JAKARTA, KOMPAS.com - Seluruh sektor saat ini tengah menerapkan prosedur atau protokol kesehatan guna mencegah penyebaran virus corona (Covid-19). Bagi tenaga kesehatan diwajibkan mengenakan Alat Pelindung Diri (APD).
Lalu bagaimana jika APD tersebut diterapkan pula pada maskapai penerbangan?
Direktur Utama Garuda Indonesia, Irfan Setiaputra menyatakan tidak setuju akan penggunaan APD Kesehatan lengkap pada operasional penerbangan.
“Garuda tidak setuju dengan maskapai yang menerapkan APD Kesehatan seperti AirAsia, dan Emirates. Model pakaiannya tampak seperti astronot. Saya justru akan mempertanyakan ini di rumah sakit atau di pesawat?” kata Irfan dalam telekonferensi Indonesia Tourism Forum (ITF), Jumat (15/5/2020).
Irfan pun menjelaskan alasan menolak penggunaan APD Kesehatan tersebut lantaran menurutnya, dunia penerbangan adalah sektor industri yang menyenangkan.
Jika APD tersebut dipakai oleh pramugari, justru akan menghilangkan kesan menyenangkan, kata dia.
Ia pun tak sampai membayangkan apabila awak kabin memakai APD yang menurutnya tampak seperti astronot itu.
Baca juga: Syarat Penumpang Pesawat dan Rute yang Dilayani Garuda Indonesia Saat Ini
“Untuk saat ini saya tidak setuju terhadap APD di pesawat. Industri ini merupakan bisnis yang sejatinya menimbulkan kebahagiaan, happiness. Para penumpang akan senang melihat pilot, kru kabin pramugari,” tegasnya.
Kendati demikian, Irfan juga menyampaikan bahwa APD yang dipakai di beberapa maskapai tersebut hadir sebagai langkah untuk memberikan kenyamanan penumpang, terlebih ketika memasuki era New Normal.
Terkait New Normal, ia mengatakan Garuda telah menerapkan protokol kesehatan yang diperlukan penumpang seperti penggunaan masker, hand sanitizer, dan physical distancing.
“Kami tetap fokus pada kesehatan penumpang, itu yang harus ada, sehingga tidak boleh satupun penumpang yang merasa terancam kesehatannya,” jelasnya.
Selain persoalan APD di pesawat, Irfan juga menyebut soal pembatasan jumlah penumpang untuk keamanan.
Menurutnya hal tersebut tidak disukai oleh penumpang. Ia mencontohkan kebijakan pisah bangku, apabila dilakukan dalam jangka waktu lama akan menyulitkan bagi penumpang berkeluarga.
Baca juga: Aturan Maskapai Saat Corona: Jaga Jarak hingga Awak Kabin Pakai APD
Ia pun juga menyoroti bahwa kebijakan tersebut dapat berdampak pada tarif tiket pesawat.
“Tapi saya rasa kenaikan tarif hingga dua kali lipat sangat tidak mungkin,” tekannya.