KOMPAS.com – Panjat pinang merupakan salah satu lomba yang sering dilakukan masyarakat dalam merayakan hari kemerdekaan Indonesia.
Setiap 17 Agustus, hampir di setiap sudut kota akan terlihat beberapa batang pohon pinang yang didirikan dengan beragam hadiah di puncaknya untuk diambil para peserta.
Lomba panjat pinang tidak hanya diikuti orang tua. Dewasa, bahkan anak-anak juga mengikutinya. Momen seru tersebut jarang terlewat setiap Bulan Agustus.
Itu karena hadiahnya cukup menarik. Ada yang menawarkan peralatan dapur, hingga barang elektronik, seperti televisi dan kulkas. Terkadang, barang seperti sepeda ikut digantung.
Baca juga: Rhoma Irama Bandingkan Lomba Panjat Pinang Dulu dan Sekarang
Namun, untuk mendapatkannya ternyata cukup sulit. Para peserta harus memanjat batang pinang yang telah dilumuri minyak atau oli.
Berbagai strategi pun dirundingkan oleh para peserta agar masing-masing bisa meraih seluruh hadiah di batang pohon pinang.
Meski panjat pinang menjadi salah satu lomba paling ikonik yang kerap dilakukan setiap 17 Agustus, tetapi tidak banyak yang tahu kapan lomba tersebut pertama diadakan dan oleh siapa.
Dilansir dari Kompas.com, Jumat (17/8/2018), lomba itu sudah ada sejak masa penjajahan Belanda. Dahulu, panjat pinang digunakan sebagai acara hiburan kaum kolonial.
Panjat pinang kerap diadakan pada acara-acara penting seperti hajatan, hari libur nasional, atau hari ulang tahun tokoh-tokoh penting Belanda.
Baca juga: Identik dengan HUT RI, Begini Asal Mula Panjat Pinang
Bahkan, tradisi melumeri batang pohon pinang dengan pelicin pun sudah ada sejak zaman penjajahan Belanda.
Sama seperti zaman sekarang, pada saat itu masyarakat Indonesia berlomba-lomba untuk memanjat dan meraih hadiah yang digantung di ujung pinang.
Hadiah yang ditawarkan tentunya berbeda dari masa kini. Dulu, masyarakat Indonesia berebut barang-barang pokok, seperti makanan, gula, tepung, dan pakaian.
Baca juga: Rayakan 17 Agustus, Mapala UI Kibarkan Merah Putih di Goa Grubug dan Tebing Sumbing
Meski saat ini hadiah semacam itu sangat mudah untuk didapatkan, zaman dahulu barang-barang pokok merupakan suatu kemewahan tersendiri.
Panjang pinang yang dipercaya diperkenalkan para penjajah Belanda ke Indonesia mengundang pro dan kontra.
Salah satu pendapat kontra mengenai hal tersebut adalah panjat pinang seharusnya tidak dijadikan tradisi di acara kemerdekaan karena membawa memori pahit masa lalu.
Pemusik Harry Roesli menuturkan kepada Harian Kompas bahwa dia juga kontra terhadap lomba panjat pinang.
Menurut dia, dalam perayaan hari kemerdekaan terlihat, ada kelas sosial di lingkungan masyarakat. Orang kaya cenderung hanya menyumbang saja dan tidak ikut kegiatannya.
Baca juga: Sisi Gelap Tradisi Panjat Pinang di Hari Kemerdekaan Indonesia
"Si orang kaya menyumbang supaya ia bisa hidup aman di lingkungan itu. Supaya tidak ada yang menjarah hartanya," kata Harry seperti dikutip pada Harian Kompas, Minggu (18/8/2002), mengutip Kompas.com, Senin (12/8/2020).
Penggunaan pohon pinang hanya untuk acara sekali setahun pun dianggap tidak seimbang dengan nilai lingkungan karena dilakukan penebangan besar-besaran.
Tulis komentar dengan menyertakan tagar #JernihBerkomentar dan #MelihatHarapan di kolom komentar artikel Kompas.com. Menangkan E-Voucher senilai Jutaan Rupiah dan 1 unit Smartphone.
Syarat & Ketentuan