Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengalaman Virtual Tour ke Sawahlunto, Susuri Situs Warisan Dunia

Kompas.com - 18/05/2020, 08:28 WIB
Nicholas Ryan Aditya,
Kahfi Dirga Cahya

Tim Redaksi


JAKARTA, KOMPAS.com - Virtual tour bisa mengisi waktu luang saat berada di rumah selama pandemi corona.

Kamu bisa memilih beragam pilhan tur virtual, salah satunya ke Sawahlunto. Tur ini digelar oleh Pirtual Project yang berasal dari gerakan mahasiswa program studi pariwisata berkelanjutan Universitas Padjadjaran Bandung.

Komunitas ini telah mengadakan empat kali virtual tur dalam rangka mengajak masyarakat untuk menyalurkan kebutuhan wisatanya dengan berjelajah secara daring.

"Selama empat kali menyelenggarakan tur ini, respon masyarakat untuk mencoba dan mengikuti kegiatan ini terus membaik, dan feedback dari mereka setiap kami selesai melakukan perjalanan juga positif," kata Reza Permadi, Founder Pirtual Project.

Kali ini, Pirtual Project akan menutup tur virtual di bulan Ramadhan dengan mengadakan tur ke Sawahlunto, Sumatera Barat, pada Minggu (17/5/2020).

Kompas.com berkesempatan mengikuti kegiatan virtual tur ini dengan aplikasi Zoom. Rangkaian tur virtual dipandu langsung oleh Kepala Bidang Peninggalan Sejarah dan Permuseuman Kota Sawahlunto, Rahmad Gino Sea Games.

Baca juga: Virtual Tour ke Desa Nglanggeran, Jelajah Tempat Wisata dalam 2 Jam

Itinerary perjalanan virtual tur berlangsung selama dua jam yang disimulasikan pada perjalanan wisatawan biasanya, yaitu 3 hari 2 malam.

Bekas lokasi pertambangan Ombilin di Sawahlunto, Sumatera Barat, diakui sebagai warisan dunia kategori budaya oleh Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan PBB atau UNESCO.Dok. Kementerian Pariwisata Bekas lokasi pertambangan Ombilin di Sawahlunto, Sumatera Barat, diakui sebagai warisan dunia kategori budaya oleh Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan PBB atau UNESCO.

Hari pertama

Meeting point di Minangkabau International Airport

Awal perjalanan tur virtual, peserta diajak merasakan wisata sesungguhnya yaitu memulainya dari bandara internasional Minangkabau, Padang Pariaman, Sumatera Barat.

Menggunakan google maps 360 derajat, para peserta diajak melihat visualisasi dari bandara Minangkabau seperti ketika tiba dari Jakarta ke Padang.

Kemudian, perjalanan pun dilanjutkan ke Sawahlunto dengan menempuh waktu biasanya sekitar dua jam dari bandara.

Sitinjak Lauik

Dalam perjalanan ke Sawahlunto, peserta virtual tur melewati Sitinjak Lauik yang merupakan tanjakan fenomenal di Sumatera Barat.

Tampak visualisasi mobil-mobil dan kendaraan besar seperti truk tengah melewati tanjakan terbilang curam tersebut. Kendaraan tersebut tampak mengantre satu persatu agar bisa melewati tanjakan ini.

"Fenomenalnya karena ini banyak sekali dilewati mobil-mobil dan truk besar. Kemudian tikungannya tajam. Bagi orang asli Minang atau perantau pasti tahu sekali tanjakan ini. Tikungannya sangat ekstrim sekali. Ini salah satu experience ketika mau ke Sawahlunto," ujar Reza.

Baca juga: INFOGRAFIK: Tambang Batubara Ombilin Sawahlunto Jadi Warisan Dunia

Pasar Songket Sawahlunto

Kemudian, peserta diajak mengunjungi Pasar Songket Sawahlunto yang lokasinya di Muaro Kalaban, kota Sawahlunto, Sumatera Barat.

Pasar ini merupakan pusat belanja kerajinan kain songket yang khas di Sumatera Barat. Wisatawan biasanya membeli oleh-oleh kerajinan songket di tempat ini.

Ilustrasi pohon durian. Dok. Shutterstock/Matee Nuserm Ilustrasi pohon durian.

