PANGKALAN BUN, KOMPAS.com - Yomie Kamale harus memutar otak. Sudah lebih lima bulan Yomie tidak bisa mendulang pemasukan dari kunjungan wisatawan ke Taman Nasional Tanjung Puting (TNTP).
Terhitung sejak 18 Maret 2020, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) melalui Balai TNTP menyatakan pusat konservasi orangutan terbesar di dunia ini ditutup dari aktivitas pariwisata.
Ketua Himpunan Pramuwisata Indonesia (HPI) Kalimantan Tengah ini mencatat sedikitnya 126 pemandu wisata terdampak penutupan aktivitas pariwisata di kawasan taman nasional dengan luasan 415 ribu hektare ini.
Baca juga: 4 Rekomendasi Wisata Sehari di Pangkalan Bun Kalteng
"Untuk pemandu di masa pandemi ini banyak yang mencari dan mencoba pekerjaan lain. Ada yang berjualan online, bekerja di pelabuhan (sebagai buruh angkut), atau buka warung makan kecil-kecilan," ungkap Yomie.
"Ada juga kawan-kawan yang harus menjual barang pribadi untuk menutupi kebutuhan dan bertahan semampunya dengan bekerja serabutan," tutur Yomie.
Yomie sendiri sejak awal Juni lalu mulai membuka warung makan. Menu yang disediakannya mayoritas makanan khas Kumai.
Mulai dari soto ayam, bubur kacang hijau, kolak singkong, hingga coto menggala. Bersama sang istri, Munawarah, warung ini dia kelola di sela-sela kesibukan sebagai Ketua HPI Kalteng.
Dalam beberapa kesempatan Yomie didaulat menjadi pemateri dalam kegiatan yang berhubungan dengan kepemanduan.
Terpaksa jual kelotok
Penutupan kawasan TNTP juga berdampak terhadap paling tidak 25 agen perjalanan, 112 pemilik kelotok wisata, dan 98 orang juru masak yang mengorganisasi diri dalam Tourist Cook Assosiation (TCA).
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.