" Konservasi lintas batas membutuhkan multi-stakeholder, multi-pihak, siapa pun boleh ikut. Kedua, multi-disipliner, berbagai macam ilmu, multilevel leadership," kata dia.
Baca juga: Wehea-Kelay, Tempat Ekowisata dan Rumah Orangutan di Kalimantan Timur
Selain itu, konservasi lintas batas juga membutuhkan perbaikan berkelanjutan berdasarkan ilmu pengetahuan dan kearifan lokal.
Menurut Wiratno, Wehea-Kelay telah menerapkan hal ini terwujud dari adanya kombinasi antara ilmu pengetahuan dan kearifan lokal.
Ilmu pengetahuan dan kearifan lokal itu pun, kata dia, juga telah dipublikasikan melalui buku-buku yang dikeluarkan Forum KEE Wehea-Kelay.
Sekadar informasi, forum KEE Wehea-Kelay telah mengeluarkan enam buku tentang Wehea-Kelay yang semuanya berfokus pada primata orangutan.
Baca juga: Bertambah Dua Ekor, Bagaimana Kondisi Konservasi Badak Jawa di Ujung Kulon?
Terakhir, Wehea-Kelay juga dinilai telah menerapkan mentorship at field level. Konsep ini merupakan pendampingan konservasi lintas batas oleh tokoh-tokoh di balik layar.
Wehea-Kelay merupakan sebuah Kawasan Ekosistem Esensial (KEE) yang menjadi rumah bagi ribuan individu orangutan, satwan dan tumbuhan lainnya.
Kawasan ini merupakan habitat bagi setidaknya 1.282 individu orangutan, 713 jenis tumbuhan, 77 jenis mamalia, 270 jenis burung, 46 jenis reptil, 70 jenis amfibi, dan 44 jenis kupu-kupu.
Lokasinya berada di Kabupaten Kutai Timur dan Kabupaten Berau, Provinsi Kalimantan Timur. Kawasan ini dikelola oleh Forum KEE Wehea-Kelay yang berkomitmen dalam pengelolaan habitat orangutan dan ekosistemnya di bentang alam tersebut.
Forum ini berisi 23 anggota yang terdiri dari pemerintah pusat, pemerintah daerah, swasta, masyarakat, akademisi dan lembaga swadaya masyarakat.
Tulis komentar dengan menyertakan tagar #JernihBerkomentar dan #MelihatHarapan di kolom komentar artikel Kompas.com. Menangkan E-Voucher senilai Jutaan Rupiah dan 1 unit Smartphone.
Syarat & Ketentuan