Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

7 Desa Ini Pungut Biaya Masuk, Apakah Setimpal?

Kompas.com - 15/05/2020, 09:14 WIB
Syifa Nuri Khairunnisa,
Kahfi Dirga Cahya

Tim Redaksi

Sumber SCMP


KOMPAS.com – Overtourism jadi salah satu masalah yang menyebabkan kehancuran beberapa destinasi wisata populer di dunia.

Kini, dengan lebih dari setengah populasi dunia tengah menjalani lockdown, berbagai kota, resor tepi pantai, dan ekosistem natural lainnya jadi punya kesempatan untuk bisa sembuh dan kembali seperti sedia kala.

Dilansir dari South China Morning Post, cepat atau lambat industri pariwisata bernilai miliaran dolar AS ini akan berbenah dan berusaha menarik masyarakat untuk kembali berwisata.

Seperti apa bentuk dari hasil berbenah industri pariwisata memang belum jelas. Namun, pembatasan mulai berhenti secara bertahap.

Sementara itu, negara-negara yang dianggap bisa mengelola krisis dengan baik pasti akan jadi tujuan utama para wisatawan yang nantinya tidak akan mau mengambil resiko besar dalam hal pariwisata.

Harga penerbangan mungkin akan naik, terutama jika bangku tengah di pesawat harus dibiarkan kosong untuk menciptakan physical distancing bagi para penumpang.

Namun, dengan banyaknya permintaan, banyak hotel dan juga penginapan seperti Airbnb dan penginapan lainnya mungkin akan menawarkan banyak diskon menarik.

Penawaran menarik juga mungkin akan ditawarkan untuk tiket masuk ke taman bermain, museum, dan taman nasional.

Otoritas di Venesia, Italia bahkan sudah meninggalkan rencana soal pajak wisatawan, dan hal ini mungkin tidak hanya akan terjadi di Venesia saja.

Di sisi lain, ada desa-desa berikut yang sepertinya sangat menarik dan otentik, mereka justru menetapkan tiket masuk bagi para pengunjung yang ingin berwisata ke sana.

Hanya waktu yang bisa menjawab apakah desa-desa berikut akan mencoba untuk mengurangi harga tiket masuk mereka atau bahkan benar-benar menghapuskannya.

Berikut daftar desa yang menerapkan biaya masuk.

Nusfjord

Desa Nusfjord di NorwegiaShutterstock Desa Nusfjord di Norwegia

Nusfjord adalah sebuah desa nelayan yang terletak di Kepulauan Lofoten di Norwegia. Di pertengahan abad ke-19, lebih dari 1500 orang tinggal di sini, di kabin kayu selama musim memancing ikan kod.

Kini, populasinya sudah menurun jauh, tersisa 22 orang, dan seringkali terkalahkan dengan lusinan wisatawan yang berkunjung ke sana.

Kabin kayu di sana dibangun di panggung di atas air. Kabin-kabin tersebut terlihat rapi dan juga disewakan untuk para pengunjung.

Bangunan bersejarah jadi atraksi desa tersebut yang bisa kamu lihat dalam tur berjalan kaki di kota.

Beberapa bangunan tersebut termasuk toko perlengkapan sehari-hari, pabrik minyak ikan kod, tempat pandai besi, tempat pengasapan ikan salmon, dan museum penangkapan ikan paus.

Harga tiket masuk ke desa ini adalah 100 kroner Norwegia atau sekitar Rp 146.706.

Baca juga: Norwegia Dikenal Punya Durasi Puasa Terlama, Ternyata Ada yang Puasa 13-14 Jam Saja, Kenapa?

Clovelly

Desa nelayan Clovelly di Devon, InggrisShutterstock Desa nelayan Clovelly di Devon, Inggris

Clovelly merupakan desa nelayan tradisional yang ada di Inggris. Jalanan di desa Clovelly terbuat dari batu-batu besar dan hampir tak ada mobil di sana.

Daerah ini dimiliki secara pribadi oleh tiga keluarga, yakni keluarga Giffords, Carys, dan Hamlyns sejak 1242.

Area Devon Utara berhasil mempertahanakn pesona dan karakternya berkat Christine Hamlyn bahkan selama 80 tahun setelah kematiannya.

“Queen of Clovelly” telah membangun kembali, memperbaiki, dan mempercantik jalanan kusam di Clovelly dan pondok-pondok tua yang ada di lereng bukit.

Clovelly mulai menarik wisatawan era Victoria yang ingin pergi dari udara berpolusi di kota-kota industri Inggris. Tren tersebut pun terus belanjut. Tahun lalu saja, 150.000 orang mengunjungi desa nelayan ini.

Baca juga: Pasca Brexit, Inggris Ganti Warna Paspor?

 

Hongcun

Desa kuno Hongcun di ChinaJono Photography / Shutterstock.com Desa kuno Hongcun di China

Desa Hongcun sudah masuk kategori dalam Unesco World Heritage. Desa ini terletak di provinsi Anhui di China dan dibangun dengan prinsip feng shui selama dinasti Song, sekitar 900 tahun yang lalu.

