Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tumbilohote, Tradisi Khas Gorontalo Menyambut Idul Fitri

Kompas.com - 22/05/2020, 09:51 WIB
Nabilla Ramadhian,
Kahfi Dirga Cahya

Tim Redaksi

 

Bukan hanya memasang lampu

Tradisi Tumbilotohe tidak hanya sekadar orang-orang memasang lampu. Sebab, terdapat beberapa kegiatan lain yang juga dilakukan oleh seluruh masyarakat Gorontalo.

Ada pun kegiatan yang dimaksud salah satunya adalah membuat wewangian untuk baju selama tradisi Tumbilotohe.

“Para ibu rumah tangga menyiapkan langgilo (wewangian) saat menjelang Ramadhan. Onumo (nilam), sereh (dan tanaman lain) semua dicampur jadi satu. Dipanaskan sampai mendidih, kemudian baju-baju dimasukkan ke dalam larutan,” kata Alim.

Nantinya, baju yang sudah diberi wewangian akan dipakai pada hari pertama Tumbilotohe saat menyalakan lampu.

Baca juga: Pentadio Resort Fokus Pengembangan Kawasan Wisata Gorontalo

Saat ini, di sana tidak ada aturan khusus akan pakaian apa yang harus dikenakan saat melakukan tradisi. Namun yang pasti seseorang harus bersih dan rapih.

Kendati demikian, Alim menuturkan bahwa zaman dulu ada pakaian khas bernama bele uto. Sejenis kain sarung yang digunakan oleh para wanita sebelum pergi keluar rumah.

Selain wewangian, ada juga kegiatan mengaji dari rumah ke rumah sembari melakukan wunungo (melantunkan syair).

Syair yang berkaitan dengan Islam tersebut dilantunkan saat pengajian secara beramai-ramai.

“(Sebelum melantunkan syair) orang berkumpul untuk mengaji. Satu orang mengaji secara bergantian," kata Alim.

"Mereka saling mengoreksi, ini termasuk melatih dan memperlancar (membaca Al-Quran). Saat mengaji, mereka gantian perorangan sebelum masing-masing membuka suara untuk wunungo," lanjutnya.

Kegiatan pengajian dilakukan oleh semua umat Muslim. Mulai dari anak-anak hingga orang dewasa. Biasanya, pengajian dilakukan secara berkelompok dan dibedakan antara perempuan dan laki-laki.

Baca juga: Reza Sulila, Nou Gorontalo Ujung Tombak Pariwisata

Tiga anak perempuan merayakan Tumbilotohe dengan mengunjungi salah satu pusat Festival Tumbilotohe di Tapa, Kabupaten Bone Bolango, Gorontalo, Selasa (12/6/2018). Malam pasang lampu atau Tumbilotohe merupakan tradisi yang selalu dilakukan masyarakat Gorontalo dalam menyambut malam lailatul qadar pada hari ketiga menjelang hari raya Idul Fitri.ANTARA FOTO/ADIWINATA SOLIHIN Tiga anak perempuan merayakan Tumbilotohe dengan mengunjungi salah satu pusat Festival Tumbilotohe di Tapa, Kabupaten Bone Bolango, Gorontalo, Selasa (12/6/2018). Malam pasang lampu atau Tumbilotohe merupakan tradisi yang selalu dilakukan masyarakat Gorontalo dalam menyambut malam lailatul qadar pada hari ketiga menjelang hari raya Idul Fitri.

Syarat dalam menyalakan lampu dalam Tumbilotohe

Alim menuturkan bahwa terdapat syarat khusus dalam memasang lampu pertama. Orang yang melakukannya harus “dituakan”.

Untuk tingkat daerah, pemasangan lampu diwakili oleh kepala desa, camat, bupati, dan gubernur. Sementara untuk tingkat keluarga adalah kepala keluarga.

“Dituakan dalam artian seseorang memiliki integritas yang baik dan pantas untuk memimpin. Terutama dari sisi kebersihan batin yang dijaga selma 26 hari sebelum malam pasang lampu,” kata Alim.

“Menyalakan lampu adalah simbol dari menyalakan lampu batin yang siap menyambut malam lailatul qadar. Itu nilai penting dalam Tumbilotohe,” imbuhnya.

Baca juga: Tiga Kuliner Khas yang Wajib Dicoba di Gorontalo

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com