Wisata durian di Kubang

Sepanjang jalan kota Sawahlunto, tepatnya di Kubang, peserta melihat banyaknya pedagang durian. Hal ini karena Kubang terkenal sebagai salah satu penghasil durian dengan kualitas dunia.

Durian Kubang yang begitu fenomenal sempat dibuatkan festival Durian.

"Festival Durian Kubang ini isinya lomba-lomba durian misalnya durian dari jenis mana yang paling enak. Karena kan durian banyak jenisnya," kata Gino.

Durian Kubang di Sawahlunto hanya ditemui pada musim-musim panen tertentu. Biasanya, kata Gino, durian akan panen pada akhir tahun.

Oleh sebab itu, festival Durian Kubang diadakan pada akhir atau awal tahun.

Makan durian di Sawahlunto paling nikmat ditemani dengan katan atau beras ketan. Menurut Gino, hal tersebut sudah terbiasa dilakukan masyarakat Sawahlunto.

Baca juga: Menikmati Pemandangan Kota Sawahlunto dari Ketinggian

Kota Sawahlunto di Provinsi Sumatera Barat.Shutterstock Kota Sawahlunto di Provinsi Sumatera Barat.

Tugu M Yamin Sawahlunto

Perjalanan pun dilanjutkan kembali dan tibalah kami di Tugu Muhammad Yamin. Tugu ini terletak di Jalan Proklamasi, Sawahlunto.

Gino menjelaskan, tugu ini merupakan simbol penghormatan bagi pahlawan nasional asal Sawahlunto, M Yamin.

Ia lahir di salah satu kecamatan di Sawahlunto, tepatnya di Talawi. M Yamin juga dimakamkan di kota kelahirannya.

"Makanya di tengah kota didirikan monumen atau tugu ini untuk mengenang jasa-jasa beliau," kata Gino.

Rumah Walikota Sawahlunto

Kami juga diajak mengunjungi rumah walikota Sawahlunto, Deri Asta. Ternyata, rumah Walikota ini dulunya merupakan rumah asisten residen di zaman kolonial.

Sejak tahun 1965, kemudian beralih fungsi menjadi rumah dinas Walikota Sawahlunto.
Pada saat tiba di sini, peserta virtual tur disambut oleh Tari Tanun yang mana merupakan tarian asli Sawahlunto.

"Tari Tanun ini melambangkan aktivitas bertenun dari masyarakat Sawahlunto. Memadukan keterampilan tangan memakai peralatan tenun tradisional," ujar Gino.

Aktivitas menenun di Sawahlunto biasa dilakukan oleh wanita, mulai dari anak-anak hingga orangtua.

Bangunan Tua Bersejarah di Kota Sawahlunto.Shutterstock Bangunan Tua Bersejarah di Kota Sawahlunto.

Walikota Sawahlunto yang turut hadir dalam virtual tur juga menyambut para peserta dan mempersilakan untuk menjelajahi tempat-tempat wisata di Kota yang masuk dalam warisan dunia UNESCO ini.

"Semoga dapat menikmati keindahan alam Heritage Sawahlunto. Daerah ini juga sudah ditetapkan menjadi geopark nasional. Saya apresiasi acara ini karena menciptakan langkah maju bagaimana kita bisa melaksanakan tur Sawahlunto dan promosi wisata secara virtual," ujar Deri.

Bekas PLTU pertama di Sawahlunto

Tak jauh dari rumah dinas Walikota Sawahlunto, terdapat bekas bangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Kubang Sirakuk.

Saat ini, tanah tersebut telah berdiri Masjid Agung Nurul Islam yang dulunya merupakan kompleks PLTU pertama di Indonesia.

Tahun 1952, masyarakat sepakat mencari alternatif karena bangunan ditinggalkan. Hal tersebut kemudian dimanfaatkan masyarakat untuk mengubah bekas bangunan PLTU itu menjadi sebuah masjid.

Kendati demikian, peserta masih bisa melihat barang peninggalan bangunan seperti bunker, dan menara masjid.

"Kami yakin ini menara tertinggi yang pernah dibangun Belanda setinggi 80 meter. Ini dulunya merupakan cerobong asap PLTU Kubang Sirakuk yang saat ini dijadikan menara masjid. Dan ini terhubung ke bunker di bawah masjid," jelas Gino.

