Namun, sebuah studi dari The Vacationer baru-baru ini menunjukkan, 73,6 persen warga Amerika yang disurvei menyatakan, mereka akan menggunakan paspor kesehatan digital atau aplikasi.
Menurut studi tersebut, mereka bersedia agar maskapai dan otoritas perbatasan dapat memeriksa status vaksinasi dan hasil tes mereka.
Keberhasilan paspor kesehatan digital bergantung pada efektivitas vaksin. Saat ini, hanya sedikit yang diketahui soal apakah vaksin mencegah penyebaran Covid-19. Namun, penelitian sedang dilakukan.
Baca juga: Kepulauan di Portugal Izinkan Turis yang Sudah Vaksin Covid-19 Berkunjung
WHO telah mendesak kewaspadaan terhadap paspor kesehatan. Mereka mengatakan kepada pihak berwenang dan operator perjalanan untuk tidak memasukkan bukti vaksinasi sebagai syarat untuk perjalanan internasional.
“Ini karena keberhasilan vaksin dalam mencegah penularan belum jelas, dan pasokan vaksin global terbatas,” kata juru bicara WHO.
Tantangan besar dalam paspor vaksin digital adalah mengkoordinasikan berbagai paspor vaksin yang ada dan yang tertunda di pasar. Selanjutnya, memastikan sertifikasi pengguna ditautkan ke fasilitas medis terverifikasi dan disetujui.
“Agar paspor vaksin menjadi alat praktis internasional, perlu ada platform standar yang melintasi semua batas seperti sistem paspor saat ini,” kata Severance.
Saat ini, WHO sedang bekerja sama dengan pihak-pihak termasuk IATA dan International Civil Aviation Organization nutuk mengembangkan standar kartu vaksinasi digital.
Menurut WHO, sekitar 3,6 miliar orang secara global tidak dapat mengakses internet. Lalu, lebih dari 1,1 miliar orang tidak dapat secara resmi membuktikan identitas mereka.
Bagi banyak orang, paspor kertas tetap menjadi hal yang penting. Tidak hanya itu, orang-orang dari negara, wilayah, atau komunitas yang berbeda mungkin tidak mendapat akses ke vaksin atau pengujian Covid-19.
Baca juga: Negara Ini Izinkan Turis yang Sudah Vaksin Covid-19 untuk Liburan
Hal tersebut disampaikan oleh Profesor Bioethics di Case Western Reserve University’s School of Medicine, Dr. Sharona Hoffman.
Dia juga mencatat bahwa negara-negara berpenghasilan rendah mungkin tidak akan menerima vaksinasi hingga tahun 2023 atau lebih.
“Kebijakan yang mencegah mereka bepergian atau mendapatkan layanan lain dapat menjadi diskriminatif dan memperburuk kesenjangan sosial ekonomi,” jelas dia.
Adanya sistem paspor vaksin Covid-19 digital dapat menimbulkan preseden di antara kelompok yang ingin buka kembali. Misalnya adalah restoran dan tempat acara.
Di Israel, negara tersebut telah menciptakan “paspor hijau” untuk memberikan akses kepada warga yang telah divaksin ke tempat-tempat umum.
Pekan ini, beberapa negara bagian di Amerika bergerak untuk mencabut kewajiban menggunakan masker. Hal tersebut dapat memperburuk masalah.
“Saat satu komunitas bergerak ke arah ini, akan ada lebih banyak lagi yang mengikuti. Jika keputusan seperti itu terjadi di seluruh negara, Anda mungkin akan menemukan pemalsuan (carding) vaksin menjadi hal yang biasa,” kata Severance.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.