Sama seperti zaman sekarang, pada saat itu masyarakat Indonesia berlomba-lomba untuk memanjat dan meraih hadiah yang digantung di ujung pinang.
Hadiah yang ditawarkan tentunya berbeda dari masa kini. Dulu, masyarakat Indonesia berebut barang-barang pokok, seperti makanan, gula, tepung, dan pakaian.
Baca juga: Rayakan 17 Agustus, Mapala UI Kibarkan Merah Putih di Goa Grubug dan Tebing Sumbing
Meski saat ini hadiah semacam itu sangat mudah untuk didapatkan, zaman dahulu barang-barang pokok merupakan suatu kemewahan tersendiri.
Panjang pinang yang dipercaya diperkenalkan para penjajah Belanda ke Indonesia mengundang pro dan kontra.
Salah satu pendapat kontra mengenai hal tersebut adalah panjat pinang seharusnya tidak dijadikan tradisi di acara kemerdekaan karena membawa memori pahit masa lalu.
Pemusik Harry Roesli menuturkan kepada Harian Kompas bahwa dia juga kontra terhadap lomba panjat pinang.
Menurut dia, dalam perayaan hari kemerdekaan terlihat, ada kelas sosial di lingkungan masyarakat. Orang kaya cenderung hanya menyumbang saja dan tidak ikut kegiatannya.
Baca juga: Sisi Gelap Tradisi Panjat Pinang di Hari Kemerdekaan Indonesia
"Si orang kaya menyumbang supaya ia bisa hidup aman di lingkungan itu. Supaya tidak ada yang menjarah hartanya," kata Harry seperti dikutip pada Harian Kompas, Minggu (18/8/2002), mengutip Kompas.com, Senin (12/8/2020).
Penggunaan pohon pinang hanya untuk acara sekali setahun pun dianggap tidak seimbang dengan nilai lingkungan karena dilakukan penebangan besar-besaran.
Tulis komentar dengan menyertakan tagar #JernihBerkomentar dan #MelihatHarapan di kolom komentar artikel Kompas.com. Menangkan E-Voucher senilai Jutaan Rupiah dan 1 unit Smartphone.
Syarat & Ketentuan