Foto dirilis Jumat (2/8/2019), memperlihatkan pengunjung mengamati koleksi Museum Kereta Api di Sawahlunto. Sejak ditetapkannya visi baru untuk membangun daerah, yakni mewujudkan Kota Wisata Tambang yang Berbudaya, Sawahlunto pun berbenah, dengan sejumlah cagar budaya, kereta api, termasuk lubang tambang di kota arang itu direvitalisasi.ANTARA FOTO/IGGOY EL FITRA Foto dirilis Jumat (2/8/2019), memperlihatkan pengunjung mengamati koleksi Museum Kereta Api di Sawahlunto. Sejak ditetapkannya visi baru untuk membangun daerah, yakni mewujudkan Kota Wisata Tambang yang Berbudaya, Sawahlunto pun berbenah, dengan sejumlah cagar budaya, kereta api, termasuk lubang tambang di kota arang itu direvitalisasi.

Museum Stasiun Kereta Api Sawahlunto

Kami juga mengunjungi kompleks museum Stasiun Sawahlunto. Sejak tahun 2005 sudah dimanfaatkan sebagai museum kedua kereta api di Indonesia, setelah yang pertama berada di Ambarawa.

Letak keunikan museum ini adalah adanya lokomotif uap tertua di Indonesia yaitu Mak Itam. Lokomotif ini terkenal karena masih beroperasi untuk wisata.

"Dulu Mak Itam pernah dibawa ke Ambarawa, tapi akhirnya tahun 2008 pulang kampung lagi ke Sawahlunto," ujar Gino.

Hal uniknya dari Mak Itam adalah suara klakson yang terdengar seperti orang menangis atau suara dagangan kue putu. Mak Itam juga hanya bisa dijalankan dengan rel bergigi.

Selain itu, ada juga koleksi peralatan perkeretaapian.

Kereta api wisata bertenaga batubara, Mak Itam, dipakai untuk membawa pebalap sepeda menuju ke lokasi start etape 6A Tour de Singkarak 2011 Sawahlunto menuju Istano Basa Pagaruyung, Sumatera Barat, Sabtu (11/6/2011).  KOMPAS IMAGES/RODERICK ADRIAN MOZES Kereta api wisata bertenaga batubara, Mak Itam, dipakai untuk membawa pebalap sepeda menuju ke lokasi start etape 6A Tour de Singkarak 2011 Sawahlunto menuju Istano Basa Pagaruyung, Sumatera Barat, Sabtu (11/6/2011).

Gedung Pusat Kebudayaan Sawahlunto

Kami mengunjungi Gedung Pusat Kebudayaan Sawahlunto yang terletak di Jalan Ahmad Yani, Sawahlunto.

Dulunya, gedung ini merupakan pusat hiburan bagi orang-orang Eropa yang ada di Sawahlunto. Bahkan orang-orang Eropa bisa bermain bowling di sana pada kala itu.

Pasca kemerdekaan, gedung ini dimanfaatkan sebagai tempat pertemuan masyarakat Sawahlunto, Bank Dagang Negara, dan terakhir menjadi tempat Gedung Pusat Kebudayaan Sawahlunto.

Selain itu, di seberang gedung ini terdapat Tourism Information Center (TIC) di mana wisatawan dapat bertanya seputar informasi wisata di Sawahlunto.

Sawahlunto, Sumatera Barat.https://pesona.travel Sawahlunto, Sumatera Barat.

Hotel Ombilin Heritage

Kami pun diajak beristirahat di hotel Ombilin Heritage yang berlokasi di Jalan Ahmad Yani, Pasar, Kota Sawahlunto.

Hotel ini merupakan bangunan bersejarah dan berbentuk khas zaman kolonial. Sebelum menjadi hotel, bangunan ini dulunya sempat berfungsi sebagai asrama tentara, dan kantor polisi militer.

Hotel Ombilin dalam dua tahun belakangan tengah direnovasi fasilitasnya menjadi lebih baik bagi para tamu.

Terdapat kamar VVIP dari hotel Ombilin yang mana dulunya merupakan rumah pejabat tambang zaman kolonial.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com