Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Coba Paket Wisata Live In agar Puas Jelajah Desa Asal Muasal Angkringan

Kompas.com - 16/01/2021, 17:50 WIB
Syifa Nuri Khairunnisa,
Kahfi Dirga Cahya

Tim Redaksi

Walaupun hanya buka di akhir pekan, tapi menurut data kunjungan yang diungkapkan Gugun, biasanya ada sekitar 600 kunjungan per harinya. Dalam sebulan, rata-rata kunjungan bisa mencapai 2000 wisatawan.

Kemudian ada Kampung Lumpang yang mengusung ikon wisata lumpang—penumbuk padi yang terbuat dari batu. Nantinya, wisatawan bisa sekaligus berwisata kuliner tiwul sambal bawang di tengah-tengah nuansa pedesaan.

“Ada situs di kampung kami namanya Situs Lumpang. Itu yang akan kami jadikan sebagai ikon branding di Kampung Wisata Lumpang lalu dicampur dengan kuliner. Ada kuliner tiwul, Situs Lumpang, dan pasar tradisional,” jelas Gugun.

Lalu ada juga Kampung Seni Budaya, di mana terdapat sanggar seni tempat wisata bisa belajar menari dan bermain gamelan, dan lain-lain.

Selanjutnya adalah Kampung Tela atau Ketela, yakni pusat home industry olahan makanan ketela. Dan tentu saja ada Kampung Angkringan, tempat wisatawan bisa belajar sejarah angkringan sekaligus menikmati makanan khas angkringan.

Ada pula Kampung De Punguk, yang jadi pusat produksi oleh-oleh khas Ngerangan seperti keripik, kerupuk, aneka kacang, dan tempe benguk. Terakhir ada pula Kampung Sayur.

Beberapa kampung tersebut, seperti Kampung Lumpang masih berupa rintisan. Saat ini, pihak Bumdes diakui Gugun sudah selesai mempersiapkan dari segi manajemennya.

Baca juga: Seluruh Tempat Wisata di Klaten Tutup pada 11-25 Januari 2021

Namun, karena situasi pandemi yang tak kunjung reda, maka pengembangannya masih terhambat dan belum bisa dibuka untuk wisata secara resmi.

Nantinya, akan ada beberapa kampung lainnya yang terus dirintis oleh Bumdes. Rencananya, akan ada sekitar 9-10 kampung wisata yang sedang dipersiapkan untuk jadi destinasi wisata di Desa Ngerangan.

“Secara manajerial kami sudah sangat siap. Cuman kita khawatir karena target pasar kami yang jauh-jauh. Anak-anak dari Jakarta, Semarang, yang jauh dari desa. Situasinya kan belum memungkinkan,” tutur Gugun.

Joglo Tumiyono di Desa Wisata NgeranganDok. Gugun Desa Wisata Ngerangan Joglo Tumiyono di Desa Wisata Ngerangan

Daya tarik Joglo Tumiyono

Selain kampung-kampung wisata, salah satu ikon wisata yang juga ada di Desa Ngerangan adalah Joglo Tumiyono. Sebuah bangunan bergaya Jawa kuno yang katanya merupakan joglo terbesar di Indonesia.

Joglo Tumiyono jadi pemantik minat wisatawan untuk berkunjung ke Desa Ngerangan. Selain sebagai pusat edukasi soal wirausaha, tempat ini juga dibuka untuk umum.

Banyak wisatawan yang kemudian memanfaatkan bangunannya yang megah dan estetik sebagai latar berswafoto. Selain bangunan bergaya Jawa yang megah, di sana juga terdapat patung-patung yang mewah dan estetik.

“Rata-rata kunjungan ke sana 1000-1500 orang per minggu ke Joglo itu. Kalau sekarang lagi tutup,” imbuh Gugun.

Karena situasi pandemi dan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) yang masih berlangsung di berbagai daerah termasuk Klaten, sayangnya saat ini tempat-tempat wisata di Desa Ngerangan masih tutup untuk kunjungan wisatawan.

Namun, jika kamu ingin bertanya lebih lanjut tentang paket live in atau paket wisata lainnya di Desa Wisata Ngerangan, kamu bisa coba menghubungi Gugun di nomor +6281329309066.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com