Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dulu Dibantu Pemerintah, Kini Hotel Karantina Biayai Operasional Sendiri

Kompas.com - 05/08/2021, 12:12 WIB
Nabilla Ramadhian,
Anggara Wikan Prasetya

Tim Redaksi

 

KOMPAS.com – Jakarta memiliki 64 hotel repatriasi atau hotel karantina yang ditujukan bagi warga negara asing (WNA) dan warga negara Indonesia (WNI) yang tiba dari luar negeri selama pandemi Covid-19.

Ketua DPD Indonesian Hotel General Manager Association (IHGMA) DKI Jakarta Garna Sobhara Swara mengatakan, saat ini hotel-hotel tersebut membiayai seluruh operasional secara mandiri.

Baca juga: Daftar Lengkap 64 Hotel Karantina di Jakarta untuk WNA dan WNI

Hotel repatriasi (paket menginap) dibayar oleh tamu sendiri. Tapi untuk (tenaga di) hotelnya, tenaga kesehatan, dan keamanan yang berjaga di hotel yang awalnya dibayar pemerintah, sekarang hotel harus membayar mereka,” ungkapnya.

Garna menyampaikan informasi itu dalam Focus Group Discussion IHGMA bertajuk “Perhotelan Bangkit—Adaptasi dengan Regulasi?” yang dilakukan secara daring pada Selasa (3/8/2021).

Dirinya melanjutkan, pembiayan seluruh operasional dan tenaga pembantu eksternal di hotel repatriasi secara mandiri telah dimulai sejak 1 Agustus 2021.

“Dengan jumlah repatriasi yang jauh menurun, dulu bisa mendapat puluhan per hari sekarang cuma dua sampai tiga orang ke setiap-setiap hotel, itu bikin berat,” ujar Garna.

Baca juga: Sepi Tamu akibat PPKM, Hotel Jadi seperti Toko Mebel

Koordinator Hotel Repatriasi, Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI), Vivi Herlambang mengonfirmasi hal tersebut saat dihubungi secara terpisah, Selasa.

Dia mengatakan bahwa sebelum kebijakan tersebut diberlakukan, ada 25 dari 64 hotel repatriasi yang biaya operasional dan tenaga pembantu eksternalnya dibantu pemerintah.

“Dulu bulan sebelumnya yang ditanggung pemerintah hanya 25 hotel repatriasi, tapi sekarang semua bayar sendiri mulai 1 Agustus. Biaya untuk operasional, tenaga kesehatan, dan keamanan,” jelas Vivi.

Bikin rugi, tetapi masih diminati banyak hotel

Garna melanjutkan, pembiayaan operasional, tenaga kesehatan, dan keamanan secara mandiri dirasa sangat berat untuk pihak perhotelan.

Dia tidak menampik bahwa ada kemungkinan beberapa hotel akan mengundurkan diri sebagai hotel repatriasi. Kendati demikian, dia tidak menutup mata masih banyak hotel yang ingin masuk dalam program itu.

Ilustrasi hotel.SHUTTERSTOCK/Boyloso Ilustrasi hotel.

“Banyak yang ingin ikut masuk. Saat ini, hanya dari repatriasi yang bisa bikin hidup hotel. Kita mau promo harga hotel besar-besaran juga tidak kemakan, tidak kejual,” tutur Garna.

Vivi juga menuturkan hal yang sama. Saat ini, banyak hotel yang tertarik mengikuti program tersebut karena mendapat pemasukan dari sana.

Baca juga: Kisaran Biaya Karantina di Hotel, Dibanderol Mulai Rp 6,5 Jutaan

Meski begitu, pihaknya belum berencana memperluas program hotel repatriasi untuk mencakup lebih banyak hotel.

Sebab, saat ini tamu hotel repatriasi secara total hanya 200-300 tamu yang dibagi dengan 64 hotel yang ada. Adapun, jumlah yang merosot ini menurut Vivi merupakan akibat dari PPKM Darurat.

“Dulu bulan Mei-Juni, tamu-tamu repatriasinya bisa mencapai sekitar 500-700 orang. Sekarang berkurang karena yang datang ke Indonesia berkurang,” jelas Vivi.

Baca juga: Dampak PPKM terhadap Okupansi Hotel di Jakarta, Hotel Bintang Juga Kena

Akan tetapi, lanjutnya, masih ada hotel yang ingin masuk dalam program hotel repatriasi. Itu karena program tersebut bukan hanya terkait bisnis, tetapi juga merupakan upaya membantu pemerintah dalam menangani Covid-19.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com