Tiba di bandara Syamsudin Noor International Airport
Peserta akan tiba di Banjarmasin malam hari. Seolah-olah menggunakan pesawat, visualisasi yang ditampilkan pun adalah situasi di bandara Syamsudin Noor, tempat meeting point peserta.
Kami pun disambut oleh pemandu wisata yaitu Arie di bandara.
"Selamat datang teman-teman semuanya di Banjarmasin," sapa Arie ke para peserta virtual tour.
Arie pun menjelaskan bandara ini direnovasi menjadi delapan kali lebih luas dibandingkan sebelumnya. Pembangunan renovasi bandara diresmikan langsung oleh Presiden Joko Widodo, Desember 2019.
Rumah Makan Lontong Orari Banjarmasin
Tujuan pertama wisata virtual adalah menikmati makan malam di salah satu tempat makan khas dan favorit Banjarmasin, yaitu Rumah Makan Lontong Orari.
Tempat makan ini dikenal dengan nama Orari karena dulunya menjadi tempat berkumpul anak muda penyiar radio ORARI atau Organisasi Amatir Radio Indonesia di Banjarmasin.
Tempat makan ini sudah buka sejak tahun 1980an. Menu makanan khasnya yaitu lontong dengan bentuk segitiga.
"Jadi bukan lontong bulat, tapi bentuknya segitiga. Terus kuahnya juga kental banget. Lauknya paling favorit itu ikan haruan, kalau di Jawa namanya ikan gabus. Itu khasnya karena rasanya gurih dan tekstur dagingnya lembut," jelas Arie.
Satu porsi piring lontong orari dibandrol seharga Rp 40.000. Menurut Arie harga tersebut sudah cocok karena ukuran lontongnya yang besar.
Efa Hotel Banjarmasin
Usai makan malam virtual, peserta diajak langsung beristirahat di Efa Hotel Banjarmasin. Lokasinya berada di Kabupaten Banjar perbatasan dengan kota Banjarmasin.
Arie merekomendasikan hotel ini ke wisatawan jika datang ke Banjarmasin, alasannya karena menurut dia suasana masih asri dan tidak jauh dari kota Banjarmasin.
Untuk harga sewa kamar per malam Rp 300.000.
Lok Baintan Floating Market
Usai istirahat malam, kami diajak untuk bangun pagi dan bergegas berangkat ke Lok Baintan Floating Market atau pasar terapung Lok Baintan.
Sekitar pukul 05.30 WIB kami diharuskan berangkat menuju pasar tersebut untuk melihat pemandangan pasar perahu.
"Kita akan naik perahu klotok. Sebuah perahu bermesin yang bisa muat sampai 25 orang. Kita harus pergi pagi karena pasarnya buka dari jam 6 pagi sampai jam 9 pagi sudah bubar. Nah, nama perahu klotok itu karena bunyinya terdengar seperti klotok klotok klotok..." terang Arie.
Visualisasi yang kami lihat pun banyak pedagang yang didominasi ibu-ibu di atas perahu. Mereka banyak berjualan mulai dari nasi kuning, buah-buahan, lauk pauk dan lainnya.
Keunikan pasar ini adalah semua transaksinya benar-benar dilakukan di atas perahu yang mengapung di atas sungai.
Mereka berjualan di atas sungai Martapura yang panjangnya sekitar 80 kilometer.
Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Banjarmasin, Ikhsan Alhaq yang mengikuti virtual tur menambahkan, pasar terapung memang sudah menjadi tradisi dari masyarakat Kalimantan Selatan.
"Sudah hampir setengah milenium pasar terapung ini berlangsung. Sudah lama sebenarnya eksistensi pasar terapung. Karena dahulu Banjarmasin ini jalan-jalan darat tidak terlalu banyak atau hampir tidak ada, akses penduduknya ya dari sungai," kata Ikhsan.
Soto Bang Amat Banjarmasin
Setelah puas melihat tampilan virtual kondisi pasar terapung, kami pun diajak sarapan soto Banjarmasin, tepatnya yang favorit di Soto Bang Amat.
Lokasinya berada di Benua Anyar, Banjarmasin. Tampilan foto dari soto Banjarmasin ini benar menggugah selera peserta virtual tur.
Bentuk irisan ketupat bercampur soto dengan lauk telur bebek, suiran ayam kampung, serta kuah begitu menyegarkan pandangan mata kami.
Baca juga: Pariwisata Banjarmasin Akan Sambut New Normal, Pengelola Wisata Diminta Siapkan Protokol Kesehatan
Soto Banjar dikenal memiliki kuah yang bening dan lengkap dengan irisan jeruk nipis, dan bawang goreng.
Satu porsinya dihargai Rp 18.000 hingga Rp 25.000. Apabila corona sudah usai, kamu bisa mengunjungi warung makan soto ini pada pagi hingga siang hari. Sore hari warung ini sudah tutup.
Pendulangan Intan Cempaka
Banjarmasin dikenal juga dengan kota pendulang intan. Kami pun diajak langsung melihat visualisasi di tempat pendulangan intan cempaka.
Kualitas intan Banjarmasin, dikatakan Arie memiliki kualitas dengan daya saing dunia.
Kami pun melihat visualisasi para pekerja pendulang intan menggunakan alat tradisional bernama Linggang.
"Bentuknya seperti kerucut, terbuat dari kayu," kata Arie.
Jika berkunjung langsung ke sini, kata Arie, wisatawan dapat mencoba langsung mendulang intan.
Pendulangan intan cempaka ini sudah ada sejak masa Kerajaan Banjar tahun 1700an.
Cahaya Bumi Selamat Pasar Permata
Puas melihat cara mendulang intan di Cempaka, kami diajak melihat visualisasi pasar Permata, tempat penjualan intan, dan bahan alam lainnya seperti permata.
Lokasinya berada di Cindai Alus, Banjar. Pasar ini adalah pusat tempat menjual dan membeli barang-barang logam mulia.
Pasar ini juga menjual suvenir khas Dayak Banjar seperti manik-manik, aksesoris dan lainnya. Pasar ini buka hingga sore sekitar pukul 16.00 WIB.
Arie memberikan tips untuk tidak berkunjung pada hari Jumat, karena sebagian besar toko akan tutup di hari tersebut. Para pedagang akan beribadah di hari Jumat, oleh karenanya toko akan tutup.
Depot Simpangan
Setelah melihat pasar Permata, kami kembali diajak menikmati kulineran di Depot Simpangan. Lokasinya berada di Jalan Ahmad Yani, Mentaos, Banjar.
Tempat makan ini menjadi tempat favorit bagi wisatawan penggemar ikan bakar atau ikan goreng.
"Makanan khas Banjar di sini ada ikan nila goreng, ikan haruan bakar, dan ikan seluang. Ada juga udang galah yang mantap. Tempat ini recommended banget buat makan siang," ujar Arie.
Meratus Resort
Perjalanan selanjutnya, kami bergeser 130 kilometer dari Martapura tepatnya di Meratus Resort, Desa Loklahung, Kalimantan Selatan, untuk beristirahat malam.
Penginapannya masih terasa tradisional dengan rumah-rumah kamarnya terbuat dari kayu ulin, kayu khas Kalimantan.
Harga menginapnya Rp 300.000 per malam.