Lapangan Segitiga
Hari kedua, kami diajak mengunjungi Lapangan Segitiga yang letaknya di Saringan, Kota Sawahlunto. Gino mengatakan, dulunya lapangan ini merupakan kantor utama perusahaan tambang di zaman kolonial.
Oleh karena depan kantor tersebut terdapat lapangan berbentuk segitiga, maka penduduk setempat lebih sering menyebut kantor itu dengan nama Lapangan Segitiga.
Aktivitas masyarakat banyak dilakukan di lapangan tersebut sejak zaman Belanda misalnya tarian kuda kepang Sawahlunto.
Tarian tersebut mencerminkan Indonesia yang Bhinneka Tunggal Ika. Hal ini karena kuda kepang yang berasal dari Jawa justru dimainkan oleh masyarakat multi etnis.
"Jadi yang main tarian itu gak cuma orang Jawa, tapi orang Minang pun ada yang menjadi pemainnya," jelas Gino.
Tarian ini sudah ada di Sawahlunto sejak Indonesia belum merdeka.
Museum Tambang Batubara Ombilin
Bergeser ke sisi kanan dari lapangan segitiga, kami melihat dan mengunjungi Museum Tambang Batubara Ombilin.
Museum ini dikelola oleh PT Bukit Asam dan didirikan pada 2014. Wisatawan dapat melihat seputar tambang batubara di sini.
Semula, bangunan ini merupakan tempat bagi para pejabat perusahaan tambang pada sekitar tahun 1916.
Baca juga: 8 Fakta Tambang Batubara Ombilin Sawahlunto yang Baru Jadi Warisan Dunia
Lubang Tambang Mbah Suro
Berikutnya, kami mengunjungi Lubang Tambang Mbah Suro yang terletak di Jalan Abdurahman Hakim, Tanah Lapang, Sawahlunto.
Sebelum menuju lubang tambang, peserta diajak melihat visualisasi dari Gedung Info Box yang dulunya berdiri gedung pertemuan para buruh.
Gedung ini dulunya sering dijadikan tempat hiburan para buruh.
"Jadi tempat ini sengaja didirikan Belanda untuk para buruh menghabiskan uangnya. Jadi habis mereka dapat upah, lalu mereka menghabiskan uangnya di tempat ini," ujar Gino.
Masuk ke lubang tambang, peserta virtual tur diajak melihat tontonan video cerita sejarah Lubang Tambang Mbah Suro yang konon mengambil nama salah seorang mandor sekaligus penasihat yaitu Mbah Suro.
Ada versi lain juga penamaan Mbah Suro karena pembukaan lubang tambang ini dilakukan pada saat malam satu Suro.
Baca juga: Mengapa Tambang Batubara Ombilin Sawahlunto Terpilih Jadi Warisan Dunia UNESCO?
Para tahanan politik dari berbagai daerah dipaksa bekerja pada lubang tambang tersebut pada kala itu.
"Ini dibuka lagi dan menjadi museum situs Lubang Tambang Mbah Suro tahun 2008. Kita bisa melihat batubara langsung yang ada di dinding lubang," jelasnya.
Jika berkunjung ke sini, wisatawan juga akan melihat patung Mbah Suro di depan lokasi.
Makan siang pical lontong Mbah Suro
Setelah setengah hari melakukan kunjungan, kami pun melihat visualisasi wisata kuliner tepatnya di warung Pical Lontong Mbah Suro. Lokasinya masih berada di Kompleks Lubang Tambang Mbah Suro.
Makanan khas di warung ini adalah pecel lontong dengan mi kuning dan kerupuk merah. Hal ini yang menjadikan pecel lontong Sawahlunto berbeda dengan di Jawa.
Harga satu porsinya Rp 10.000. Selain itu, wisatawan juga bisa membeli minuman khas lainnya yaitu Teh telur atau teh talua dalam bahasa Minang.
"Ini unik juga, telur mentah yang diaduk dengan gula lalu diseduh dengan teh pekat. Rasanya lezat sekali," kata Gino.
Baca juga: Tambang Batubara Ombilin Sawahlunto Resmi Jadi Warisan Dunia UNESCO
Museum Goedang Ransoem
Tempat wisata berikutnya masih seputar sejarah yaitu di Museum Goedang Ransoem. Lokasinya berada di Jalan Abdurahman Hakim, Tanah Lapang, Sawahlunto.
Dulunya museum ini merupakan dapur umum zaman kolonial. Selesai dibangun pada tahun 1918 dan dimanfaatkan Belanda sebagai dapur umum dan rumah potong hewan.
Uniknya, di tempat ini terdapat mesin masak menggunakan tenaga uap yang sudah dilakukan sejak zaman Belanda. Adapun mesin tungku uap peninggalan bersejarah itu dapat memberi makan diperkirakan sekitar 7.000 orang.
Selain itu ada juga ketel uap yang unik dengan diameter 1,3 meter dan tinggi sekitar 60 cm.
"Ini juga unik, bagaimana sistem memasak dulu bisa memasak untuk 1.000-7.000 pekerja saat itu," ujar Gino.
Tahun 2005 diresmikan menjadi museum oleh Wakil Presiden saat itu Jusuf Kalla.
Museum ini menyajikan gambaran proses memasak pada masa kolonial di Sawahlunto.
IPTEK Centre
Bergeser sedikit dari Museum Goedang Ransoeum, ada bangunan unik lainnya yaitu IPTEK Centre. Bangunan ini dulunya merupakan gudang padi.
Baca juga: Virtual Tour Lawang Sewu saat Malam Hari, Tertarik Coba?
Saat ini bangunan telah dialihfungsikan sebagai pusat wisata edukasi tentang teknologi. Wisatawan akan diinformasikan dan belajar tentang proses teknologi zaman dulu hingga sekarang, mulai dari uap hingga teknologi baru.
Cendana Homestay
Usai seharian berwisata, peserta pun diajak beristirahat di penginapan berbeda yaitu Cendana Homestay yang letaknya di Tanah Lapang, Kota Sawahlunto.
Sawahlunto sendiri memiliki beragam penginapan mulai dari homestay hingga hotel.
Harganyapun beragam mulai dari kisaran Rp 150.000. Semua tarif penginapan sudah tersedia di beberapa online travel agent.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.