Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengamat Pariwisata Setuju Bali Buka untuk Wisman, tetapi…

Kompas.com - 18/02/2021, 13:02 WIB
Syifa Nuri Khairunnisa,
Anggara Wikan Prasetya

Tim Redaksi

 


KOMPAS.com – Pengamat pariwisata sekaligus Guru Besar Ilmu Pariwisata Universitas Udayana–Bali I Gede Pitana setuju jika Bali kembali dibuka aksesnya untuk wisatawan mancanegara (wisman).

“Saya setuju agar pariwisata di Bali digerakkan kembali, karena pemulihan ekonomi Bali itu hanya bisa melalui pariwisata,” kata Pitana saat dihubungi Kompas.com, Selasa (17/2/2021).

Sebelumnya, Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Kabupaten Gianyar Pande Mahayasa Adityawarman mengusulkan bahwa pemerintah Indonesia bisa mencontoh kebijakan UEA untuk wisman yang datang.

Mereka memberikan layanan tes PCR gratis saat kedatangan di bandara serta karantina di fasilitas milik pemerintah jika terbukti positif Covid-19 saat tes tersebut dilakukan.

Baca juga: Bakal Ada Travel Bubble Indonesia-Jepang, seperti Apa?

Terkait hal ini, Pitana mengatakan hal tersebut bisa saja dilakukan. Namun, tak perlu benar-benar meniru cara UEA tersebut.

Konsentrasi dulu pada wisnus

Namun, Pitana masih memiliki beberapa pertimbangan terkait hal tersebut. Utamanya, pemerintah disarankan agar bisa berkonsentrasi lebih dulu pada pariwisata dalam negeri.

Pasalnya, dalam mengharapkan wisman sekarang ini, bisa dibilang masih ada begitu banyak hambatan, mulai dari hambatan ekonomi, fisik, hingga politik.

Tempat wisata Bali Safari Marine Park di Bali.dok. Bali Safari Marine Park Tempat wisata Bali Safari Marine Park di Bali.

“Kalau hambatan fisik sekarang ini yang paling jelas enggak ada pesawat (internasional) sekarang ini ke Bali,” tutur Pitana.

Kemudian, dari segi hambatan ekonomi adalah negara-negara yang jadi pasar utama Bali kebanyakan sedang mengalami pertumbuhan ekonomi yang cenderung negatif. Hal tersebut tentu saja menghambat kemampuan masyarakatnya untuk berlibur ke Bali.

Lalu, hambatan fisik berkaitan dengan rumitnya syarat naik pesawat di era pandemi seperti ini, seperti tes PCR sebelum kedatangan. Ada pula karantina yang kebanyakan mengharuskan wisatawan membayar biayanya sendiri.

Baca juga: Ini 3 Catatan Menparekraf Selama Berkantor di Bali

“Hambatan politisnya adalah banyak negara pasar kita yang tidak mengizinkan warga negaranya ke luar negeri. Demikian juga kita, sebagai negara juga sangat ketat mengizinkan orang masuk ke negara kita,” imbuh Pitana.

Program travel bubble

Maka dari itu, salah satu hal yang mungkin bisa dilakukan pemerintah terkait pembukaan perbatasan bagi wisman adalah melalui program tourism bubble atau travel bubble atau destination to destination (D2D).

“Kita tidak buka untuk semua negara. Tapi kita buka hanya untuk pasar-pasar tertentu. Misalnya, menghubungkan Singapura dengan Bintan. Jadi ketika mereka sampai di Bali, tidak kita izinkan ke daerah lain selain di Bali,” jelas Pitana.

Ilustrasi Bali - Pemandangan Pantai Keramas di Gianyar, Bali.SHUTTERSTOCK / Leo_nik Ilustrasi Bali - Pemandangan Pantai Keramas di Gianyar, Bali.

Ia berpendapat bahwa Bali sudah sangat siap, khususnya dari sisi infrastruktur. Meski begitu, masih diperlukan beberapa persiapan tambahan, khususnya dari segi infrastruktur serta sarana pra-sarana untuk mengakomodasi para wisman.

Misalnya, fasilitas karantina atau rumah sakit jika nantinya terdapat wisman yang terinfeksi dan fasilitas lainnya yang dirasa perlu.

Pemerintah mungkin bisa mulai mencari negara partner yang siap melakukan travel bubble ini. Ia menyarankan pemerintah untuk bisa berhubungan dengan negara-negara tetangga terlebih dahulu, misalnya kawasan ASEAN.

