Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kenapa Pasir Pink Beach di Flores, NTT Berwarna Merah Muda?

Kompas.com - Diperbarui 23/06/2023, 11:00 WIB
Nabilla Ramadhian,
Anggara Wikan Prasetya

Tim Redaksi

KOMPAS.com – Salah satu tempat wisata yang wajib dikunjungi oleh wisatawan saat berada di Taman Nasional Komodo (TNK), Kabupaten Manggarai Barat, Flores, Nusa Tenggara Timur adalah Pink Beach.

Selain menawarkan pemandangan dari laut biru yang indah dan jernih, hamparan pasir berwarna merah muda tersebut menjadi daya tarik Pink Beach yang unik.

Baca juga: Air Terjun Cunca Jami yang Masih Tersembunyi di Sekitar Labuan Bajo

Travel Blogger Kadek Arini mengatakan, di balik warna pasir yang menarik terdapat peran dari ombak yang menyeret terumbu karang ke pesisir pantai.

“Terumbu karang di Pink Beach mayoritas warna pink. Terumbu karang yang kena ombak, dia kayak hancur. Serpihannya yang bercampur dengan pasir putih, jadi pasirnya warna pink,” katanya.

Pernyatan tersebut Kadek Arini sampaikan dalam konferensi pers virtual “Perlindungan Lengkap Jiwa dan Kesehatan yang Terjangkau”, Senin (21/12/2020).

Sementara itu, menurut informasi dalam Bobo, Senin (15/7/2019), warna pasir pantai yang terletak di Pulau Komodo berasal dari mikroorganisme bernama foraminifera.

Baca juga: Yuk, Simak 3 Ide Wisata Berkelanjutan di Labuan Bajo

Adapun, mengutip Kompas.com, Senin (14/9/2020), foraminifera atau Foram adalah plankton mikroskopis yang kerabat tertuanya muncul di lautan hampir satu miliar tahun yang lalu.

Lantas, apa hubungan plankton dengan warna pasir di Pink Beach?

Wisatawan bersama dengan staf Kementerian Pariwisata Republik Indonesia di Pink Beach, Kawasan Taman Nasional Komodo, Manggarai Barat, Flores, NTT, Rabu (10/5/2017).KOMPAS.COM/MARKUS MAKUR Wisatawan bersama dengan staf Kementerian Pariwisata Republik Indonesia di Pink Beach, Kawasan Taman Nasional Komodo, Manggarai Barat, Flores, NTT, Rabu (10/5/2017).

Foram memiliki warna sedikit oranye atau koral yang kemudian bercampur dengan pasir di pantai. Alhasil, warna pasir di Pink Beach menjadi warna merah muda.

Kendati Foram disebut menyebabkan warna pasir menjadi merah muda, mengutip Tribun Travel, Minggu (5/8/2018), warna pasir dipengaruhi cangkang kerang.

Baca juga: 10 Tempat Wisata di Labuan Bajo, Bisa ke Mana Saja?

Cangkang-cangkang kerang yang sudah pecah kemudian terbawa oleh ombak ke pesisir pantai. Pecahan cangkang kerang tersebut kemudian bercampur dengan pasir putih yang berasal dari batuan kapur di sekitar pantai.

Inilah yang membuat Pink Beach, salah satu dari tujuh pantai berpasir pink di dunia, memiliki warna pasir seperti yang saat ini dapat dilihat wisatawan.

Kegiatan menarik di Pink Beach

Kadek mengatakan, salah satu tempat wisata terkenal di Pulau Komodo tersebut menawarkan sejumlah kegiatan yang dapat dilakukan wisatawan.

Jika ingin diving atau snorkeling, pengunjung bisa melakukannya tanpa harus khawatir apakah ekosistem bawah laut akan sulit dilihat.

“Kalau mau diving atau snorkeling, cantik banget, enggak keruh airnya. Ikannya banyak, koral juga,” tuturnya.

Baca juga: Panduan dan Kisaran Biaya Traveling ala Backpacker ke Labuan Bajo

Selain itu, seluruh koral yang ada di Pink Beach masih terawat dan terjaga dengan baik. Sambil melihat keindahan bawah laut di Pink Beach, wisatawan dapat menikmati segarnya air laut yang ada.

Jangan bawa pulang pasir, karang, dan kerang

Salah satu kegiatan yang wajib dilakukan oleh wisatawan saat berkunjung ke sebuah destinasi adalah membawa pulang oleh-oleh.

Kendati demikian, melansir Kompas.com, Kamis (3/10/2019), ada baiknya wisatawan tidak nekat membawa pulang pasir, karang, atau kerang dari pantai-pantai di TNK.

Pasir, karang, dan kerang yang disita dari wisatawan di Bandara Komod, Labuan BajoKompas.com/Silvita Agmasari Pasir, karang, dan kerang yang disita dari wisatawan di Bandara Komod, Labuan Bajo

Sebab, menurut seorang petugas Aviation Security (Avesec) di Bandara Komodo, Labuan Bajo, benda-benda tersebut akan disita untuk dikembalikan oleh pihak bandara ke tempat semula.

Selain kena sita, sanksi lain yang bisa dikenakan kepada wisatawan yang nekat adalah denda paling besar Rp 200 juta dan penjara paling lama 10 tahun.

Hal ini tertulis dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com