KOMPAS.com – Salah satu upaya beberapa negara di dunia dalam menggerakan kembali perjalanan dan industri pariwisata akibat pandemi adalah menerapkan travel bubble yang juga dikenal sebagai koridor perjalanan.
Travel bubble adalah dua atau lebih negara yang berhasil mengontrol laju virus corona sepakat untuk menciptakan sebuah gelembung atau koridor perjalanan.
Baca juga: Apa Itu Travel Bubble? Ini Penjelasan Lengkapnya
Gelembung ini akan memudahkan penduduk yang tinggal di negara-negara tersebut melakukan perjalanan secara bebas dan menghindari kewajiban karantina mandiri.
Menurut pakar ekonomi seperti dikutip dari VOA News, gelembung perjalanan antar negara mampu memicu penerbangan, pariwisata, dan konferensi.
Ketiga hal tersebut merupakan bagian dari industri pariwisata yang mendapat hantaman sejak pandemi global pada akhir Januari 2020.
World Travel and Tourism Council memperkirakan, sebanyak 49 juta pekerja di bidang pariwisata di kawasan tersebut berisiko.
“Ini merupakan sebuah isu tentang bagaimana membuka kembali perjalanan. Tidak hanya untuk pariwisata, juga pebisnis yang tidak bisa melakukan perjalanan,” kata Asia-Pacific Chief Economist di IHS Markit, Rajiv Biswas, kepada VOA News.
“Seluruh wilayah menghadapi isu ini dan tidak seorang pun bisa bergerak dari satu negara ke negara lain. Jadi ini adalah topik utama yang dipertimbangkan oleh banyak negara,” lanjutnya.
Mengutip BBC, kedua negara akan mengizinkan pelancong dari masing-masing negara untuk berkunjung tanpa melewati prosedur karantina.
Sejauh ini, kedua negara masih belum memastikan kapan travel bubble akan berlaku. Namun, jika konsep ini berhasil, kedua negara akan mengembangkan koridor perjalanan dengan negara-negara lain.
Baca juga: Bagaimana Rencana Travel Bubble di Negara-negara ASEAN?
Rencananya, kedua negara tersebut akan "mengajak" Kanada dan beberapa negara di Asia guna membantu rantai pasokan, serta perjalanan bisnis.
Maskapai penerbangan terbesar di Australia, Qantas, ingin mulai menggunakan travel bubble saat penerbangan di seluruh Australia dimulai kembali.
“Ini merupakan hal positif yang kami tidak prediksi hingga saat ini. Mudah-mudahan ini bisa dijadikan sebagai model untuk membuka sebagian jaringan internasional, saat virus corona sudah terkendali di berbagai negara,” kata Chief Executive Qantas, Alan Joyce, kepada BBC.
Joyce berharap, jika travel bubble berhasil dan mendapatkan daya tarik, gagasan tersebut bisa diperluas ke lebih banyak negara.