KOMPAS.com – Sesuatu yang lazim ditemukan di beberapa gunung di Indonesia saat pendakian adalah bunga Edelweis.
Bunga dengan nama latin Anaphalis javanica ini banyak tumbuh di gunung-gunung Indonesia.
Keindahannya kerap mengundang keinginan banyak pendaki untuk memetiknya dan dibawa pulang.
Baca juga: 7 Gunung Ini Punya Pemandangan Edelweiss yang Indah, tapi Tidak untuk Dipetik
Namun, memetik bunga Edelweis adalah tindakan yang dilarang dalam aktivitas pendakian.
Pengelola pendakian gunung bahkan menerapkan sanksi memetik bunga Edelweis bagi mereka yang nekat melakukannya.
Baca juga: Bunga Edelweis di Gunung Tak Boleh Dipetik, Apa Alasannya?
Salah satunya adalah pihak Basecamp Gunung Prau via Igirmranak yang mewajibkan pendaki mengganti 100 kali lipat jika kedapatan merusak tanaman selama pendakian, termasuk memetik Edelweis.
Bahkan di Gunung Gede Pangrango yang merupakan kawasan konservasi, pendaki yang kedapatan memetik Edelweis bisa dipenjara paling lama lima tahun dan denda paling banyak Rp 100 juta.
Ada beberapa alasan kenapa bunga Edelweis tidak boleh dipetik. Salah satunya adalah karena keberadaannya di kawasan konservasi.
“Secara perundang-undangan, segala sesuatu, baik hewan maupun tumbuhan yang ada di kawasan konservasi itu kan dilindungi undang-undang,” kata Ketua Kelompok Tani Edelweiss Hulun Hyang Teguh Wibowo, dilansir dari Kompas.com, Rabu (02/09/2021).
Adapun, larangan memetik bunga Edelweiss tercantum dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 pasal 33 ayat 1 dan 2 tentang Konservasi Sumber daya Hayati Ekosistem.
Selain itu ada Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.20/Menlhk/Setjen/Kum.1/6/2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa yang Dilindungi.
Baca juga: Edelweis, Si Bunga Abadi yang Dilindungi Negara
Dalam peraturan menteri tersebut, disebutkan bahwa bunga Edelweis adalah bunga yang dilindungi.
Orang yang memetik bunga Edelweis juga melanggar UU Nomor 41 Tahun 1999 dengan ancaman penjara paling lama satu tahun dan denda maksimal Rp 50 juta.
Berikut ini adalah fakta bunga Edelweis yang perlu diketahui:
Diberitakan Kompas.com, Rabu (16/09/2021), di Gunung Sumbing, Jawa Tengah pernah ditemukan tanaman Edelweis dengan tinggi mencapai 8 meter dan diameter lubang lebih dari 15 centimeter (cm).
Temuan itu didapat dari catatan Amir Hamzah dan M. Toha (The Mountain Flora of Java). Menurut catatan ini, tanaman Edelweis itu diperkirakan berusia lebih dari 100 tahun.
Menurut ahli botani berkebangsaan Jerman bernama Von Faber, sistem perakaran Edelweis berkembang secara horizontal.
Akar Edelweis mengandung mikoriza yang menyukai lapisan tanah dekat permukaan karena cendawan sangat membutuhkan oksigen.
Edelweis banyak tumbuh di gunung-gunung Indonesia. Maka dari itu, tanaman ini sudah familiar di kalangan pendaki.
Baca juga: 8 Fakta Edelweis, Bunga Abadi di Gunung yang Tak Boleh Dipetik
Beberapa gunung yang menyajikan hamparan padang Edelweis antara lain Gede Pangrango di Alun-alun Suryakencana, Gunung Sumbing menjelang puncak, Gunung Lawu via Candi Cetho di Pasar Dieng, dan Gunung Merbabu di Sabana 2.
Dilansir dari pemberitaan Kompas.com, Rabu (02/09/2020), bunga Edelweis dijuluki sebagai bunga abadi lantaran tumbuhan ini memilki waktu mekar yang lama hingga 10 tahun lamanya.
Hormon etilen yang ada pada bunga Edelweis bisa mencegah kerontokan kelopak bunga dalam waktu yang lama. Oleh karena itu, pesona bunganya dapat terjaga lebih lama.
Bunga Edelweis umumnya memiliki waktu mekar April-Agustus. Bunga Edelweis mekar saat musim hujan berakhir.
Baca juga: Petik Edelweis di Gunung Semeru, Pendaki Ini Dilarang Mendaki Seumur Hidup
Mekarnya bunga Edelweis pada bulan-bulan tersebut karena pancaran matahari yang masih intensif untuk proses pengembangan Edelweis.
Bunga Edelweis di Indonesia ditemukan pertama kali oleh naturalis berkebangsaan Jerman bernama Georg Carl Reindwardt ketika berada di lereng Gunung Gede, Jawa Barat.
Ia menemukan bunga ini pertama kali pada 1819 yang berarti Edelweis sudah ada di Indonesia lebih dari 200 tahun.
Dikenal sebagai bunga yang tumbuh di pegunungan, Edelweis juga memiliki cara bertahan hidup yang kuat, bahkan di tanah tandus sekalipun.
Baca juga: Edelweis di Gunung Tak Boleh Diambil
Edelweis mampu membentuk mikoriza yang dapat memperluas kawasan yang dijangkau oleh akar-akarnya dan meningkatkan efisiensi dalam mencari zat hara.
Pada September 2004, penduduk kawasan Dieng, Wonosobo meyakini bunga Edelweis sudah hancur akibat dijarah habis-habisan, sehingga nyaris punah.
Bahkan, seperti dilansir dari Harian Kompas yang terbit 18 September 2004, bunga Edelweis dijual di kawasan wisata Kawah Sikidang sebagai suvenir.
Baca juga: Balai TNGR: Masih Ada Pemetik Bunga Edelweis di Gunung Rinjani
Menurut masyarakat setempat, penjarah mengambil bunga Edelweis saat mencari kayu di gunung atau ketika menanam pohon cemara di Gunung Prau.
Meski sudah ada ancaman tegas terhadap mereka yang memetik bunga Edelweis di alam, tetap saja ada pendaki nekat. Keberadaan mereka tentu saja mengancam bunga Edelweis.
Tercatat beberapa kasus pemetikan bunga Edelweis di gunung dalam periode waktu 2017-2020.
Baca juga: Nekat Petik Edelweis? Siap-siap Kena Sanksi Bayar Denda Rp 100 Juta
Misalnya pada 2017, ada lima pendaki mencabut bunga Edelweis di Gunung Rinjani.
Kemudian pada Juni 2018 terjadi pula peristiwa serupa di Gunung Ciremai, Jawa Barat. Ada sekelompok pendaki membawa turun bunga Edelweis.
Wisatawan yang ingin membawa pulang bunga Edelweis sebagai suvenir, hal ini ternyata bisa dilakukan.
Bukan di alam liar tentunya, melainkan di Desa Wisata Edelweis, Desa Wonokitri, Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur.
Baca juga: Desa Wisata Edelweis Wonokitri, Tempat Resmi Beli Bunga Edelweis
Edelweis di desa ini sengaja dibudidayakan sekelompok petani dan dijual kepada wisatawan sebagai oleh-oleh.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.