JAKARTA, KOMPAS.com – Pariwisata Bintan, Kepulauan Riau, tidak lepas dari wisata bahari dan wisata olahraga. Namun, ada daya tarik lainnya yaitu pariwisata berbasis masyarakat seperti Desa Wisata Ekang.
Ketua Asita Tanjungpinang dan Bintan, Sapril Sembiring menuturkan dahulu tidak banyak orang yang mengenal Desa Wisata Ekang.
“Sekarang sudah ada spot untuk berfoto, dengan aktivitas mancing. Ada beberapa aktivitas interaktif lainnya. Bisa berkuda, menginap, dan menikmati kuliner yang disajikan,” kata, Sapril dalam sesi webinar bersama Indonesian Ecotourism Network (Indecon) berjudul “Usaha Pariwisata Berbasis Masyarakat di Bintan dalam Menghadapi Kondisi New Normal”, Selasa (9/6/2020).
Baca juga: Sambut New Normal, Stakeholder Pariwisata di Bintan Diimbau Siapkan SOP Kesehatan
Sapril mengatakan bahwa desa tersebut bisa menjadi terkenal dan dijadikan sebagai desa wisata karena adanya kerjasama antara Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) dan salah satu warga bernama I Wayan Santika.
Selain Desa Wisata Ekang, ada pula Desa Pengudang. Desa ini menawarkan berbagai aktivitas salah satunya edukasi seputar hutan bakau di Pengudang Bintan Mangrove.
Ada pula Istana Jendela Dunia yang letaknya tidak jauh dari Pengudang Bintan Mangrove.
Madun, warga Bintan pengelola Istana Jendela Dunia, mengumpulkan berbagai limbah yang hanyut di pantai. Mulai dari kayu, hingga televisi.
“Bagi orang-orang yang datang dan ngobrol sama dia, dia dapat inspirasi untuk membentuk kayu-kayu hanyut ini lalu diberi nama. Kedua kalinya saya datang ke sana, dia mengatakan 'Ini patung Bapak',” tutur Sapril.
Sapril mengatakan bahwa Bintan memiliki kegiatan pariwisata lengkap yang bisa dikembangkan lebih jauh pasca-pandemi virus corona.
Salah satunya adalah pariwisata berbasis masyarakat. Melalui pariwisata tersebut, mereka bisa mendorong pelaku usaha kecil menengah (UKM) untuk semakin dioptimalkan di Kepulauan Seribu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.