KOMPAS.com - Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) tengah menyiapkan dana sebesar Rp 3,3 triliun untuk pengusaha hotel, restoran. dan pemerintah daerah (Pemda).
Kebijakan itu disambut baik Guru Besar Ilmu Pariwisata Universitas Udayana Bali I Gede Pitana.
Menurut dia, itu merupakan langkah atau strategi yang baik, mengingat pariwisata tengah mengalami keterpurukan akibat pandemi.
"Pertama, kami orang pariwisata sangat berterima kasih dengan adanya hibah itu karena memang pariwisata sangat terpuruk," kata Pitana saat dihubungi Kompas.com, Kamis (22/10/2020).
Baca juga: PHRI Minta Kemenparekraf Kawal Kebijakan Dana Hibah ke Pengusaha Hotel dan Restoran
Selain itu, ia juga mengingatkan agar bentuk penerapan dana tersebut harus sesuai dengan aturan Kementerian Keuangan.
Siapa yang akan menerima dana?
Namun, Pitana menyoroti hal terkait kejelasan dana hibah dan siapa yang akan menerima dana tersebut.
Ia mempertanyakan apakah dana tersebut merupakan pengembalian pajak hotel restoran (PHR), sehingga hanya pengusaha hotel dan restoran yang mendapatkannya.
"Yang jelas, harus dijelaskan apakah itu hibah untuk dunia pariwisata atau hibah pengembalian dari PHR?," tanya Pitana.
Dirinya menjelaskan bahwa antara dana hibah pariwisata dan dana hibah pengembalian PHR merupakan dua hal yang berbeda.
Jika dana tersebut merupakan dana hibah pengembalian PHR, maka yang berhak menerima adalah pembayar PHR yaitu hotel dan restoran.
"Tapi kalau itu hibah untuk industri pariwisata. Maka semua stakeholder pariwisata yang berkontribusi terhadap pembangunan pariwisata, berhak mendapatkannya, termasuk ASITA, travel agent, guide, kemudian masyarakat pemilik obyek wisata," ujar Pitana.
Oleh karena itu, ia berharap pemerintah dapat terlebih dahulu menjelaskan maksud dan tujuan dari dana hibah tersebut.
Bisa muncul rasa ketidakadilan
Lebih jauh Pitana menjelaskan, apabila dana tersebut khusus diberikan kepada pengusaha hotel dan restoran saja, maka akan timbul kecemburuan sosial ke stakeholder pariwisata lainnya.