Pitana mencontohkan hubungan trans-Tasman travel bubble antara Australia dan Selandia Baru. Sejauh ini, Australia masih menutup perbatasan mereka.

Baca juga: Indonesia Rumuskan Visa Long Term untuk Turis Asing

Namun dengan Selandia Baru yang memiliki hubungan politik dekat, mereka sudah bersedia untuk melaksanakan travel bubble.

“Kita dengan siapa cocoknya? Tentu kita harus berpikir dari segi kepercayaan kesehatan dan juga segi ekonomi,” ujar Pitana.

Jika Indonesia melaksanakan travel bubble dengan negara-negara Eropa, misalnya Belanda, letak negara tersebut yang terlampau jauh mungkin tidak akan efektif dan efisien untuk menggerakkan ekonomi.

“Maka jika kita melakukan travel bubble, negosiasi harus kita lakukan dengan negara-negara terdekat dulu, Asia Tenggara. Karena kita lihat dari data-data itu hampir semua orang di semua negara masih enggan untuk melakukan perjalanan jarak jauh,” sambung Pitana.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Wahana dan Kolam Renang di Kampoeng Kaliboto Waterboom Karanganyar

Wahana dan Kolam Renang di Kampoeng Kaliboto Waterboom Karanganyar

Jalan Jalan
Gunung Ruang Meletus, AirAsia Batalkan Penerbangan ke Kota Kinabalu

Gunung Ruang Meletus, AirAsia Batalkan Penerbangan ke Kota Kinabalu

Travel Update
Kampoeng Kaliboto Waterboom: Daya Tarik, Harga Tiket, dan Jam Buka

Kampoeng Kaliboto Waterboom: Daya Tarik, Harga Tiket, dan Jam Buka

Jalan Jalan
Aktivitas Wisata di The Nice Garden Serpong

Aktivitas Wisata di The Nice Garden Serpong

Jalan Jalan
Delegasi Dialog Tingkat Tinggi dari China Akan Berwisata ke Pulau Padar Labuan Bajo

Delegasi Dialog Tingkat Tinggi dari China Akan Berwisata ke Pulau Padar Labuan Bajo

Travel Update
The Nice Garden Serpong: Tiket Masuk, Jam Buka, dan Lokasi

The Nice Garden Serpong: Tiket Masuk, Jam Buka, dan Lokasi

Jalan Jalan
Cara ke Sukabumi dari Bandung Naik Kendaraan Umum dan Travel

Cara ke Sukabumi dari Bandung Naik Kendaraan Umum dan Travel

Travel Tips
Pengembangan Bakauheni Harbour City di Lampung, Tempat Wisata Dekat Pelabuhan

Pengembangan Bakauheni Harbour City di Lampung, Tempat Wisata Dekat Pelabuhan

Travel Update
Asita Run 2024 Digelar di Bali Pekan Ini, Terbuka untuk Turis Asing

Asita Run 2024 Digelar di Bali Pekan Ini, Terbuka untuk Turis Asing

Travel Update
13 Telur Komodo Menetas di Pulau Rinca TN Komodo pada Awal 2024

13 Telur Komodo Menetas di Pulau Rinca TN Komodo pada Awal 2024

Travel Update
Tanggapan Kemenparekraf soal Jam Kerja 'Overtime' Sopir Bus Pariwisata

Tanggapan Kemenparekraf soal Jam Kerja "Overtime" Sopir Bus Pariwisata

Travel Update
Tip Jalan-jalan Jenius ke Luar Negeri, Tukar Mata Uang Asing 24/7 Langsung dari Aplikasi

Tip Jalan-jalan Jenius ke Luar Negeri, Tukar Mata Uang Asing 24/7 Langsung dari Aplikasi

BrandzView
Vietnam dan China Siap Bangun Jalur Kereta Cepat Sebelum 2030

Vietnam dan China Siap Bangun Jalur Kereta Cepat Sebelum 2030

Travel Update
Libur Lebaran, Tren Kunjungan Wisatawan di Labuan Bajo Meningkat

Libur Lebaran, Tren Kunjungan Wisatawan di Labuan Bajo Meningkat

Travel Update
ASDP Catat Perbedaan Tren Mudik dan Arus Balik Lebaran 2024 Merak-Bakauheni

ASDP Catat Perbedaan Tren Mudik dan Arus Balik Lebaran 2024 Merak-Bakauheni

Travel Update
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com