KOMPAS.com – Ketua Pokdarwis Desa Bilebante Pahrul Azim mengatakan bahwa dahulu masyarakat di daerahnya atau juga dikenal dengan Desa Wisata Hijau Bilebante, hanya mengandalkan galian pasir sebagai sumber pendapatan.
“Ini kami ambil kata “hijau” karena dulu di sini dikenal dengan pasir yang sangat bagus. Dulu masyarakat kami hanya mengandalkan galian pasir,” ungkapnya.
Hal tersebut dia sampaikan dalam acara bincang virtual Karya Kreatif Indonesia bertajuk “Talkshow Desa Wisata 'Ikon Andalan Baru Wonderful Indonesia'”, Rabu (24/3/2021).
Baca juga: 3 Desa Wisata di Lombok Tengah Sudah Sertifikasi CHSE
Kendati demikian, warga desa yang lokasinya di Kabupaten Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat tersebut mulai beralih mencari pendapatan dari sektor pariwisata setelah mendapat pelatihan dari beberapa pihak, salah satunya adalah Kopwan Putri Rinjani.
“Tahun 2014 akhir ada program Pijar (sapi, jagung, dan rumput laut). Dari sekian orang yang dilatih, di Bilebante ada Kopwan Putri Rinjani yang diketuai Hajjah Zaenab. Karena program ini berhasil membuat produk namanya Tortilla, itu banyak yang studi banding ke Bilebante,” kata Pahrul.
Sejak saat itu, lanjut Pahrul, para pemuda melihat bahwa mereka yang studi banding berpotensi dijadikan pengunjung yang tinggal lebih lama di sana.
“Kami berpikir, kalau lama di Bilebante, maka minimal dia beli air putih. Jadi ketika beli air putih, ada pergerakan ekonomi di sana,” tuturnya.
Baca juga: Kemendes PDTT: Hampir Seribuan Desa Wisata Ikut Pelatihan Virtual Tour
Selain Kopwan Putri Rinjani, ada juga pelatihan dari Gesellschaft fur Internationale Zusammenarbeit (GIZ) melalui kerja sama Indonesia-Jerman dan Bappenas.
Selanjutnya, pelatihan juga diberikan oleh Allianz dan Kemenkop UKM terkait pengelolaan paket wisata, teknik memandu wisatawan yang baik, serta bagaimana cara menerima tamu, dan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf).
Kepala Dinas Pariwisata NTB Lalu Moh Faozal mengatakan, warga Desa Bilebante juga mendapat pelatihan dari Martha Tilaar.
“Martha Tilaar berikan pelatihan tenaga-tenaga terapis di desa wisata, ada wellness tourism. (Wisatawan) bisa terapi dengan anak-anak yang terampil, dibina, dan diajari mereka untuk aktivitas itu,” tuturnya dalam kesempatan yang sama.
Sejumlah pelatihan dan pembinaan telah berlangsung sejak akhir 2014. Alhasil, penduduk Desa Bilebante pun makin siap untuk secara resmi buka sebagai desa wisata pada 2016.
Meski begitu, dalam kurun waktu hingga desa wisata diluncurkan, Desa Bilebante sudah menerima tamu termasuk orang-orang yang melakukan studi banding terkait produk yang dihasilkan warga setempat dari program Pijar (sapi, jagung, dan rumput laut).
“Yang pertama kami siapkan adalah peraturan desa. Kenapa? Kami tidak ingin berdebat di akhir atau saat desa wisata dikenal,” kata Pahrul.
Dia menyebutkan, para tokoh masyarakat di Bilebante menyepakati Peraturan Nomor 3 Tahun 2016 tentang Pengelolaan Desa Wisata.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.