Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Asosiasi Pariwisata Kecewa jika Cuti Bersama Akhir Tahun Dipangkas

Kompas.com - 25/11/2020, 21:00 WIB
Syifa Nuri Khairunnisa,
Kahfi Dirga Cahya

Tim Redaksi


KOMPAS.com – Sekretaris Jenderal Persatuan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) mengungkapkan kekecewaannya terkait wacana pemangkasan cuti bersama di akhir tahun 2020.

Pasalnya, periode cuti bersama di akhir tahun nanti diharapkan bisa jadi salah satu angin segar bagi sektor pariwisata.

Dalam beberapa kali periode libur panjang terbukti bisa memberikan sedikit angin segar untuk sektor pariwisata. Walaupun kecil, kata Maulana, kontribusinya cukup untuk membuat hotel dan restoran bisa bertahan sedikit lebih lama.

Baca juga: Tanggapan Asosiasi Soal Wacana Libur Panjang Ditiadakan

Ia mencontohkan, dalam periode libur panjang akhir Oktober 2020 kemarin untuk okupansi hotel bertambah sekitar 5-6 persen dari biasanya.

“Sejak Maret sampai November berarti sudah sembilan bulan khususnya di hotel, rata-rata hanya antara 20-30 okupansinya dalam sembilan bulan ini,” kata Maulana ketika dihubungi Kompas.com, Rabu (25/11/2020).

Jika dibandingkan per tahunnya dalam kondisi bukan pandemi, okupansi hotel paling rendah biasa terjadi hanya satu bulan dalam setahun dengan angka 40 persen.

Maka dari itu dengan kondisi hotel hanya memiliki rata-rata okupansi 20-30 persen dalam sembilan bulan terakhir, tentu saja sangat memberatkan para pelaku usaha termasuk masyarakat yang terlibat sebagai pekerja di dalam sektor tersebut.

 

Polisi memberlalukan contra flow mulai dari kilometer 47-61 tol Jakarta-Cikampek untuk mengurai kepadatan pada puncak arus mudik libur panjang, Rabu (28/10/2020).KOMPAS.COM/FARIDA Polisi memberlalukan contra flow mulai dari kilometer 47-61 tol Jakarta-Cikampek untuk mengurai kepadatan pada puncak arus mudik libur panjang, Rabu (28/10/2020).

Pemerintah yang salah fokus

Menurut Maulana, pemerintah bisa dibilang salah fokus dalam menangani masalah ini. Seharusnya pemerintah bisa melihat permasalahan ini dari sisi lain, yakni ekonomi di sektor pariwisata yang melibatkan begitu banyak orang.

Pelaku usaha, kata Maulana, bertanggung jawab terhadap kehidupan karyawannya. Mereka harus membayar gaji karyawannya, menjaga mereka agar tetap bisa berpenghasilan.

“Geliat wisata yang mutlak akan menggerakkan ekonomi di segala lini masyarakat dan juga dibutuhkan oleh negara. Pemerintah tanpa pelaku ekonomi kan tidak bisa apa-apa mereka,” tambah dia.

Ia menyayangkan kebijakan pemerintah yang belum tegas. Seperti menghentikan perkumpulan-perkumpulan tertentu, atau kegiatan politik yang tidak berkaitan dengan kegiatan ekonomi masyarakat.

Baca juga: Asosiasi Pariwisata Minta PSBB Jakarta Dicabut, Ini Alasannya

Seharusnya pemerintah bisa lebih fokus pada menerapkan kebijakan yang tegas untuk menjaga sektor ekonomi tetap bisa berjalan bersamaan dengan prosedur kesehatan yang ketat agar masyarakat tetap aman.

“Jadi statement soal setiap ada pergerakan pariwisata ini terjadi peningkatan Covid, seharusnya bukan itu yang diangkat,” ujar Maulana.

Ia menyatakan bahwa sebaiknya pemerintah bisa memberikan kebijakan atau langkah baru terkait peningkatan pengawasan dan penerapan adaptasi normal baru oleh masyarakat.

Sehingga masyarakat jadi teredukasi dan akhirnya terbiasa menerapkan protokol kesehatan dengan baik di mana pun mereka berada. Baik ketika berada di rumah, sedang bekerja, atau pun ketika liburan.

Karena hingga kini, kata Maulana, belum semua masyarakat sadar untuk menerapkan gerakan 3M yakni memakai masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan.

 

Pengunjung menikmati wahana di Dufan, Taman Impian Jaya Ancol, Jakarta Utara, Kamis (29/10/2020). Liburan panjang dimanfaatkan warga untuk berwisata ke tempat wisata pantai tersebut, jumlah pengunjung tercatat mencapai sekitar 22.000 pada pukul 15.00. Kuota pengunjung dibatasi 25 persen dari kapasitas maksimal atau 25.000 orang pada masa pembatasan sosial berskala besar (PSBB) transisi ini.KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG Pengunjung menikmati wahana di Dufan, Taman Impian Jaya Ancol, Jakarta Utara, Kamis (29/10/2020). Liburan panjang dimanfaatkan warga untuk berwisata ke tempat wisata pantai tersebut, jumlah pengunjung tercatat mencapai sekitar 22.000 pada pukul 15.00. Kuota pengunjung dibatasi 25 persen dari kapasitas maksimal atau 25.000 orang pada masa pembatasan sosial berskala besar (PSBB) transisi ini.

Libur panjang jadi trial

Selain ketegasan pemerintah dan pertimbangan isu yang dibicarakan, Maulana juga menyebut bahwa seharusnya libur panjang dan cuti bersama di akhir tahun bisa dijadikan ajang trial atau percobaan.

 

Maksudnya, pemerintah bisa menjadikan periode tersebut sebagai sesi praktik peningkatan pengawasan.

“Tantangan pemerintah di situ, bagaimana mereka menurunkan tim satgasnya untuk mengawasi pergerakan orang. Bukannya mereka dihalangi untuk bergerak,” jelas Maulana.

Menurutnya, kebijakan seperti ini tidak bisa dilakukan untuk jangka panjang. Kuncinya tetap pada ketegasan pemerintah dalam mengawasi berjalannya protokol kesehatan di segala lini, menjaga masyarakat untuk tetap melakukan protokol kesehatan dengan baik.

Pasalnya, untuk menyelesaikan segala masalah termasuk pandemi ini, pemerintah sangat membutuhkan kegiatan ekonomi yang berjalan dengan baik. Termasuk kegiatan ekonomi yang berlangsung di sektor pariwisata.

“Sekarang kondisi pelaku usaha sudah kritis. Makanya kita selalu bilang kalau mau menyelamatkan itu selamatkan pelaku usahanya dulu supaya dia bisa bayar gaji karyawannya. Itu yang harusnya dilakukan,” tegas Maulana.

Sebelumnya, wacana pemangkasan cuti bersama ini diungkapkan Presiden Joko Widodo agar masyarakat tak berbondong-bondong pergi berlibur yang diduga jadi penyebab lonjakan kasus Covid-19 beberapa waktu terakhir ini.

Instruksi Jokowi itu disampaikan Menteri Koordinator bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy usai rapat terbatas di Istana Merdeka, Jakarta, Senin (23/11/2020).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com