Ottoman menggunakan rasa hormat rakyatnya kepada roti tersebut untuk melegitimasi aturan mereka dan mendapatkan kesetiaan.
Hal ini dipercaya bahwa penduduk yang cukup makan akan patuh dan memiliki kemungkinan kecil untuk memberontak jika harga makanan pokok seperti roti stabil.
Regulator pasar, disebut juga muhtasib, mengatur penjualan roti guna mengendalikan harga dan memastikan bahwa bahan murahan tidak digunakan sebagai pengganti tepung.
Para sultan Ottoman juga menyerukan mereka yang mampu untuk membantu orang lain yang membutuhkan.