Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - Diperbarui 17/08/2021, 13:18 WIB

KOMPAS.comPanjat pinang merupakan salah satu lomba yang kerap hadir saat perayaan hari kemerdekaan Indonesia.

Sebelum masa pandemi, setiap 17 Agustus akan terlihat batang pohon pinang berdiri di di setiap sudut kota.

Pada puncak pohon pinang terpasang beragam hadiah yang siap diperebutkan para peserta.

Lomba panjat pinang tidak hanya diikuti orang dewasa. Ada versi panjat pinang untuk anak-anak.

Momen seru dari lomba ini adalah karena batang pinang diolesi oli atau minyak sehingga pemanjat kerap terjatuh akibat licin. Kerja sama anggota tim berperan penting dalam memenangkan lomba ini.

Berbagai strategi pun dirundingkan oleh para peserta agar masing-masing bisa meraih seluruh hadiah di batang pohon pinang.

Hadiahnya pun mengikuti perkembangan zaman. Ada yang menawarkan peralatan dapur, hingga barang elektronik, seperti televisi dan kulkas. Terkadang, sepeda pun ikut digantung.

Baca juga: Rhoma Irama Bandingkan Lomba Panjat Pinang Dulu dan Sekarang

 

Warga mengikuti lomba panjat pinang, pukul bantal dan makan donat untuk memeriahkan HUT ke-74 Kemerdekaan RI di saluran Kalimalang, Jakarta Timur, Sabtu (17/8/2019).KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG Warga mengikuti lomba panjat pinang, pukul bantal dan makan donat untuk memeriahkan HUT ke-74 Kemerdekaan RI di saluran Kalimalang, Jakarta Timur, Sabtu (17/8/2019).

Tidak ada yang tahu pelopor panjat pinang

Meski panjat pinang menjadi salah satu lomba paling ikonik yang kerap dilakukan setiap 17 Agustus, tetapi tidak banyak yang tahu kapan lomba tersebut pertama diadakan dan oleh siapa.

Lomba itu sudah ada sejak masa penjajahan Belanda. Dahulu, panjat pinang digunakan sebagai acara hiburan kaum kolonial.

Baca juga: Identik dengan HUT RI, Begini Asal Mula Panjat Pinang

Panjat pinang kerap diadakan pada acara-acara penting seperti hajatan, hari libur nasional, atau hari ulang tahun tokoh-tokoh penting Belanda.

Tradisi melumuri batang pohon pinang dengan pelicin pun sudah ada sejak zaman penjajahan Belanda.

Warga mengikuti lomba panjat pinang, pukul bantal dan makan donat untuk memeriahkan HUT ke-74 Kemerdekaan RI di saluran Kalimalang, Jakarta Timur, Sabtu (17/8/2019).KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG Warga mengikuti lomba panjat pinang, pukul bantal dan makan donat untuk memeriahkan HUT ke-74 Kemerdekaan RI di saluran Kalimalang, Jakarta Timur, Sabtu (17/8/2019).

Sama seperti saat ini, pada masa kolonial Belanda, warga lokal berlomba-lomba untuk memanjat dan meraih hadiah yang digantung di ujung pinang.

Hadiah yang ditawarkan tentunya berbeda dari masa kini. Hadiahnya berupa barang-barang pokok, seperti makanan, gula, tepung, dan pakaian.

Baca juga: Rayakan 17 Agustus, Mapala UI Kibarkan Merah Putih di Goa Grubug dan Tebing Sumbing

Meski saat ini hadiah semacam itu sangat mudah untuk didapatkan, zaman dahulu barang-barang pokok merupakan suatu kemewahan tersendiri.

 

 

Aneka lomba dihelat di aliran Banjir Kanal Timur, Duren Sawit, Jakarta Timur pada peringatan hari kemerdekaan ke-74 RI, Sabtu (17/8/2019), mulai dari tangkap bebek hingga panjat pinang di aliran air.KOMPAS.COM/VITORIO MANTALEAN Aneka lomba dihelat di aliran Banjir Kanal Timur, Duren Sawit, Jakarta Timur pada peringatan hari kemerdekaan ke-74 RI, Sabtu (17/8/2019), mulai dari tangkap bebek hingga panjat pinang di aliran air.

Pro dan kontra acara panjat pinang

Panjang pinang yang dipercaya diperkenalkan para penjajah Belanda ke Indonesia mengundang pro dan kontra.

Salah satu pendapat kontra mengenai hal tersebut adalah panjat pinang seharusnya tidak dijadikan tradisi di acara kemerdekaan karena membawa memori pahit masa lalu.

Pemusik Harry Roesli menuturkan kepada Harian Kompas bahwa dia juga kontra terhadap lomba panjat pinang.

Baca juga: Sisi Gelap Tradisi Panjat Pinang di Hari Kemerdekaan Indonesia

"Si orang kaya menyumbang supaya ia bisa hidup aman di lingkungan itu. Supaya tidak ada yang menjarah hartanya," kata Harry seperti dikutip pada Harian Kompas, Minggu (18/8/2002).

Menurut dia, dalam perayaan hari kemerdekaan terlihat, ada kelas sosial di lingkungan masyarakat. Orang kaya biasanya hanya menyumbang saja dan tidak ikut kegiatannya.

Penggunaan pohon pinang hanya untuk acara sekali setahun pun dianggap tidak seimbang dengan nilai lingkungan karena dilakukan penebangan besar-besaran.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Rekomendasi untuk anda
27th

Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!

Syarat & Ketentuan
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Verifikasi akun KG Media ID
Verifikasi akun KG Media ID

Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.

Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.

Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+