Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bolehkah Naik Gunung Selama Pandemi? Ini Anjuran Dokter

Kompas.com - 26/06/2020, 09:45 WIB
Nicholas Ryan Aditya,
Kahfi Dirga Cahya

Tim Redaksi


JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah mengumumkan persiapan pembukaan 29 Taman Nasional (TN), Taman Wisata Alam (TWA), dan Suaka Margasatwa (SM) secara bertahap dan terbatas hanya untuk zona hijau dan kuning.

Salah satu kegiatan wisata alam yang diadakan dan sering dilakukan di TN maupun TWA adalah pendakian gunung. Namun, saat masa pandemi, muncul banyak pertanyaan seputar kesehatan pendakian gunung.

Baca juga: Pemerintah Umumkan Kawasan Pariwisata Alam Indonesia Dibuka Bertahap

Dua dokter dalam webinar Federasi Mountaineering Indonesia (FMI) bertajuk "Mendaki Gunung Aman dan Sehat di Masa Pandemi" memberikan pemaparannya, Kamis (25/6/2020).

Spesialis Kedokteran Olahraga di Royal Sports Performance Centre, Sophia Hage menerangkan, melakukan aktivitas pendakian boleh saja dilakukan pada masa pandemi.

Namun, lanjut Sophia, pendaki tersebut harus memerhatikan kondisi dirinya dan menjaga agar tak menularkan virus pada orang lain.

"Kita harus bicara stamina kita gimana, dalam hal ini ketahanan jantung dan paru, kekuatan otot dan ketahanan otot," kata Sophia.

"Keseimbangan juga, karena kalau kita bicara pendakian--bahkan sebelum pandemi pun ini termasuk kategori olahraga dengan risiko kesehatan sedang atau tinggi tergantung dari lokasi dan kondisi orang itu," lanjutnya.

Baca juga: Kawasan Pariwisata Alam Dibuka Kembali, Ini Protokol Kesehatannya

Adapun dengan kondisi pandemi saat ini, Sophia menambahkan, maka turut berbicara soal pencegahan--baik untuk diri sendiri dan orang lain--selama pendakian.

Ia melanjutkan, kegiatan pendakian selama pandemi tidak hanya berkutat pada protokol bagi pengunjung atau pendaki.

Guna mencegah virus menyebar pada kegiatan pendakian, kata dia, pengelola wisata gunung harus bisa mendeteksi adanya infeksi Covid-19 atau pun gejala.

"Jika ada, mereka harus bisa merespon gawat darurat yang terkait dengan Covid-19 maupun tidak. Jadi ada hal-hal yang kita bisa lakukan sebagai pendaki, dan ada juga hal-hal yang harus dilakukan oleh pengelola," jelasnya.

 

Ilustrasi Gunung Rinjani.SHUTTERSTOCK Ilustrasi Gunung Rinjani.

Selain itu, menurut Sophia, kondisi zona hijau dan kuning atau status daerah Covid-19 wajib menjadi perhatian bagi pendaki maupun pengelola.

Ia menerangkan, status zona di setiap daerah dapat berubah sewaktu-waktu karena Covid-19 yang masih aktif penyebarannya hingga saat ini.

Baca juga: 29 Taman Nasional dan Taman Wisata Alam Boleh Buka Kembali

Oleh karena itu, menurutnya, apabila calon pendaki sudah tak sabar ingin melakukan pendakian, maka harus melihat situasi terkini daerah wisata gunung yang akan dituju.

"Jadi kalau kaki misalnya udah gatal pengen mendaki, ya pertimbangkan, ke mana kita pergi? Apakah lokasi atau taman nasional yang akan kita tuju ini merupakan suatu daerah atau zona yang berbeda dengan tempat kita sekarang," kata Sophia.

"Jangan sampai kita berkontribusi mengubah daerah yang tadinya zona hijau justru malah menjadi kuning atau malah meningkat," lanjutnya.

Lebih jauh, ia juga menyebut para pendaki tetap harus memerhatikan jaga jarak saat melakukan aktivitas pendakian.

Baca juga: Awas, Ada Sanksi jika Abaikan Protokol Kesehatan di Kawasan Pariwisata Alam

Menurutnya, jaga jarak ketika mendaki gunung berbeda pada saat melakukan aktivitas biasa seperti di rumah.

"Jika kita misalnya makan di luar itu kan jaga jarak satu meter, karena kita tidak terlalu banyak bergerak, tapi kalau kita mendaki, ini yang berbeda. Kita harus menjaga jarak lebih dari satu meter, yaitu dua meter, karena kita banyak bergerak," jelasnya.

Ia menambahkan, bagi calon pendaki juga harus mulai melakukan pengecekan dini terkait gejala Covid-19 apabila ingin segera melakukan pendakian.

 

Tampak suasana ramai di kawah Ranu Kumbolo, Gunung Semeru, Jawa Timur.Biro Komunikasi Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Tampak suasana ramai di kawah Ranu Kumbolo, Gunung Semeru, Jawa Timur.

Oleh sebab itu, ia menyarankan masyarakat yang ingin melakukan pendakian wajib menyertakan surat sehat dan surat bebas Covid-19 hasil dari swab test dengan metode PCR.

"Swab test disarankan karena itu yang paling ideal, karena rapid test ini dikatakan tidak akurat, hanya menilai anti bodi," kata Sophia.

"Kita menyadari kondisi di lapangan hampir tidak mungkin semua orang melakukan swab berbayar karena mahal, tapi ada beberapa puskesmas yang melaksanakan swab gratis," lanjutnya.

Baca juga: Prosedur Naik Gunung Akan Ketat Setelah Pandemi Corona, Seperti Apa?

Sementara itu, Ketua Satgas Covid-19 Ikatan Dokter Indonesia Kabupaten Bandung, Dokter Franky Moudy Rumondor menambahkan, para calon pendaki harus melakukan check-point sendiri sebelum mendaki.

Adapun check-point tersebut mulai dari pengecekan persiapan protokol kesehatan seperti mengenakan masker saat keluar rumah, selalu mencuci tangan dengan air mengalir dan sabun, membawa hand sanitizer dan lainnya.

Selain itu, ia menyarankan, pada saat pendakian, masyarakat tak perlu mengenakan masker karena dapat menyebabkan nafas tersendat.

"Tidak perlu pakai masker ketika pendakian, tapi tetap jaga jarak dua meter. Namun harus diperhatikan, pada saat di basecamp dan pos pendakian, harus mengenakan masker," tuturnya.

Franky juga mengimbau, para pendaki tidak melupakan jaga jarak pada saat istirahat. Menurutnya, para pendaki harus menjaga jarak pada saat di basecamp, atau pun ketika di tenda.

"Karena pendaki ini sering lupa, ketika mereka makan di basecamp, berkumpul bergerombol. Nah ini harus kita lakukan check-point yaitu jaga jarak diri sendiri dengan orang lain," pungkasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com