Selanjutnya, kami dibawa menuju ruang yang memiliki sumur dengan kedalaman ratusan meter. Sumur yang sudah ada sejak Lawang Sewu dibuat masih berfungsi hingga kini.
Dulu, air sumur digunakan untuk membantu pembangunan Lawang Sewu. Kini air berfungsi untuk segala operasional gedung seperti kamar mandi.
Salah satu yang unik dari air sumur tersebut, tutur Andry, melihat Semarang berada di pesisir pantai utara, airnya merupakan air tawar dan bukan air dengan kandungan garam yang tinggi.
Baca juga: Kisah Lawang Sewu, Berjuang Demi Hilangkan Nuansa Mistis
Hal ini disebabkan oleh galian sumur yang mencapai ratusan meter, ide dari arsitek Jacob F. Klinkhamer dan B.J. Ouendag, yang merancang agar kerangka logam Lawang Sewu kokoh dan awet.
Gedung A, atau gedung utama, memiliki ciri khas aksen berwarna kuning, putih, dan cokelat yang menghiasi bangunannya.
Namun sebelum memasuki gedung, kami dibawa menuju halaman tengah yang memiliki pohon mangga berukuran besar berumur 102 tahun.
Konon katanya, buahnya terasa sangat manis sekali sehingga mampu membuat penikmatnya lupa ingatan karena rasanya yang begitu lezat.
Daya tarik utama gedung utama yang bisa dilihat dari dekat oleh wisatawan adalah kaca patri karya seniman asal Belanda, J.L. Schouten dan Studio T.Prinsenhof.
Baca juga: Ayam Goreng Lembur Kuring Semarang, Rumah Makan Legendaris Sejak 1975
Setiap gambar pada kaca patri memiliki makna tersendiri yang berkaitan dengan industri kereta api Indonesia.
Kendati demikian, wisatawan hanya bisa melihat kaca tersebut dari bawah tangga saja karena lantai dua hanya diperuntukkan bagi kunjungan tertentu seperti foto pre-wedding.
Di dekat kaca patri terdapat sebuah ukiran kepala ular kobra betina di setiap sudut pegangan tangga yang dimaknai sebagai pelindung.