Saat Jepang mulai masuk ke Indonesia, pertahanan Belanda pun terdesak dalam waktu singkat. Alhasil, Panglima Angkatan Bersenjata Belanda, Letnan Jenderal Ter Poorten, menyerah tanpa syarat kepada Jepang pada 8 Maret 1942.
Pada 1943, Pemerintah Militer Jepang membentu Tyuuoo Sangi-In, Badan Pertimbangan Pusat. Tugasnya adalah mengajukan usulan kepada pemerintah.
Mereka juga bertanggung jawab untuk menjawab pertanyaan pemerintah seputar politik, dan memberi pertimbangan mengenai tindakan yang harus dilakukan.
Pada 16 – 20 Oktober 1943, mereka mengadakan sidang pertamanya di Gedung Volksraad. Sidang-sidang berikutnya pun dilaksanakan di sana.
Tidak hanya sidang Tyuuoo Sangi-In, Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) juga pernah mengadakan sidang pada 29 Mei – 1 Juni, dan 10 – 17 Juli 1945 di sini.
Baca juga: Pancasila, Teringat Bung Karno dan Kota Ende
Kendati Gedung Pancasila dijadikan sebagai salah satu pusat pemerintahan, baik oleh Belanda maupun Jepang, Asep mengatakan gedung pernah dikosongkan.
“Setelah pergantian pemerintahan, dari Belanda ke Jepang, pernah beberapa bulan ditinggalkan. Obyek vital yang terlihat dari udara dihindari oleh pemerintah baru. Atap juga dicat warna gelap agar tidak kena pesawat pembawa bom,” tutur Asep.
Namun hal tersebut hanya terjadi saat peralihan pemerintahan antara Belanda ke Jepang saja. Sementara antara Jepang dan Indonesia, gedung tidak dikosongkan.
Baca juga: Bung Karno, Kota Ende, dan Pancasila