Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sejarah Kerajaan Mataram Islam, Pendiri sampai Keruntuhannya

Kompas.com - Diperbarui 24/10/2022, 09:27 WIB
Kistin Septiyani,
Ni Nyoman Wira Widyanti

Tim Redaksi

Sumber iPusnas

 

Masa kejayaan Mataram

Meninggalnya Sultan Hadiwijaya alias Jaka Tingkir pada 1582, membuat kota-kota pesisir pada masa tersebut terus memperkuat diri.

Pangeran Benowo, putra dari Sultan Hadiwijaya ternyata tak mampu menangani pergerakan kota-kota tersebut.

Sang Pangeran kemudian menyerahkan kekuasaan Kerajaan Pajang pada Sutawijaya. Dengan penyerahan kekuasan tersebut, Kerajaan Pajang menjadi daerah kekuasaan dari Kerajaan Mataram.

Baca juga: Kerajaan Pajang: Pendiri, Raja-raja, Kemunduran, dan Peninggalan

Kerajaan Mataram Islam mencapai puncak kebesarannya pada masa pemerintahan Sultan Agung Hanyokrokusumo yang berkuasa dari tahun 1613 sampai 1645. Ia merupakan raja ketiga setelah Panembahan Sedo Krapyak.

Letak geografis kerajaan yang berada di pedalaman membuat Mataram menjadi kerajaan agraris. Pertanian yang menjadi sumber pokok ekonomi masyarakat berkembang pesat karena didukung tanah yang subur.

 
 
 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

A post shared by Kompas Travel (@kompas.travel)

Pada masa kejayaannya, Mataram berhasil menjadi pengekspor utama beras.

Meski mengandalkan pertanian sebagai pusat ekonomi, tak sedikit masyarakat yang melakukan aktivitas perdagangan laut.

Baca juga: Kerajaan Mataram Islam: Pendiri, Kehidupan Politik, dan Peninggalan

Dua kegiatan ekonomi yang berkembang pesat itu membuat Kerajaan Mataram cukup diperhitungkan di dunia politik Nusantara.

Kehidupan sosial masyarakat pun berkembang dengan sangat baik. Bahkan pada masa kebesarannya, Mataram berhasil mengembangkan Budaya Kejawen.

Budaya ini merupakan bentuk akulturasai dari kebudayaan Hindu-Buddha dan ajaran agama Islam.

Raja yang zalim dan runtuhnya Kerajaan Mataram Islam

Kerajaan Mataram berhasil meraih perkembangan yang pesat di bawah pimpinan Sultan Agung Hanyokrokusumo. Sayangnya, setelah sang sultan meninggal dunia, Kerajaan Mataram mengalami kemunduran.

Sunan Amangkurat I yang menggantikan sang sultan ternyata memimpin kerajaan dengan zalim. Pada masa pemerintahannya, Amangkurat I banyak melakukan pembunuhan.

Baca juga: Prasasti Peninggalan Sejarah Kerajaan Mataram Kuno

Kezaliman sang Sunan memicu permusuhan Putra Mahkota (Amangkurat II) dengan ayahnya sendiri. Sayangnya, Amangkurat II ternyata juga memiliki perangai yang buruk.

Dalam masa kepemimpinannya, Amangkurat II kerap dibenci oleh pemuka Kerajaan Mataram dan rakyat. Puncak dari konflik dalam internal kerajaan ini menyebabkan pecahnya Perang Trunajaya pada tahun 1677.

Amangkurat II meminta bantuan pada VOC yang saat itu mulai menjajah Indonesia. Dengan pertolongan yang diperolehnya dari VOC, Amangkurat II berhasil memenangkan pertempuran tersebut.

Baca juga: Peninggalan Kerajaan Mataram Islam

Namun, VOC ternyata menuntut ganti rugi dan imbalan atas pertolongan tersebut. Karena tuntutan ganti rugi tersebut, Kerajaan Mataram mengalami kemunduran ekonomi.

Hubungan Amangkurat II dan VOC yang tidak baik membuat pihak Belanda menentang penobatan Amangkurat III setelah sang sunan meninggal.

Mereka justru menunjuk Pangeran Puger untuk menggantikan Amangkurat II untuk memimpin Kerjaan Mataram.

Perebutan tahta antara Amangkurat III dengan Pangeran Puger menimbulkan perang saudara pada tahun 1704-1708. Perang ini berhasil dimenangkan oleh Pangeran Puger yang kemudian mendapatkan tahta dengan gelar Paku Buwono.

Halaman:
Sumber iPusnas


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com