Desa ini diibaratkan seperti lukisan cat air yang muncul di kehidupan asli. Desa ini dibangun dalam bentuk lembu, dengan Bukit Leigang yang jadi kepalanya.

Kediaman masyarakatnya terkoneksi dengan jalur-jalur perairan yang berujung ke Nanhu (Danau Selatan) dan Yuezhao (Moon Pond) yang disinari dengan barisan lentera setiap malamnya.

Hongcun jadi satu dari banyak kandidat untuk mendapatkan titel Venesia di Timur. Desa ini juga jadi latar belakang untuk beberapa adegan di film nominasi Oscar, Crouching Tiger, Hidden Dragon (2000).

Harga tiket masuk ke desa Hongcun ini adalah 104 yuan China atau sekitar Rp 218.023.

Baca juga: Libur Panjang, 85 Juta Wisatawan China Tercatat Plesiran di Negaranya

Maasai

Pria Maasai di dekat gubuknyaAnton Petrus / Shutterstock.com Pria Maasai di dekat gubuknya

Banyak jalur safari ke Kenya dan Tanzania termasuk kunjungan ke pemukiman Maasai. Para wisatawan yang tidak mau jadi bagian dari hal yang seringkali dideskripsikan sebagai sirkus manusia bisa melewati lagu sambutan dan 'adumu', atau tarian melompat.

Wisatawan bisa memilih untuk berkeliling ke sekitar pemukiman dengan rumah-rumah bergaya pedesaan yang terbuat dari lumpur tersebut.

Para suku di sana yang mayoritas penggembala ternak sadar bahwa mereka telah mengomersialisasi kebudayaan Maasai. Namun mereka sudah bersiap untuk membuat wisatawa bersenang-senang dan mau mengeluarkan pundi-pundi uang.

Para pria menggunakan pakaian panjang dengan warna terang dan juga tombak. Sementara para wanita menunjukkan perhiasan manik-manik mereka yang juga bisa dibeli oleh para wisatawan.

Tiket masuk ke pemukiman Maasai biasanya dihargai sekitar 20 dolar Amerika per orang atau sekitar Rp 297.221 yang langsung dibayarkan ke ketua desa.

Baca juga: Karibu Tanzania...

Cat Cat

Desa Cat Cat di VietnamPrawat Thananithaporn / Shutterstock.com Desa Cat Cat di Vietnam

Desa Cat Cat terletak di lembah Muong Hoa yang indah di utara Vietnam. Daerah ini dihiasi dengan perbukitan, sungai, dan sawah yang dihuni oleh orang-orang Hmong.

Desa ini terletak sekitar 30 menit berjalan kaki menuruni lembah dari bekas stasiun bukit Perancis di Sapa, kamu bisa menyejukkan diri di sungai yang ada di perjalanan dan mengagumi roda air raksasa yang biasanya digunakan untuk menggiling padi.

Kamu juga bisa berhenti dan menikmati kopi sambil melihat air terjun di sana, serta berfoto dengan warga lokal dengan menggunakan baju tradisional dan berbelanja suvenir.

Ketika kamu sudah siap untuk kembali ke Sapa, kamu juga bisa membawa beberapa dolar untuk naik taksi motor. Kamu bisa menghindari jalur pendakian sejauh 3 kilometer.

Harga tiket masuknya adalah 70 ribu dong Vietnam atau sekitar Rp 44.650 dan akan disalurkan untuk perawatan desa dan pada keluarga-keluarga yang sudah membuka rumah mereka untuk para wisatawan.

Baca juga: Vietnam Mulai Buka Tempat Wisata untuk Wisatawan Domestik

 

Supai

Desa Supai di Reservasi Indian Havasupai, Grand CanyonShutterstock Desa Supai di Reservasi Indian Havasupai, Grand Canyon

Lebih dari 6 juta wisatawan mengunjungi taman nasional Grand Canyon tahun lalu. Tersembunyi di formasi batu terjal, terletak satu-satunya desa di ngarai kuno tersebut.

Supai terletak sekitar 13 kilometer dari jalanan terdekat. Supai juga sekaligus jadi komunitas paling terpencil di 48 negara bagian di Amerika Serikat.

Satu-satunya cara untuk mencapai pemukiman ini dan juga air terjun berwarna tosca di sana adalah dengan menggunakan helikopter atau dengan berjalan kaki dan bisa juga menggunakan rusa, yang jadi cara untuk mengirim surat ke sana.

Desa ini jadi bagian dari Reservasi Indian Havasupai, yang artinya orang-orang perairan biru-hijau. Mereka sudah tinggal di Grand Canyon selama lebih dari 800 tahun. Kini mereka mendapatkan pemasukan dari tiket masuk dan biaya camping.

Tiket masuk ke Supai beserta biaya lingkungan dan pajak dihargai sekitar 110 dolar Amerika atau sekitar Rp 1,6 juta per orang. Sementara pondok untuk empat orang dihargai sekitar Rp 6,5 juta per kamar per malam.

Lalu untuk izin camping dihargai mulai dari 100 dolar Amerika atau sekitar Rp 1,4 juta per malam dengan durasi menginap minimal tiga malam.

