Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tradisi Lebaran khas Indonesia, Kenduri Kuburan di Aceh hingga Tradisi Hadrat di Papua

Kompas.com - 25/05/2020, 06:00 WIB
Nicholas Ryan Aditya,
Ni Luh Made Pertiwi F.

Tim Redaksi


KOMPAS.com - Perayaan Idul Fitri tahun ini sedikit berbeda karena semua orang di rumah saja dan mudik dilarang, guna mencegah penyebaran virus corona.

Pada kondisi normal, Indonesia memiliki beragam budaya atau tradisi yang biasa dilakukan saat Lebaran. Keragaman budaya ini memberikan warna dan nuansa berbeda di setiap daerah Indonesia.

Baca juga: Serunya Tradisi Lebaran di Nusantara, dari Aceh hingga Papua

Berikut Kompas.com rangkum delapan tradisi seru yang biasa dilakukan umat Islam di seluruh Indonesia, mulai dari Aceh hingga Papua.

1. Kenduri Kuburan di Aceh

Mulai dari Aceh, Indonesia memiliki ragam tradisi menyambut Lebaran. Kota berjuluk Serambi Mekah itu telah turun temurun melakukan tradisi Kenduri Kuburan.

Tradisi ini biasa dilakukan oleh warga Desa Pasi, Kabupaten Aceh Barat di hari ke-12 setelah perayaan Idul Fitri. Perayaannya, warga desa akan melakukan ziarah dan makan kenduri bersama di lokasi pemakaman keluarga.

Baca juga: Kenduri Makam, Ritual di Hari ke 12 Setelah Lebaran

Warga biasanya akan membawa hidangan nasi dan aneka kue khas Aceh untuk dimakan bersama usai rangkaian acara ritual.

Seperti dikutip dari Serambinews.com, ziarah kubur anggota keluarga dengan menggelar acara kenduri di pemakaman merupakan tradisi turun temurun yang dilaksanakan setelah Idul Fitri, di Kabupaten Aceh Barat Daya (Abdya), juga sebagian wilayah pantai barat-selatan Aceh.

Jadwal kenduri kuburan atau kenduri jirat dilaksanakan sesuai keputusan rapat warga desa, biasanya dimulai pada hari ketujuh lebaran (Idul Fitri) sampai memasuki hari belasan lebaran.

Tradisi Malaman di malam takbir di Liwa, Lampung Barat, Kamis (16/7/2015) malam. Tradisi Malaman biasa dilakukan pada malam takbir.KOMPAS/ANGGER PUTRANTO Tradisi Malaman di malam takbir di Liwa, Lampung Barat, Kamis (16/7/2015) malam. Tradisi Malaman biasa dilakukan pada malam takbir.

2. Malaman di Lampung

Bergeser ke ujung selatan pulau Sumatera tepatnya di Lampung, terdapat tradisi Malaman. Tradisi ini dilakukan pada malam takbir, sehari menjelang Idul Fitri.

Anak-anak dan remaja laki-laki akan menyusun batok-batok kelapa di halaman rumah hingga setinggi satu meter bahkan lebih.

Di Lampung menjelang Lebaran, akan banyak batok kelapa yang tak terpakai sisa memasak rendang.

Baca juga: Kelapa dan Tradisi Lebaran di Lampung Barat

Sering disebut juga 'Menara Sabut Kelapa', susunan batok kelapa itu kemudian dibakar hingga api tampak membesar dan anak-anak akan bergembira.

Waktu yang biasanya dibutuhkan untuk membakar semua sabut kelapa itu adalah 60 menit.

Ketika sudah terbakar habis, sabut kelapa hanya menyisakan bara yang memerah berserakan di tanah. Zaman dulu, orang banyak menggunakan bara tersebut untuk menyetrika baju baru yang dipakai saat Lebaran.

3. Sungkem Telompak di Magelang

Tradisi berikutnya yaitu berada di pulau Jawa tepatnya di Magelang, Jawa Tengah. Tradisi ini bernama Sungkem Telompak yang mana diikuti masyarakat lereng barat Gunung Merbabu.

Orang-orang melakukan tradisi sebagai bentuk syukur atas ketersediaan air di mata air Telompak, Desa Banyusidi, Kecamatan Pakis, Kabupaten Magelang.

Selain itu, mereka juga menggelar kesenian tradisional 'Campur Bawur' di mata air usai berdoa dan memasang sesaji. Ritual ini dipimpin oleh seorang juru kunci.

Diberitakan Kompas.com, (14/9/2010), mata air Telompak tetap mengalir saat masa sulit melanda desa tahun 1932.

Airnya yang melimpah membuat warga dapat bertahan menghadapi krisis tersebut. Warga pun mengucap rasa syukur atas kelimpahan air tersebut melalui cara tradisi Sungkem Telompak.

 

4. Ngejot di Bali

Umat Islam yang ada di Bali, akan mengadakan tradisi Ngejot pada hari raya Idul Fitri. Nyama Selam, sebutan untuk saudara dari kalangan Muslim di Bali) akan memberi hidangan pada tetangga tanpa peduli latar belakang agama dan lainnya.

Baca juga: Ngejot, Tradisi Lintas Keyakinan di Bali yang Sarat Makna

Umat Hindu pun membalas kebaikan tersebut dengan cara memberi makanan pada tetangganya pada hari raya Nyepi atau Galungan.

Warga saling lempar dengan ketupat saat tradisi Perang Topat, di  Pura Lingsar, Lombok Barat, Rabu (11/12/2019). Perang topat adalah tradisi di Lombok yang merupakan warisan leluhur dan diyakini merupakan simbol perdamaian dan pemersatu antar umat beragama.KOMPAS.com/FITRI RACHMAWATI Warga saling lempar dengan ketupat saat tradisi Perang Topat, di Pura Lingsar, Lombok Barat, Rabu (11/12/2019). Perang topat adalah tradisi di Lombok yang merupakan warisan leluhur dan diyakini merupakan simbol perdamaian dan pemersatu antar umat beragama.

