Ia berpendapat bahwa Bali sudah sangat siap, khususnya dari sisi infrastruktur. Meski begitu, masih diperlukan beberapa persiapan tambahan, khususnya dari segi infrastruktur serta sarana pra-sarana untuk mengakomodasi para wisman.
Misalnya, fasilitas karantina atau rumah sakit jika nantinya terdapat wisman yang terinfeksi dan fasilitas lainnya yang dirasa perlu.
Pemerintah mungkin bisa mulai mencari negara partner yang siap melakukan travel bubble ini. Ia menyarankan pemerintah untuk bisa berhubungan dengan negara-negara tetangga terlebih dahulu, misalnya kawasan ASEAN.
Pitana mencontohkan hubungan trans-Tasman travel bubble antara Australia dan Selandia Baru. Sejauh ini, Australia masih menutup perbatasan mereka.
Baca juga: Indonesia Rumuskan Visa Long Term untuk Turis Asing
Namun dengan Selandia Baru yang memiliki hubungan politik dekat, mereka sudah bersedia untuk melaksanakan travel bubble.
“Kita dengan siapa cocoknya? Tentu kita harus berpikir dari segi kepercayaan kesehatan dan juga segi ekonomi,” ujar Pitana.
Jika Indonesia melaksanakan travel bubble dengan negara-negara Eropa, misalnya Belanda, letak negara tersebut yang terlampau jauh mungkin tidak akan efektif dan efisien untuk menggerakkan ekonomi.
“Maka jika kita melakukan travel bubble, negosiasi harus kita lakukan dengan negara-negara terdekat dulu, Asia Tenggara. Karena kita lihat dari data-data itu hampir semua orang di semua negara masih enggan untuk melakukan perjalanan jarak jauh,” sambung Pitana.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.