Baca juga: Mengunjungi Lembah Raksasa Grand Canyon

Huai Sua Tao

Sekelompok perempuan leher panjang di Thailand sedang menarikSergeBertasiusPhotography / Shutterstock.com Sekelompok perempuan leher panjang di Thailand sedang menarik

Desa ini adalah salah satu dari banyak “desa leher panjang” di Thailand. Para penghuninya adalah suku Kayan yang keluarga mereka dahulu pergi dari konflik di Burma (sekarang Myanmar) pada tahun 1980-an. Mereka bertempat tinggal di kamp pengungsian.

Para wanita secara tradisional menggunakan cincin kuningan berat yang akan memperpanjang leher mereka. Leher panjang ini jadi penanda kecantikan.

Tak perlu waktu lama bagi para wanita yang sering dipanggil sebagai wanita jerapah ini untuk jadi daya tarik pariwisata.

Terdapat beberapa rumor eksploitasi. Para wanita disebutkan menerima sedikit uang yang mereka hasilkan. Mereka juga disebut berada di keadaan terlupakan yang semi-legal.

Tanpa kewarganegaraan Thailand, mereka hanya punya akses terbatas untuk layanan dasar seperti layanan kesehatan dan pendidikan.

Ada saja pengunjung yang tidak sensitif yang menyodokkan jari mereka ke cincin lehernya, secara umum mengobjektifikasi para wanita tersebut.

Sementara sebagian pengunjung lainnya merasa sangat tidak nyaman karena sadar bahwa mereka sudah memesan tur kebun binatang manusia.

Tiket masuk ke Huai Sua Tao dan desa-desa Kayan lainnya adalah sekitar 250 baht Thailand atau sekitar Rp 115.913.

Baca juga: We Love Thailand, Kampanye Pariwisata Domestik Thailand Saat Pandemi Usai

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Sumber SCMP
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Panduan Lengkap ke Desa Wisata Koto Kaciak, Simak Sebelum Datang

Panduan Lengkap ke Desa Wisata Koto Kaciak, Simak Sebelum Datang

Travel Tips
Traveloka Resmikan Wahana Baru di Kidzania Jakarta, Ada Diskon 25 Persen

Traveloka Resmikan Wahana Baru di Kidzania Jakarta, Ada Diskon 25 Persen

Travel Update
Barcelona Hapus Rute Bus dari Google Maps, Ini Alasannya

Barcelona Hapus Rute Bus dari Google Maps, Ini Alasannya

Travel Update
4 Tips Berkunjung ke Desa Wisata Koto Kaciak, Datang Pagi Hari

4 Tips Berkunjung ke Desa Wisata Koto Kaciak, Datang Pagi Hari

Travel Tips
Cara Menuju ke Desa Wisata Lerep Kabupaten Semarang

Cara Menuju ke Desa Wisata Lerep Kabupaten Semarang

Jalan Jalan
4 Oleh-Oleh Desa Wisata Koto Kaciak, Ada Rinuak dan Celana Gadebong

4 Oleh-Oleh Desa Wisata Koto Kaciak, Ada Rinuak dan Celana Gadebong

Travel Tips
Istana Gyeongbokgung di Korea Akan Buka Tur Malam Hari mulai Mei 2024

Istana Gyeongbokgung di Korea Akan Buka Tur Malam Hari mulai Mei 2024

Travel Update
Desa Wisata Lerep, Tawarkan Paket Wisata Alam Mulai dari Rp 60.000

Desa Wisata Lerep, Tawarkan Paket Wisata Alam Mulai dari Rp 60.000

Jalan Jalan
Itinerary Seharian Sekitar Museum Mpu Tantular Sidoarjo, Ngapain Saja?

Itinerary Seharian Sekitar Museum Mpu Tantular Sidoarjo, Ngapain Saja?

Jalan Jalan
 7 Olahraga Tradisional Unik Indonesia, Ada Bentengan

7 Olahraga Tradisional Unik Indonesia, Ada Bentengan

Jalan Jalan
5 Tips Liburan dengan Anak-anak Menggunakan Kereta Api Jarak Jauh

5 Tips Liburan dengan Anak-anak Menggunakan Kereta Api Jarak Jauh

Travel Tips
Mengenal Desa Wisata Koto Kaciak, Surga Budaya di Kaki Bukit Barisan

Mengenal Desa Wisata Koto Kaciak, Surga Budaya di Kaki Bukit Barisan

Jalan Jalan
Aktivitas Wisata di Bromo Ditutup mulai 25 April 2024, Ini Alasannya

Aktivitas Wisata di Bromo Ditutup mulai 25 April 2024, Ini Alasannya

Travel Update
Bali Jadi Tuan Rumah Acara UN Tourism tentang Pemberdayaan Perempuan

Bali Jadi Tuan Rumah Acara UN Tourism tentang Pemberdayaan Perempuan

Travel Update
Hari Kartini, Pelita Air Luncurkan Penerbangan dengan Pilot dan Awak Kabin Perempuan

Hari Kartini, Pelita Air Luncurkan Penerbangan dengan Pilot dan Awak Kabin Perempuan

Travel Update
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com