5. Perang Topat di Lombok

Bergeser ke Timur sedikit yaitu Lombok, Nusa Tenggara Barat, umat Islam mengadakan tradisi Perang Topat pada saat Idul Fitri.

Baca juga: Tradisi Perang Topat, Simbol Keharmonisan Islam dan Hindu di Lombok

Tradisi ini, para warga akan saling melempar ketupat usai berdoa dan berziarah di Makam Loang Baloq, kawasan pantai Tanjung Karang serta makam Bintaro, kawasan pantai Bintaro.

Orang setempat percaya bahwa melempar ketupat akan mengabulkan doa. Tradisi ini juga merupakan simbol kerukunan umat Hindu dan Islam di Lombok.

Arkus yang dihiasi dengan lampu listrik dipadukan dengan ribuan lampu botol pada perayaan Tumbilotohe di Tabongo, Kabupaten Gorontalo, Senin (11/6/2018). Malam pasang lampu atau Tumbilotohe merupakan tradisi yang selalu dilakukan masyarakat Gorontalo dalam menyambut malam lailatul qadar pada hari ketiga menjelang hari raya Idul Fitri.ANTARA FOTO/ADIWINATA SOLIHIN Arkus yang dihiasi dengan lampu listrik dipadukan dengan ribuan lampu botol pada perayaan Tumbilotohe di Tabongo, Kabupaten Gorontalo, Senin (11/6/2018). Malam pasang lampu atau Tumbilotohe merupakan tradisi yang selalu dilakukan masyarakat Gorontalo dalam menyambut malam lailatul qadar pada hari ketiga menjelang hari raya Idul Fitri.

6. Tumbilatohe di Gorontalo

Tanah Sulawesi juga memiliki tradisi pada saat Idul Fitri yaitu Tumbilatohe, tepatnya di Gorontalo. Tradisi ini identik dengan lampu yang dipasang sejak tiga malam terakhir menjelang Idul Fitri.

Awalnya, hal ini dilakukan untuk memudahkan warga memberi zakat fitrah pada malam hari. Pada saat itu, lampu terbuat dari damar dan getah pohon.

Kemudian, seiring perkembangan zaman, lampu diganti dengan minyak kelapa dan kini minyak tanah.

Tradisi Tumbilatohe sudah berlangsung sejak abad ke-15. Masa sekarang, lampu yang dipasang lebih beragam bentuk dan warnanya.

Selain itu, lampu juga dipasang di luar rumah seperti tempat umum hingga area sawah.

 

Tradisi meriam karbit memeriahkan malam takbiran di Pontianak, Kamis (14/6/2018).KOMPAS.com/YOHANES KURNIA IRAWAN Tradisi meriam karbit memeriahkan malam takbiran di Pontianak, Kamis (14/6/2018).

7. Meriam Karbit di Pontianak

Pulau Kalimantan tepatnya di Pontianak, Kalimantan Barat juga memiliki tradisi menyambut hari Lebaran. Umat Islam di Pontianak akan mengadakan festival Meriam Karbit.

Uniknya, festival ini sudah menjadi ajang perlombaan tahunan ketika Lebaran. Menurut ceritanya, meriam karbit digunakan untuk mengusir kuntilanak dengan cara menembakkannya.

Baca juga: Meriam Karbit Sambut Idul Fitri dari Tepian Sungai Kapuas Pontianak

Festival Meriam Karbit diadakan di tepi sungai Kapuas dengan menghadirkan sejumlah meriam warna-warni. Pemenang lomba Meriam Karbit biasanya dinilai dari meriam yang paling kompak bunyinya.

Menurut catatan Kompas.com (6/7/2016), untuk membuat meriam karbit dibutuhkan biaya sekitar 15-30 juta.

kegiatan hadrat keliling kota tiap idul fitri merupakan ajang silaturahmi dengan semua warga, selain menyinggahi rumah tokoh masyarakat. Yang cukup unik karena kegiatan ini juga diikuti oleh warga yang beragama lain. Ada yang memeriahkan di tempat-tempat yang menyediakan makanan dan minuman sambil ikut menari di tengah jalan serta ada pula yang memberikan sumbangan di kotak amal.alfian kartono kegiatan hadrat keliling kota tiap idul fitri merupakan ajang silaturahmi dengan semua warga, selain menyinggahi rumah tokoh masyarakat. Yang cukup unik karena kegiatan ini juga diikuti oleh warga yang beragama lain. Ada yang memeriahkan di tempat-tempat yang menyediakan makanan dan minuman sambil ikut menari di tengah jalan serta ada pula yang memberikan sumbangan di kotak amal.

8. Tradisi Hadrat di Kaimana, Papua

Ujung Timur Indonesia, terdapat tradisi untuk merayakan Idul Fitri yang tak kalah menarik. Nama tradisi itu adalah Tradisi Hadrat yang biasa dilakukan di Kaimana, Papua Barat.

Warga setempat akan bersilaturahmi hadrat berkeliling kota dengan cara menari diiringi lantunan shalawat dan musik hadrat.

Baca juga: Melongok Tradisi Hadrat Keliling Kota Kaimana

Tradisi ini biasa dilakukan pada hari kedua Idul Fitri. Uniknya, tak hanya umat Islam Kaimana saja yang berpartisipasi, umat Kristiani pun ikut serta memeriahkan tradisi.

Mereka ambil bagian dalam rombongan musik dan memainkan alat musik Tifa.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com