Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kenapa Desa Wisata Harus Bersandingan dengan Desa Digital?

Kompas.com - 28/09/2020, 16:15 WIB
Nicholas Ryan Aditya,
Kahfi Dirga Cahya

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Wakil Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, Budi Arie Setiadi mengungkapkan desa wisata dan desa digital harus saling terkoneksi atau terhubung.

Hal tersebut diungkapkan saat webinar "Ngobrol Bareng: Menggali Potensi Desa untuk Mendukung Pariwisata Berkelanjutan", Rabu (23/9/2020).

"Hubungan antara desa wisata dan desa digital sudah sangat jelas. Desa wisata harus memiliki konektivitas atau koneksi digital. Tanpa koneksi atau konektivitas telematika, maka desa wisata tidak berarti apa-apa," kata Budi.

Baca juga: Kunjungi Purbalingga, Mendes PDTT Jelaskan Manfaat Desa Digital

Terlebih, lanjut dia, zaman media sosial semakin berkembang pesat saat ini. Masyarakat desa wisata pun harus ikut ambil bagian dalam pengelolaan digital di desa wisatanya.

Lalu bagaimana caranya?

Menurut Budi, cara menghubungkan desa wisata dan desa digital adalah dengan menghadirkan digitalisasi dalam promosi desa.

 

Tempat wisata di tengah perbukitan bernama Desa Wisata Srikeminut di Yogyakarta.dok. Desa Wisata Srikeminut Tempat wisata di tengah perbukitan bernama Desa Wisata Srikeminut di Yogyakarta.

Misalnya, kata dia, dengan mengunggah dalam media sosial keunikan dan potensi desa wisatanya.

"Semua yang indah-indah itu akan cepat di-upload, dan disebarluaskan melalui piranti dan platform media sosial yang ada. Oleh karena itu, desa wisata harus bersanding dengan desa digital," jelasnya.

Bersandingnya desa wisata dan desa digital, tambahnya, mengutamakan konsepsi digital dalam setiap pembangunan desa wisata.

Mengutip situs resmi Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Republik Indonesia (Kemenko PMK), saat ini akan segera dibangun Desa Wisata dan Desa Digital di 10 desa.

Sepuluh desa tersebut di antaranya Desa Wisata Pentingsari, Desa Bilibante, Desa Ngalanggeran, Desa Pujon Kidul, Desa Kutuh, dan Desa Cibuntu.

Baca juga: Desa Wisata Srikeminut di Yogyakarta, Tempat Wisata di Tengah Bukit

Budi menambahkan, sebuah desa harus pula mengembangkan pariwisata berkelanjutan yang disesuaikan dengan kemampuan Sumber Daya Manusia (SDM) desa.

 

Ilustrasi Bali - Desa Penglipuran di Kabupaten Bangli, Bali.SHUTTERSTOCK / GODILA Ilustrasi Bali - Desa Penglipuran di Kabupaten Bangli, Bali.

Pengelolaan sebuah desa harus ditentukan oleh warga desa itu sendiri, kata dia.

“Prinsip dari pengelolaan desa wisata berbasis di manusia, yang penting society-nya mendukung, masyarakatnya mendukung," kata Budi.

"Karena prinsip pembangunan desa adalah harusnya menjadikan warga desa sebagai subjek pembangunan. Dalam artian warga desa lah yang menjadi subjek utama pengembangan desa wisata tersebut,” tuturnya.

Untuk desa wisata, ia mengatakan ada sekitar 74.953 desa yang berpotensi memiliki potensi wisata.

Salah satu keunikan yang bisa ditonjolkan dari desa-desa tersebut di antaranya pantai, gunung, dan budaya yang dimiliki desa.

"74.953 desa ini memiliki karakter budaya dan ekosistem yang berbeda-beda di masyarakat,” pungkasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com