Lebih lanjut dia bercerita bahwa warga setempat berhasil berdiskusi dengan Belanda sehingga tradisi Mekotek diizinkan untuk dilakukan kembali dengan syarat.
“Tidak membawa tongkat, tetapi di atasnya diikat pandan berduri itu lambang dari sebuah tombak, ketajaman dan tamiang simbol permohonan,” jelas Suada.
Setelah tradisi Mekotek dilakukan kembali, desa menjadi makmur.
Pada tahun 2019, Desa Munggu memiliki 1.118 kepala keluarga. Saat tradisi dilakukan, dalam satu rumah, sebanyak dua hingga tiga anggota keluarga turut berpartisipasi.
Bendesa Munggu pada saat itu I Made Rai Sujana mengatakan, jumlah peserta tradisi Mekotek bisa mencapai 2.000 orang karena hal tersebut.
Baca juga: Hari Suci Galungan, Ada Tradisi Ngejot yang Sarat Makna
Menurut dia, peserta tradisi yang wajib ikut adalah mereka yang telah dianggap dewasa atau berusia 14 tahun ke atas. Selama mereka kuat dan bisa, maka mereka ikut.
Dalam pelaksanaannya, peserta lelaki memegang kayu sementara peserta perempuan mengiringinya.
Dalam tradisi Mekotek, jenis kayu pulet sepanjang 3,5-4 meter digunakan oleh para peserta. Mereka membawa sendiri kayu tersebut.
Sujana mengatakan, kayu pulet dapat digunakan berkali-kali dan tahan hingga sepuluh tahun. Kayu dapat dicari di sekitar Desa Munggu atau desa tetangga.
Sujana menjelaskan bahwa setiap ada tradisi Mekotek, kayu yang digunakan tidak selalu baru, misalnya adalah lima kayu miliknya yang dapat dipakai berkali-kali.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanSegera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.