KOMPAS.com – Beberapa waktu lalu terdengar kabar seorang pendaki perempuan yang mengalami gejala acute mountain sickness (AMS) atau penyakit ketinggian, lalu ditinggalkan para rekannya.
Kasus tersebut pun jadi perhatian lantaran dianggap membahayakan. Lantas, apa itu AMS dan bagaimana cara penanganan yang tepat?
Berikut penjelasan dari Sekretaris Jenderal Asosiasi Pemandu Gunung Indonesia (APGI) Rahman Mukhlis terkait AMS.
"AMS memang penyakit ketinggian yang bisa menyerang pendaki saat berada di ketinggian. Biasanya di ketinggian 2.500 meter dari permukaan laut (mdpl) bisa kena," kata Rahman kepada Kompas.com, Selasa (3/11/2020).
Baca juga: Tinggalkan Rekan yang Sedang Sakit, 7 Pendaki Disanksi di Gunung Slamet
Rahman melanjutkan, gejala AMS ringan meliputi sakit kepala, mual dan pusing, kehilangan nafsu makan, kelelahan, sesak napas, tidur terganggu, dan lemas untuk bergerak.
Biasanya, penyakit yang tidak bisa diprediksi dan dapat menyerang pendaki ini terjadi karena beberapa faktor.
“Perbedaan ketinggian, kecepatan pendakian, dan daya tahan tubuh. Tubuh harus sehat dan teraklimatisasi untuk mencegah terjadinya AMS,” ungkap Rahman.
Lantas, apa yang bisa dilakukan jika ada teman pendaki yang terkena gejala AMS?
Hal pertama yang wajib dilakukan adalah mendapingi pendaki yang terkena AMS. Rahman mengatakan, AMS terjadi karena tubuh belum terbiasa dengan ketinggian.
“Harus ada pendampingan, tidak boleh sendiri. Lebih cepat dibawa ke bawah, lebih baik. Percepat kondisi agar stabil,” ujar Rahman.
Baca juga: Pendakian Gunung Andong Buka Tahap Uji Coba, Kuota Per Hari 100 Orang
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.